TEMPO.CO, Jakarta - Data dari National Stroke Association menunjukkan stroke adalah penyebab kematian ketiga terbesar bagi wanita ketimbang pria. Setiap tahun, lebih dari 55 ribu wanita menderita stroke, dan angka ini lebih tinggi dibanding pria. Perempuan juga memiliki risiko lebih besar dalam menderita kelainan irama detak jantung, di mana penyakit tersebut adalah salah satu pemicu stroke terbesar.
Baca juga:
Jangan Tunggu Sampai Terjadi, Cegah Stroke Sejak Dini
Stroke pada Kaum Muda, Hati-hati Kalau Suasana Hati Fluktuatif
“Sebanyak 60 persen perempuan berumur 75 tahun menderita kelainan denyut nadi atau Fibrilasi Atrium (FA),” ujar Prof. Dr. dr. Yoga Yuniadi, SpJp (K) FIHA, FasCC yang juga Guru Besar Ilmu Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Presiden Indonesian Heart Rhythm Society (InaHRS) di Jakarta, Rabu 11 Oktober 2017. Penderita kelainan denyut nadi pada populasi umum mencapai 0,4 sampai 1 persen di dunia.
Perempuan yang terserang stroke, Yoga Yuniadi melanjutkan, biasanya juga berusia lebih muda ketimbang lelaki yang menderita stroke. Pada perempuan, stroke berpotensi menyerang di usia sekitar 50 tahun. Walaupun data menunjukkan perempuan lebih rentan terserang stroke, namun belum diketahui secara pasti apa penyebab utamanya. “Dugaan utamanya karena struktur pembuluh darah perempuan terpengaruh hormon estrogen,” ucap Yoga Yuniadi.
Berangkat dari situ, Yoga Yuniadi melanjutkan, ada dua fase pemicu risiko stroke pada perempuan, yakni perubahan hormon selama kehamilan dan menopause. Kadar estrogen terus turun pada masa menopause sehingga membuat tubuh kelebihan hormon androgen.
Penurunan hormon estrogen sebanyak 60 persen ketika menopause berkontribusi pada peningkatan faktor risiko penyakit kardiovaskular, seperti penyakit jantung dan stroke, pada wanita. Kendati tingkat kelangsungan hidup pasien stroke meningkat, namun penderita stroke saat ini berpotensi mengalami cacat.
Artikel terkait:
Kelainan Irama Jantung Picu Stroke 5 Kali Lipat