TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah e-Poster diposting Kanaya Tabitha di laman Facebooknya, pertengahan Agustus ini. Isinya foto seorang model perempuan dibalut kain tenun dan di sebelahnya ada selarik pengumuman bahwa Kanaya Tabitha Production mempersembahkan JSL LeViCo The Secret Journey to East Nusa Tenggara, Spring 2018 Couture Collection, New York, The Crown laza Hotel Time Squares, Sunday September 10th, 4 pm, 2017.
Kanaya Tabitha, kembali berkiprah di dunia fashion setelah 4 tahun memilih dan bergelut di dunia sosial? Sejak 2014, perancang busana ini memang meninggalkan dunia mode dan mendirikan serta aktif di Rumah Pandai Terang, yayasan pemberdayaan masyarakat prasejahtera dan terdampak bencana. Bahkan sejak Juni tahun lalu perempuan kelahiran Dumai 1972 tersebut juga tercatat sebagai mahasiswa S2 bidang social science di Harvard University, Amerika Serikat. Sebelumnya Sarjana Hubungan Internasional dari Universitas Padjadjaran ini, menyelesaikan bidang studi humanitarian di Academy of Harvard. Baca: Tetap Bugar Meski Sibuk Kerja dan Sekolah? Ini Tip Kanaya Tabitha
Berikut ini wawancara Tempo bersama Kanaya Tabitha di Butik LeViCo Jakarta, Kamis, 24 Agustus 2017, betulkah Kanaya Tabitha turun gunung ke dunia fashion lagi? Apa motivasinya?
Tempo (T): Turun gunung, mbak? Bagaimana ceritanya langsung show di New York ?
Kanaya Tabitha (KT): Tentang show di New York ini ceritanya lucu. Saya sedang di sana (NewYork), lagi magang di Partai Republik. Sebagai mahasiswa di Harvard itu banyaknya praktek, dan tempat magang juga dikocok, ga bisa pilih. Nah, pada saat itu, saya bertemu dengan perwakilan dari Women Empowerment Foundation.
Mereka tertarik dengan latar belakang saya sebagai desainer juga kegiatan di rumah pandai yang juga melakukan pemberdayaan para perempuan termasuk para penenun di kawasan Nusa Tenggara Timur atau NTT.
“Wah, kalau begitu kita mesti luas lagi,” kata mereka. Begitulah saya akhirnya mendapat sponsor. Hand Foundation namanya. Jadi kita ngumpul dan melakukan pemberdayaan di beberapa area seperti Amerika Selatan, Meksiko, yang masih indigenous gitu. Di acara-acara tersebut saya juga sharing sama mereka tentang pengalaman pemberdayaan di beberapa daerah di Indonesia, termasuk para penenun di NTT itu. Akhirnya mereka bilang, Kanaya Tabitha kan desainer, kenapa kita tidak kerjasama untuk bikin shownya kamu. Supaya menjadi suatu tolak ukur, bahwa sebenarnya ini bisa jadi market yang luas.
T: Maksudnya show ini bisa membuat market pada para penenun itu? Bagaimana caranya?
KT: Dengan show ini, hasil tenun mereka dibeli, kemudian diperkenalkan pada masyarakat luas, proses itu akan memicu market secara tidak langsung. Dan terpenting adalah pengenalan kain tenun itu secara benar, soal proses penenunannya, pewarnaan, motif yang ada pada kain, serta harga yang sebetulnya (biasanya kain tenun dijual lagi dengan harga berlipat). Show ini akan menjawab semuanya. Baca juga: Suka Plesiran Takut Keracunan, Ada Tips Manjur Ala Kanaya Tabitha
T : Bagaimana dengan LeViCo, apa perannya?
KT: Saat Hand Foundation meminta saya menggelar fashion show di NY, saya berpikir, lebih baik menggandeng. Butik Tenun LeViCo menjadi pilihan, karena pemiliknya Julie Laiskodat adalah desainer juga sangat perhatian pada kain tenun NTT ini, termasuk pada para penenunnya. Dengan menggandeng, LeViCo juga jadi bisa beli banyak tenun. Itukan semuanya saling berhubungan. Nah kalau di Amerika ada yang beli akhirnya kan ke penenun-penenun itu juga. Kita tidak boleh selfish kalau menjadi pekerja sosial. It’s not about me anymore.
Kanaya Tabitha bersama Julie Laiskodat (desainer dan pemilik Rumah Tenun LeViCo)
Pertemuan saya sama LeViCo ini, juga cukup unik. Bicara kerjasama ini baru beberapa bulan, tapi saya dan Bu Julie sudah klop, visi misi kami sama yaitu memperkenalkan kain Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan benar ke dunia internasional. Faktanya kan para penenun itu hidup pas-pas-an. Bahkan ada yang jauh dari hidup layak, bahkan 8000 rupiah saja mereka sulit mendapatkannya (kedua bola mata Kanaya berkabut). Fakta lainnya adalah bahwa kain tenun itu sudah dicap mahal, sehingga jarang ada yang mau beli.
Nah misi sosial untuk mengubah fakta itulah yang antara lain menjadi kami bersatu untuk menggelar fashion show ini bersama Hand Foundation.
Sebelumnya, LeViCo juga membeli kain-kain tenun langsung dari para penenun NTT. Jadi sebetulnya proses ini adalah sambung menyambung dengan sebelumnya. Bu Julie mendukung saya ketika saya banyak di luar negeri ngurus fundingnya. Terus saya bilang sama Bu Julie, ayo kita show tunggal nih. Jadi aku art director sama producer, kamu (Bu Julie) desainernya. Jadi, rumah modenya LeViCo, saya mensponsori LeViCo sekaligus sebagai show director, dan produser. Artikel lainnya: Kanaya Tabitha Bawa Tenun NTT ke Fashion Show New York
T: Jadi Kanaya Tabitha alih profesi nih?
KT: Styling tetep saya, tetep saya yang coach. Tujuannya agar bisa diterima. Masalahnya, kekurangan-kekurangan kita itu gini kalau di New York (NY) atau dimana-mana, kita itu berpikir bahwa baju ini akan dijual di Indonesia. Padahal, jika digelar di NY, berarti desainnya pun harus selera setempat. Makanya desain yang akan kami gelar di acaranya, ya selera Amerika yang elegan. Kemudian untuk warna, kami sesuaikan untuk desain koleksi spring dan summer, serba cerah, juga motifnya, meski berbagai warna khas tenun NTT juga ada.
T: Makanya disebut Kanaya Production ya?
KT: Iya, nanti kalau selanjutnya saya bawa siapa, bakal pakai Kanaya production lagi. Tetapi semua yang bersangkutan dengan kreatif, harus melalui kurasi saya dulu.
Selanjutnya: Persiapan Fashion Show 10 September di New York