TEMPO.CO, Jakarta - Hidangan melimpah yang mewarnai hari raya serta pesta dapat mengakibatkan fenomena lonjakan pola konsumsi yang tidak konsisten alias "naive subject".
Fenomena naive subject ini membuat asupan makanan dan minuman melebihi batasan rata-rata kalori harian yang bisa berujung pada penyakit tidak menular, seperti penyakit jantung, diabetes melitus, obesitas hingga stroke. (baca:Riset: Harry Styles, Mata dan Dagunya Terindah di Dunia)
Berdasarkan Double Burden of Diseases & WHO NCD Country Profiles, jumlah kematian akibat penyakit tidak menular semakin meningkat di Indonesia. Dari 37 persen pada 1990 melonjak jadi 57 persen pada 2015.
"Naive subject bisa membuat asupan gula, garam dan lemak jadi berlebihan," kata Prof. Dr. Nuri Andarwulan dalam Jakarta Food Editor's Club di Grha Unilever, Tangerang Selatan, Selasa.(baca: 9 Jurus Murah Meriah Agar Penampilan Tetap Awet Muda)
Nuri menjelaskan tiga jenis sumber zat gizi yang dikonsumsi masyarakat, yakni makanan rumah, pangan siap saji yang bisa didapatkan di restoran atau pedagang kaki lima, kemudian pangan olahan industri yang berbentuk makanan kemasan atau kalengan.
Berdasarkan survey Pusat Pengembangan Ilmu Pengetahuan Teknologi Pangan & Pertanian Asia Tenggara (SEAFAST Center), rupanya garam dan lemak biasanya ditemukan pada makanan siap saji, sementara asupan gula ditemukan pada pangan olahan. (baca: Menjaga Mata, Kenali 7 Biang Kerok Penyebab Masalahnya)
untuk menghindari fenomena naive subject, Nuri menekankan, makanan yang diolah di rumah adalah pilihan paling sehat karena asupan gula, garam dan lemak bisa diatur sendiri sesuai kebutuhan keluarga.
Sejak 2021, Jokowi 6 Kali Sampaikan Keresahan WNI Pilih Berobat ke Luar Negeri
7 hari lalu
Sejak 2021, Jokowi 6 Kali Sampaikan Keresahan WNI Pilih Berobat ke Luar Negeri
Presiden Joko Widodo atau Jokowi acap menyampaikan keresahannya soal warga negara Indonesia yang berbondong-bondong berobat ke negara lain, alih-alih dalam negeri.