Dampak Brexit terhadap Industri Fashion

Reporter

Editor

Rini Kustiani

Rabu, 29 Juni 2016 11:28 WIB

Ilustrasi Brexit dan dunia mode. Diolah dari REUTERS dan Icsfoundation.ie

TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan Inggris tak bergabung dengan Uni Eropa telah membuat pasar saham terjun bebas dan memukul mata uang pound sterling ke titik terendah dalam beberapa dekade.

Para pelaku industri fashion mempertanyakan perubahan yang berarti untuk mata pencarian mereka. Sebab, London masuk salah satu barometer industri mode. Kontribusi bisnis fashion terhadap perekonomian Inggris tercatat mencapai US$ 38 miliar (sekitar Rp 499 triliun) pada 2014.

Kini, dengan fluktuatifnya nilai mata uang pound sterling, ketidakpastian soal harga menjadi tantangan bagi bisnis yang berbasis di Inggris karena pelaku industri fashion di negara ini mengambil bahan baku, seperti kain dari negara Eropa lain. British Fashion Council melakukan survei terhadap anggotanya dan, hasilnya, 90 persen dari anggota ingin Inggris masuk Uni Eropa.

"Ada dukungan luar biasa dari para desainer agar Inggris berada dalam Uni Eropa. Kini mereka cemas," ujar Caroline Rush CBE, Chief Executive British Fashion Council, seperti dikutip dari Elle. Para desainer berupaya tetap mendapat pasokan bahan baku agar dapat berkarya, dengan cara melobi teman hingga mitra bisnis mereka di negara-negara Uni Eropa.

Beberapa hari menjelang pemungutan suara, sejumlah desainer Inggris bahkan telah menunjukkan sikap mereka secara terbuka mengenai masuk-tidaknya Inggris ke Uni Eropa. Desainer Sir Bryan dan Cozette McCreery, misalnya. Mereka berjalan dalam peragaan busana Men’s Fashion Week, dengan memakai T-shirt bertulisan “In” untuk menunjukkan sikap mereka. Pada Februari lalu, Christopher Bailey dari Burberry, satu di antara 100 lebih pemimpin bisnis yang menandatangani surat dalam Times of London, berpendapat Inggris akan lebih kuat dan aman jika bergabung dengan Uni Eropa.

Gejolak di industri fashion ini diperkirakan juga mempengaruhi segala sesuatu yang masuk dan keluar dari Inggris. Seorang desainer asal Skotlandia yang bekerja di London, Christopher Kane, mengatakan kesulitan mendatangkan para penjahit dengan keterampilan bagus adalah karena sebagian besar dari mereka berasal dari Italia. "Ini penjahit-penjahit hebat, berapa biaya yang harus kami keluarkan untuk membayar visa mereka?" tutur Christopher. Ketidakpastian ini juga berdampak pada bisnis barang mewah. Harga saham rumah mode, seperti Burberry, Mulberry, dan Jimmy Choo, turun tajam pada Jumat pekan lalu.

Caroline mengatakan saat ini British Fashion Council meminta pemerintah Inggris memperbarui kebijakan di industri fashion, terutama agar pasokan bahan baku, tenaga kerja, dan nilai tukar stabil. Lantas, bagaimana dengan perhelatan London Fashion Week, yang berlangsung pada musim gugur nanti? Caroline memastikan acara tersebut tak akan terganggu karena Inggris memutuskan tak bergabung dengan Uni Eropa. "Tetap berlangsung sesuai dengan rencana," katanya.

ELLE | NIA PRATIWI

Berita lainnya:

Tip Kue Nastar Kurma nan Renyah
Bulan Puasa, Pasutri Wajib Hindari Makanan Ini
Pilih Mana, Sendiri tapi Sehat atau Berdua tapi Sakit

Berita terkait

Kisah Editha, Lulusan Unpad yang Terlibat di Ajang Bergengsi Kepresidenan Prancis Dewan Uni Eropa

9 Juli 2023

Kisah Editha, Lulusan Unpad yang Terlibat di Ajang Bergengsi Kepresidenan Prancis Dewan Uni Eropa

Editha Nurida merupakan lulusan Universitas Padjadjaran atau Unpad yang pernah terlibat dalam acara bergengsi PFUE pada 2022.

Baca Selengkapnya

Perang Rusia Ukraina, Mahasiswa Indonesia di Moskow Rasakan Dampak Akademik

4 Maret 2022

Perang Rusia Ukraina, Mahasiswa Indonesia di Moskow Rasakan Dampak Akademik

Sanksi ke Rusia oleh Barat dirasakan Amalia, mahasiswa Indonesia di Moskow. Ia terancam tak bisa ikut konferensi di Harvard dan sekolah di Prancis.

Baca Selengkapnya

Populasi Orang Muda Jerman Terus Menurun

12 Agustus 2020

Populasi Orang Muda Jerman Terus Menurun

Berdasarkan data Destatis, jumlah populasi orang muda Jerman berusia 15-24 tahun mengalami penurunan dari tahun ke tahun.

Baca Selengkapnya

Terima Delegasi Uni Eropa, Jokowi Protes Soal Diskriminasi Sawit

28 November 2019

Terima Delegasi Uni Eropa, Jokowi Protes Soal Diskriminasi Sawit

Saat menerima kunjungan delegasi European Union-ASEAN Business Council, Jokowi menyampaikan protes soal diskriminasi sawit.

Baca Selengkapnya

Sawit Terjepit, Luhut Ancam Balik Industri Pesawat Eropa

20 Maret 2019

Sawit Terjepit, Luhut Ancam Balik Industri Pesawat Eropa

Luhut mengancam akan melarang produk Eropa masuk ke Indonesia, termasuk pesawat, jika boikot sawit tetap diberlakukan.

Baca Selengkapnya

Jokowi Utus Luhut untuk Negosiasi Penolakan Sawit oleh Uni Eropa

8 April 2018

Jokowi Utus Luhut untuk Negosiasi Penolakan Sawit oleh Uni Eropa

Presiden Jokowi mengutus Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan untuk menyelesaikan masalah penolakan sawit oleh Uni Eropa.

Baca Selengkapnya

Kerja Sama Ekonomi Uni Eropa-Indonesia Bakal Dongkrak Investasi

8 Februari 2018

Kerja Sama Ekonomi Uni Eropa-Indonesia Bakal Dongkrak Investasi

Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Gurend yakin kerja sama Uni Eropa dan RI bakal mendorong perdagangan dan investasi.

Baca Selengkapnya

Minyak Kelapa Sawit Didiskriminasi Eropa, Menlu Retno Kesal

2 Februari 2018

Minyak Kelapa Sawit Didiskriminasi Eropa, Menlu Retno Kesal

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengaku kesal karena minyak kelapa sawit Indonesia didisikriminasi oleh Parlemen Eropa

Baca Selengkapnya

Parlemen Uni Eropa Tolak Biofuel Sawit, Pemerintah RI Kecewa

23 Januari 2018

Parlemen Uni Eropa Tolak Biofuel Sawit, Pemerintah RI Kecewa

Parlemen Eropa menyetujui penghentian penggunaan biofuel berbahan dasar kelapa sawit sebagai sumber energi terbarukan pada 2021.

Baca Selengkapnya

Uni Eropa Putuskan Uber Ikuti Regulasi Perusahaan Taksi

20 Desember 2017

Uni Eropa Putuskan Uber Ikuti Regulasi Perusahaan Taksi

Perusahaan taksi online, Uber, diharuskan mengikuti regulasi yang diberlakukan terhadap taksi konvensional.

Baca Selengkapnya