Berulang Kali Keguguran, Tanda Tubuh Ibu Menolak Janin

Reporter

Editor

Rini Kustiani

Kamis, 1 Juni 2017 09:00 WIB

Ilustrasi hamil kembar. shutterstock.com

TEMPO.CO, Jakarta - Ada perempuan yang berkali-kali hamil, tapi selalu mengalami keguguran. Dokter spesialis kebidanan dan kandungan, Gatot Abdurrazak mengatakan biasanya ibu tak menyadari kalau penyebabnya berasal dari darah.

Sebab itu, menurut menurut Gatot, penting bagi ibu hamil untuk memeriksakan darah untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rhesus antara ibu dan bayi. Rhesus darah ibu yang negatif akan menyerang darah janin yang positif. Akibat dari penolakan itu, maka anak yang dikandung terancam menderita anemia dan pembengkakan organ atau hidrops fetalis.

Untuk mengatasi masalah ini, Gatot mengatakan, tim dokter perlu memberikan transfusi darah langsung ke janin untuk menyelamatkan bayi. Sebelum melakukan transfusi, tim dokter menggolongkan darah berdasarkan sistem ABO (dengan pembagian golongan darah A, B, AB, dan O), darah dibagi berdasarkan rhesus, yakni protein (antigen) D yang terdapat pada permukaan sel darah merah.

Jika hasil tes darah seseorang menunjukkan adanya antigen D, ia termasuk memiliki rhesus positif. Sebaliknya, jika seseorang tidak mempunyai antigen D, ia termasuk memiliki rhesus negatif.

Mereka yang mempunyai rhesus negatif tak boleh menerima donor darah dari yang memiliki rhesus positif. Penyebabnya, sistem pertahanan tubuh orang yang mempunyai rhesus negatif akan menganggap darah yang masuk ke tubuh dengan rhesus positif itu sebagai benda asing yang perlu dilawan.

Sama seperti ketika tubuh kemasukan virus atau bakteri. Tubuh akan membentuk antibodi untuk menyerang darah yang masuk tersebut. Perbedaan rhesus ini bisa terjadi antara ibu dan janinnya. Menurut dokter spesialis kebidanan dan kandungan Rully Ayu Nirmalasari, perempuan yang mempunyai rhesus negatif bisa mengalami masalah saat hamil kalau anak yang dikandungnya memiliki rhesus positif.

Ini lantaran ibu yang mempunyai rhesus negatif menikah dengan ayah yang memiliki rhesus positif. ”Anaknya bisa mempunyai rhesus negatif atau positif,” ujarnya. Kalau anak sama-sama mempunyai rhesus negatif, kata dia, tak akan ada masalah karena karakter darah janin tak berbeda dengan darah ibu. Namun, jika anak memiliki rhesus positif, darah ibu akan melacak adanya benda asing atau protein yang terdapat pada darah anaknya tadi, yang tak dipunyai oleh darah ibu. ”Sehingga kemudian tubuh ibu akan membentuk antibodi,” katanya.

Pembentukan antibodi ini tak serta-merta saat hamil. Rully mengatakan harus ada kontak darah antara ibu dan janinnya dulu sampai darah ibu mengenali benda asing tersebut. Kontak darah ini bisa terjadi jika ibu mengalami perdarahan atau dilakukan tindakan yang menembus antara ibu dan janin, seperti pengambilan darah untuk mengetahui kromosom. “Kena 0,1 milimeter saja, darah keduanya bisa bersentuhan,” ucapnya.

Selain itu, menurut dokter spesialis anak Setyadewi Lusyana, antibodi ibu akan terbentuk jika ibu sebelumnya mendapatkan transfusi darah dengan rhesus positif. Akibatnya, tubuh membentuk antibodi lebih dulu sebelum kehamilan. Maka, saat hamil janin dengan rhesus positif, tubuh ibu sudah memiliki “pasukan” untuk menyerang benda asing yang ada dalam darah janin.

Lusy mengatakan banyak calon ibu tak paham dengan masalah perbedaan rhesus ini. Mereka biasanya baru datang setelah berkali-kali mengalami keguguran. Padahal, kata dia, masalah semacam ini bisa dicegah.

