Ayah - Bunda, Ngobrol dengan Anak Bantu Perkembangan Otaknya
Reporter
Tabloid Bintang
Editor
Rini Kustiani
Sabtu, 21 April 2018 18:21 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Orang tua terkadang mengacuhkan ketika anak mereka mulai berceloteh atau bercerita. Perkataan anak-anak memang belum sempurna dan terstruktur dengan baik sehingga sulit dimengerti. Meski begitu, ini bukan alasan orang tua membiarkan anaknya berbicara sendiri dan menanggapi seenaknya.
Baca juga:
Ibu Jaman Now Terapkan Drone Parenting, Apa Itu?
Mengapa Dot dan Empeng Tidak Disarankan untuk Bayi?
Studi gabungan yang dilakukan ilmuwan dari Universitas Harvard, Institut Teknologi Massachusetts, dan Universitas Pennsylvania menunjukkan, percakapan dua arah memicu terhubungnya saraf-saraf di otak dan membuat otak berkembang atau disebut proses neuroplasticity.
Penelitian itu mendapati anak-anak yang melakukan lebih banyak percakapan dengan orang-orang di sekitarnya menunjukkan kecerdasan bahasa yang lebih baik. Sebab, ketika anak berbicara dua arah, terjadi aktivitas di area otak yang mengelola kemampuan berbahasa, terlepas dari usia dan status ekonomi sosial keluarganya.
Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal psikologi ilmiah pada Maret 2018 menunjukkan anak berusia 4 sampai 6 tahun yang banyak terlibat dalam percakapan menunjukkan aktivitas otak lebih banyak ketimbang anak yang hanya mendengarkan cerita atau menyimak bahasa secara pasif. "Kami menemukan, jumlah penguasaan kosakata tidak berkaitan dengan aktivitas otak atau kemampuan verbal," kata Rachel Romeo, mahasiswa S3 dari Universitas Harvard yang memimpin penelitian.
Berbicara dua arah dengan anak, menurut Rachel Romeo, membuat otak kian berkembang dan otomatis anak mendapat tambahan kosa kata baru yang bisa dia kuasai dan pahami. "Alih-alih banyak bicara satu arah dengan anak, semestinya harus banyak berbicara dua arah dengan anak demi perkembangan otak dan kemampuan bahasa mereka," ucap Rachel Romeo.
Artikel lainnya:
Parental Time Sederhana, Manfaatnya Luar Biasa untuk Anak
Penelitian ini seolah mematahkan teori "Kesenjangan 30 Juta Kata" yang populer pada 1995 versi Betty Hart, profesor tumbuh kembang manusia dari Universitas Kansas, Amerika Serikat, dan Todd Risley, profesor psikologi Universitas Alaska Anchorage. Mereka meyakini anak yang mampu menguasai sejumlah kosa kata pada usia tertentu menunjukkan tanda-tanda anak yang cerdas.
Menurut Hart dan Risley, hingga berusia 4 tahun, anak sebaiknya telah mendengar lebih dari 30 juta kata. Jika kurang dari itu, maka anak belum tentu siap menghadapi masa sekolah dan mempengaruhi tingkat penyerapan ilmunya. Anak-anak yang mendengar lebih banyak kata sebelum umur 4 tahun bisa menyerap kata-kata dua kali lebih banyak ketimbang anak yang mendengar lebih sedikit kata. Hanya saja, Hart dan Risley mengaitkan kondisi ini dengan status ekonomi sosial anak dan keluarganya.