Istri Lebih Sering Gugat Cerai, Apakah karena Emosi Semata?
Reporter
Tempo.co
Editor
Rini Kustiani
Minggu, 13 Mei 2018 21:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Perempuan kerap dianggap mendulukan emosi ketimbang logika. Ketika menggugat cerai, sebagian orang menilai gugatan istri diajukan berdasarkan kemarahan dan kondisi yang bisa jadi dapat dikompromikan antara suami istri, dibantu pihak ketika jika diperlukan.
Baca juga:
Hindari Perceraian dengan 5 Langkah Berikut
Penyebab Perceraian Terjadi di Tahun Pertama Pernikahan
Mengutip laman Psichology Today, berdasarkan survei terhadap 2.262 pasangan yang sudah berpisah, hampir 70 persen perempuan yang mengajukan cerai. Riset yang dilakukan oleh American Sociological Association ini memaparkan perempuan yang sudah menikah merasa kualitas hubungan mereka dengan suami kian berkurang.
"Para istri merasa kehidupan pernikahan yang mereka jalani sebagai bentuk penindasan dan membuat tidak nyaman," kata peneliti Michael Rosenfeld. Bagi sebagian perempuan, dia melanjutkan, pernikahan bukan lembaga yang mampu mengakui apalagi mewujudkan harapan para perempuan untuk kesetaraan.
Contoh, istri masih menggunakan nama belakang suami dan terkadang mereka dipaksa untuk melakukan itu. Belum lagi urusan rumah tangga, misalnya mengatur makan sehari-hari, beberes rumah, pengasuhan anak, dan sebagainya, di mana para suami kerap membebankan semua persoalan itu kepada istri, meski dia seorang wanita kerier.
Dengan begitu, Michael Rosenfeld mengatakan, anggapan kalau perempuan yang menggugat cerai karena alasan emosional tidak berdasar. "Dominasi suami dan kurangnya perhatian terhadap kebahagiaan istri adalah dasar yang sangat nyata dari gugatan perceraian," ucap dia.
Psikolog yang juga konsultan pernikahan, Douglas LaBier mengatakan perempuan bisa lebih detail dan konkret dalam menjabarakan apa saja yang membuat dia tidak nyaman dalam membangun rumah tangga. "Ketika melakukan konseling sebelum berujung pada perceraian, istri lebih terbuka tentang konflik rumah tangga yang mereka alami," ucap Douglas LaBier.
Sebaliknya, suami cenderung mengeluhkan ketidakpuasan istri, namun sebagian besar merasa semua itu wajar dan akan berlalu dengan sendirinya. Padahal setiap masalah dalam pernikahan, Douglas LaBier menambahkan, harus menemukan solusi yang adil bagi suami maupun istri dan tak boleh dibiarkan berlarut-larut.
CANDRIKA RADITA PUTRI