Mengenal Dissociative Identity Disorder, Rentan Dialami Wanita

Rabu, 13 Mei 2020 22:17 WIB

Ilustrasi wanita berpikir. Unsplash.com/Chalis 007

TEMPO.CO, Jakarta - Dissociative Identity Disorder atau DID, umumnya dikenal sebagai gangguan kepribadian ganda atau kepribadian ganda adalah gangguan mental di mana seseorang memiliki setidaknya dua atau lebih kepribadian alternatif atau berbeda. Wanita berisiko sembilan kali lebih mungkin terkena DID dibandingkan dengan pria, lantaran salah satu pemicunya kerap dialami yakni pelecehan seksual

Identitas alternatif mungkin memiliki nama, emosi, jenis kelamin, usia, reaksi, suasana hati dan fungsi tubuh yang berbeda dan mereka berfungsi dengan atau tanpa kepribadian individu itu sendiri. Melansir laman Boldsky, DID adalah suatu kondisi di mana seseorang melepaskan diri dari dirinya sendiri dan mulai berperilaku seperti orang yang tidak ada sama sekali. Pikiran mereka lolos dari kenyataan dan tanpa sadar menjadi karakter yang berbeda.

Ketika mereka memasuki diri mereka yang sebenarnya, mereka tidak memiliki ingatan tentang apa yang telah terjadi. Sejarah trauma atau pelecehan dianggap sebagai alasan utama di balik pengembangan DID.

Tidak ada alasan spesifik atau terbukti untuk mengembangkan DID. Namun, sering berkembang sebagai hasil dari mengatasi trauma parah tertentu seperti kecelakaan, pelecehan seksual, lingkungan rumah yang menakutkan, bencana alam, tekanan perang dan faktor-faktor lain yang meninggalkan dampak besar pada pikiran. Ini biasanya dimulai selama masa kanak-kanak dan mengikuti seseorang sampai hidup, jika tidak dirawat.

Ketika seorang mengalami trauma yang disebutkan di atas, sebagai reaksi yang parah, pikiran mencoba untuk menutup atau melupakan kenangan traumatis tersebut. Akibatnya, orang melepaskan diri dari diri mereka yang sebenarnya yang penuh dengan pengalaman menyakitkan dan menjadi kepribadian yang berbeda.

Advertising
Advertising

Hal ini membuat orang tersebut mengamati trauma seolah-olah itu terjadi pada orang lain, meninggalkan diri tanpa memori trauma. Ketika seseorang mempelajari mekanisme ini di masa kanak-kanak mereka untuk mengatasi trauma mereka, gangguan mengikuti mereka sepanjang hidup, ketika mereka mulai menggunakan metode koping kepribadian ganda untuk menghadapi situasi stres.

Berikut gejala Dissociative Identity Disorder yang perlu Anda ketahui:
1. Amnesia atau hilang ingatan
2. Identitas identitas kabur
3. Kehilangan emosi dan perasaan lepas dari diri sendiri
4. Ketidakmampuan untuk menghadapi segala jenis stres
5. Kecemasan, depresi atau masalah mental lainnya
6. Pikiran bunuh diri atau perilaku mencelakai diri sendiri
7. Menemukan diri sendiri di tempat-tempat tertentu tanpa tahu bagaimana mereka sampai di sana
8. Tidak ada memori orang yang mereka temui atau ajak bicara
9. Mendengar suara
10. Sebuah persepsi bahwa hal-hal di sekitarnya tidak nyata

Komplikasi Dissociative Identity Disorder meliputi:
1. Disfungsi seksual
2. Menyakiti diri sendiri
3. Gangguan stres pasca-trauma
4. Gangguan kepribadian
5. Gangguan tidur dan makan
6. Kesulitan dalam kehidupan profesional dan pribadi
7. Pikiran untuk bunuh diri
8. Penggunaan narkoba atau alkoholisme

Tidak ada obat khusus untuk mengobati DID, kalau pun ada lebih ke anti-depresan dan obat antipsikotik. Selain itu bisa dilakukan psikoterapi yang melibatkan terapi bicara atau konseling pasien DID. Dalam metode perawatan ini, terapis membantu orang tersebut memahami penyebab di balik kondisi mereka dan bagaimana cara mengatasi kondisi stres.

