TEMPO.CO, Jakarta - Katarak adalah penyebab kebutaan terbanyak di Indonesia, yaitu sebanyak 81 persen. Demikian hasil survei kebutaan Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) pada 2014 hingga 2016 di 15 provinsi dengan sasaran populasi usia 50 tahun ke atas.
Survei tersebut juga menyebutkan bahwa prevalensi kebutaan mencapai 3 persen atau sekitar 6,4 juta orang. Dari angka tersebut, 1,3 juta di antaranya mengalami kebutaan berat, yaitu tidak dapat melihat atau menghitung jari dalam jarak 3 meter. Sementara itu, 5,1 juta lainnya mengalami gangguan penglihatan sedang dan berat.
Artikel lain:
Tekan Risiko Katarak dengan Rutin Periksa Mata
Hati-hati, Katarak Juga Bisa Menyerang Anak-anak
Hindari Sinar Matahari di Jam Tertentu karena Picu Katarak
Penuaan Dini Bikin Khawatir tapi Bisa Diatasi dengan Mudah
“Dari 1,3 juta yang mengalami kebutaan tersebut, 1 jutanya disebabkan katarak. Kabar gembiranya 80 persen penyebab kebutaan ini masih bisa diobati,” ujar Wakil Ketua Komite Mata Nasional (Komatnas), Aldiana Halim
Selain katarak, kebutaan juga dapat disebabkan oleh kelainan segmen posterior non RD sebanyak 5,8 persen, kekeruhan kornea nontrakoma 2,8 persen, kelainan bola mata atau SSP abnormal 2,7 persen, glaukoma 2,5 persen, dan kelainan refraksi 1,7 persen.
Adapun prevalensi gangguan penglihatan mata menurut Riskesdas tahun 2013 diperkirakan 0,4 persen penduduk Indonesia mengalami kebutaan atau gangguan penglihatan.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan RI, Anung Sugihantono, M.Kes., mengatakan untuk menanggulangi gangguan penglihatan dan kebutaan di Indonesia, pemerintah akan meluncurkan Sistem Informasi Penanggulangan Gangguan Penglihatan Nasional yang disingkat SIGALIH.
"Ini merupakan suatu sistem informasi yang berbasis web/android untuk melaporkan pencatatan dan pelaporan skrining gangguan penglihatan warga negara Indonesia yang melakukan deteksi dini di Posbindu,” ungkapnya.
Sistem ini juga diharapkan akan terhubung dengan rumah sakit sehingga akan dapat diketahui tindak lanjut terhadap pasien yang telah dirujuk.
Kemenkes juga mengimbau seluruh instansi pemerintah, swasta, dan seluruh lapisan masyarakat agar berpartisipasi dalam mendukung peringatan Hari Penglihatan Sedunia dan ikut mengampayekan kepedulian terhadap gangguan penglihatan dan kebutaan sejak dini.
“Gangguan penglihatan ini perlu diobati sejak awal karena meski tidak mengancam jiwa tetapi dapat menurunkan kualitas dan produktifitas masayarakat,” ujarnya.
Acara puncak Hari Penglihatan Sedunia akan dilaksanakan pada 11 Oktober 2018 di Surabaya. Dalam acara ini akan dicanangkan Sigalih oleh Menteri Kesehatan.