Tantangan Menikah Muda, Tidak Siap Lahir Batin
Reporter
Tabloid Bintang
Editor
Yayuk Widiyarti
Kamis, 28 Desember 2017 22:51 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Anak muda zaman now bisa saja memiliki kesiapan materi dan batin untuk menikah muda. Dari segi finansial, kebanyakan sudah memiliki penghasilan sendiri. Dari segi batin, dorongan hormonal untuk berhubungan selayaknya orang dewasa antara pria dan wanita pun semakin besar.
Akan tetapi, masih ada banyak pertimbangan yang harus dipersiapkan bagi mereka yang memutuskan menikah muda. Anggia Chrisanti, konselor dan terapis dari Biro Konsultasi Psikologi Westaria, mengatakan beberapa hal yang masih luput dipertimbangan anak muda akan menjadi tantangan terbesar saat pernikahan sudah berjalan. Beberapa hal tersebut adalah:
1. Bahwa hidup tidak melulu soal materi
Kesiapan psikis dan mental ini menjadi salah satu yang penting untuk dipastikan dan disiapkan oleh siapapun yang berniat menikah, terlebih yang menikah muda. Pernyataan bahwa tua itu pasti, dewasa itu pilihan, menjadi sebuah pandangan yang tidak bisa dikesampingkan.
Yang sudah tua saja (tidak lagi muda atau minimal di atas usia 25 tahun) belum tentu memiliki kesiapan dalam hal psikis dan mental kedewasaan sehingga banyak yang dengan mudah bertengkat, beradu mulut, saling ego, berkeluh kesah, hingga berujung perceraian pada usia pernikahan seumur jagung. Apalagi yang jelas-jelas masih muda usianya.
Bukan berarti yang muda semua tidak dewasa karena beberapa anak muda bahkan sudah mencapai tahap perkembangan yang matang dibanding yang lebih tua. Maka menjadi hal terpenting sebelum memutuskan menikah muda, pastikan apakah kedewasaan sudah dimiliki.
Artikel lain:
Fenomena Menikah Muda, Ini Pemicunya Menurut Psikolog
5 Masalah yang Muncul akibat Pernikahan Dini, Fisik dan Mental
Pernikahan Dini Akibat Keluarga Terlalu Sibuk? Simak Risetnya
2. Kesadaran untuk mandiri
Mandiri bukan hanya dalam hal finansial. Dalam hal ini, justru mungkin masih sah-sah saja jika orang tua jika mampu turut membantu menopang, dengan catatan bukan menjadi sumber penghidupan utama. Tanggung jawab tetap harus ada pada pasangan yang menikah, khususnya laki - laki.
Kemandirian yang paling penting justru dalam hal berpikir, merasa, dan berperilaku. Jangan semua hal bergantung pada orang tua. Jangan semua hal ditumpahkan kepada orang tua. Apalagi orang lain. Ingat, sebaik - baik pasangan adalah yang menjaga aib pasangan masing - masing.
3. Memahami peran dan fungsi
Setelah menjadi suami dan istri, bahkan sebelum memutuskan untuk menikah, khususnya menikah muda, bekali diri dengan wawasan dan pengetahuan mengenai apa-apa saja peran fungsi sebagai suami dan istri, termasuk hal dan kewajiban masing-masing pihak.
4. Cerdas mencari solusi
Dalam setiap rumah tangga, wajar ada masalah dan konflik. Perhatikan komunikasi. Biasanya, semua hal diawali dengan komunikasi yang buruk atau tidak produktif. Bicarakan baik-baik berdua, lepaskan ego. Berpikirlah dengan kepala dingin. Bicaralah dengan bahasa akhlak. Sesalah apapun suami, dia adalah suamimu. Sebaliknya, sesalah apapun istri, dia adalah istrimu.
Jangan pernah mengumbar kesalahan satu sama lain, jangan mengumbarnya kepada orang lain, apalagi media sosial. Bahkan kepada keluarga pun sebaiknya tidak, terutama jika kita tidak cukup yakin keluarga akan cukup obyektif mencari jalan keluar.
Lebih baik cari bantuan dari penasihat, boleh dari pihak keluarga dekat atau jauh, atau pemuka agama, konselor pernikahan, atau psikolog. Tujuannya selalu mencari solusi, bukan memperkeruh suasana dan jangan memudahkan keputusan berpisah atau bercerai.