Berita terkait

Alami Burnout karena Merawat Orang Tua Demensia, Begini Saran Pakar

11 jam lalu

Alami Burnout karena Merawat Orang Tua Demensia, Begini Saran Pakar

Merawat orang tua dengan demensia menyebabkan burnout, apalagi jika Anda harus merawat anak juga alias generasi sandwich. Simak saran pakar.

Baca Selengkapnya

Kenali Dampak Stres pada Diabetes dan Cara Mengelolanya

2 hari lalu

Kenali Dampak Stres pada Diabetes dan Cara Mengelolanya

Stres fisik, seperti saat sakit atau cedera, gula darah juga bisa meningkat, yang dapat mempengaruhi penderita diabetes tipe 1 maupun tipe 2.

Baca Selengkapnya

Psikiater: Jangan Ukur Kebahagiaan Berdasar Standar Orang Lain

2 hari lalu

Psikiater: Jangan Ukur Kebahagiaan Berdasar Standar Orang Lain

Faktor penghambat kebahagiaan kerap berasal dari tekanan dalam diri untuk mencapai sesuatu dari standar mengukur kebahagiaan orang lain.

Baca Selengkapnya

Tips Psikiater untuk Mengusir Rasa Tak Bahagia

3 hari lalu

Tips Psikiater untuk Mengusir Rasa Tak Bahagia

Rutin menulis jurnal bersyukur atau gratitude journal, semacam buku harian, bisa menjadi salah satu cara mengusir perasaan tidak bahagia.

Baca Selengkapnya

12 Tips Bantu Cegah Kolesterol dan Gula Darah Tinggi

6 hari lalu

12 Tips Bantu Cegah Kolesterol dan Gula Darah Tinggi

Berikut 12 tips yang bantu mencegah kolesterol dan gula darah naik, termasuk pola makan dan kelola stres.

Baca Selengkapnya

Pakar Sebut 8 Hal Paling Umum yang Percepat Penuaan

7 hari lalu

Pakar Sebut 8 Hal Paling Umum yang Percepat Penuaan

Pakar kesehatan menyebut delapan perilaku tak sehat paling umum yang mempercepat proses penuaan. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Kelola Stres Setiap Hari untuk Redakan Emosi

7 hari lalu

Kelola Stres Setiap Hari untuk Redakan Emosi

Mengelola stres adalah cara meredakan emosi yang harus terus dilatih setiap hari agar tidak mudah emosional si situasi yang buruk.

Baca Selengkapnya

Kecewa karena Calon yang Didukung Kalah, Simak Saran Psikolog

7 hari lalu

Kecewa karena Calon yang Didukung Kalah, Simak Saran Psikolog

Psikolog mengatakan wajar bila orang kecewa karena harapan tidak menjadi kenyataan tetapi rasa kecewa itu mesti dikelola agar tak sampai memicu stres.

Baca Selengkapnya

Mengapa Stres Bisa Sebabkan Sakit Punggung?

11 hari lalu

Mengapa Stres Bisa Sebabkan Sakit Punggung?

Stres sebabkan sakit punggung bisa terjadi lantaran tubuh Anda mengalami reaksi kimia sebagai respons terhadap stres.

Baca Selengkapnya

Cara Menjaga Kualitas Hubungan dengan Pasangan Pasca Melahirkan Anak Pertama

13 hari lalu

Cara Menjaga Kualitas Hubungan dengan Pasangan Pasca Melahirkan Anak Pertama

Studi menemukan bahwa sikap terhadap sentuhan berdampak pada pasangan dalam transisi menjadi orang tua atau usai melahirkan anak pertama.

Baca Selengkapnya