TEMPO.CO, Surabaya - Rumah di satu sudut Jalan Ketintang Wiyata, Surabaya, itu biasa riuh. Maklum, rumah yang menjadi kantor Yayasan Arek Lintang (Alit) tersebut merupakan tempat tinggal puluhan anak dari keluarga kurang mampu. Mereka sibuk membuat kerajinan tangan, memasak, belajar menyablon, bermain musik, belajar, hingga berlatih atletik secara cuma-cuma.
“Mereka rata-rata berasal dari kalangan marginal,” ujar pendiri Yayasan Arek Lintang, Yulianti Umrah, Rabu 21 Desember 2016. Yulianti merintis yayasan itu bersama suaminya, Gunardi Aswantoro, serta tiga rekan lainnya sejak 1998. Kala itu, ibu dua anak tersebut masih menjadi mahasiswa di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Surabaya.
Bukan urusan gampang mendekati dan mengambil kepercayaan anak-anak, apalagi sebagian mereka lebih banyak menghabiskan waktu di jalanan. Yulianti tanpa ragu turun ke jalan dan bergaul dengan mereka. Mengajak mereka mengisi waktu dengan belajar, berlatih, dan bermain. “Kami tidak menganjurkan anak-anak mencari nafkah karena itu tugas orang tua,” kata Yulianti.
Di yayasan itu, Yulianti juga berupaya memberikan berbagai akses layanan publik secara gratis. Anak-anak diberi berbagai pelatihan dan keterampilan sesuai dengan minat dan bakat mereka. Beragam hasil keterampilan tangan dihasilkan, seperti bros, kotak hantar, kalung, rangkaian bunga kering, dan tas sulam. Penjualannya sampai mancanegara. “Kami menanamkan jiwa entrepreneurship supaya mandiri,” ujar Koordinator Pengembangan Program Yayasan Arek Lintang, Puji Lestari.
Bagi anak yang lebih menyukai bidang olahraga, yayasan juga memfasilitasi. “Misalkan ada anak yang ibaratnya kelebihan energi, kami arahkan ke bidang atletik,” ujar Riza Mashudi, salah satu pelatih atletik di sana. “Mereka berasal dari kalangan yang terpinggirkan secara sosial dan dari sisi ekonomi. Jadi, daripada jatuh ke pergaulan negatif, kami ajak ke atletik.”
Sejumlah anak binaan mengaku senang karena mendapatkan kegiatan yang positif. “Berbeda dengan saya dulu yang sering nongkrong enggak jelas,” ujar Muhammad Ardiansyah, 15 tahun. Sejak bergabung di sana, Ardiansyah rajin berlatih atletik. Saat ini, ia sedang bersiap mengikuti kejuaraan lari halang rintang yang rencananya bakal digelar di Magetan. Hal sama juga diungkapkan Eko Rosyadi, 15 tahun, yang bergabung sejak dua tahun lalu. “Pengen punya prestasi,” ujarnya.
Selain kegiatan kewirausahaan, atletik menjadi salah satu program yang cukup sukses. Sejumlah anak binaan bahkan telah berhasil menjadi atlet dan menjuarai sejumlah perlombaan di tingkat Kota Surabaya dan Provinsi Jawa Timur.
Yuliati berharap para anak jalanan dan kurang mampu bisa bangkit dan setara dengan orang lain secara sosial maupun ekonomi. Kini, sudah banyak anak-anak yang dulu dibina memiliki usaha sendiri, seperti berdagang, membuka salon kecantikan, perajin, dan membentuk kelompok pengemudi.
Sekretaris Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dewi Yuni Muliati, mengatakan gerakan Yulianti patut dicontoh. “Yulianti ini berbeda karena dia mencetak atlet dan berfokus kepada anak marginal,” ujarnya.
YULIATI UMRAH
Lahir di Pamekasan, 16 Juli 1975
Suami: Gunardi Aswantoro
Penghargaan:
- SK Trimurti Award Tahun 2013 oleh AJI Indonesia
- Kartini Masa Kini Award 2014 oleh PT Semen Indonesia
- Entrepreneur of The Year 2012 oleh Ernst&Young
NOFIKA DIAN NUGROHO | ARTIKA RACHMI FARMITA
Berita lainnya:
Strategi agar Bisa Diterima Bekerja Setelah Ditolak
Ladies, Ayo Jaga Kesehatan Payudara Anda Sejak Muda
Pria yang Mampu Merayu Gigi Hadid agar Hanya Pakai Sepatu