Efek perbedaan rhesus ini bermacam-macam. Salah satunya hidrops fetalis akibat proses peradangan sehingga terjadi kebocoran cairan di pembuluh darah. Akibatnya, cairan akan menumpuk pada organ tertentu. ”Jika terjadi di paru-paru, janin bisa kesulitan bernapas,” ujarnya.

Karena perlawanan antibodi ibu, sel darah merah janin juga akan pecah sehingga mengakibatkan janin menjadi kuning akibat munculnya bilirubin yang tinggi. Ini biasanya terjadi pada trimester akhir kehamilan. ”Setiap bayi akan mengalami bilirubin yang tinggi. Tapi, jika diakibatkan oleh perpecahan darah akibat antibodi ibu, bilirubinnya akan sangat tinggi dan lebih susah ditangani,” ucapnya.

Akibat perpecahan darah ini, menurut Lusy, bayi juga akan kekurangan darah. Efeknya, oksigen yang masuk ke tubuh kurang dari yang dibutuhkan, sehingga akan mengganggu kerja jantung, memperberat kerja paru-paru, dan menghambat perkembangannya. Bayi pun bisa meninggal dalam kandungan.

Kalaupun bisa selamat dan dilahirkan, kemungkinan besar bayi akan menderita cacat mental akibat anemia dan kekurangan oksigen yang dipasok ke otak. ”Karena kondisinya sudah begitu buruk, bayi biasanya tak selamat dalam hitungan hari,” ujarnya.

Menurut Lusy, tingkat keparahan ini salah satunya bergantung pada urutan kehamilan. Penyebabnya, makin sering hamil, antibodi yang diproduksi oleh tubuh ibu makin kuat sehingga makin masif menyerang janin yang dikandung. Kondisi anak kedua akan lebih parah ketimbang anak pertama. Begitupun anak ketiga, akan lebih parah ketimbang anak kedua. “Makin banyak kehamilan terjadi, risikonya makin tinggi dan keparahannya lebih besar,” katanya.

Karena itu, jika ibu sering mengalami keguguran, Lusy menyarankan ibu agar memeriksakan darahnya. Bisa jadi ini adalah akibat dari rhesus darah ibu yang negatif dan janin yang positif.

Tapi, sebelum semua ini terjadi, lebih baik para calon ibu memeriksakan darahnya saat hamil. Jika rhesus-nya negatif dan pasangan positif, ibu mesti mendapatkan vaksin anti-D immunoglobulin (RhoGam).

Imunisasi ini diberikan ketika usia kehamilan 28 pekan, saat sudah mendekati trimester akhir. Atau jika anak sudah lahir dan diketahui memiliki rhesus positif, injeksi dilakukan 72 jam setelah persalinan. “Dengan pemberian ini, 99 persen masalah penyerangan antibodi ibu bisa tertangani,” ujar Lusy.

NUR ALFIYAH

Berita terkait:

10 Masalah Kehamilan yang Tidak Boleh Diremehkan
Obat Batuk Sirup Bisa Bikin Cepat Hamil, Mitos atau Fakta?
Ibu Hamil Doyan Makan Nasi dan Kerupuk, Apa Akibatnya buat Janin

Berita terkait

Bagaimana Risiko Kehamilan pada Usia Terlalu Muda dan Terlalu Tua? Ini Penjelasan Wakil Dekan Kedokteran UI

6 hari lalu

Bagaimana Risiko Kehamilan pada Usia Terlalu Muda dan Terlalu Tua? Ini Penjelasan Wakil Dekan Kedokteran UI

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran UI memaparkan sejumlah risiko kehamilan di luar usia 20-35 tahun. Kondisi itu memerlukan antisipasi lebih dini.

Baca Selengkapnya

Pemeriksaan Kehamilan Rutin Bantu Cegah Penularan Sifilis dari Ibu ke Janin

7 hari lalu

Pemeriksaan Kehamilan Rutin Bantu Cegah Penularan Sifilis dari Ibu ke Janin

Penyakit sifilis bisa menular dari ibu yang terinfeksi ke janinnya melalui plasenta. Pemeriksaan kehamilan bantu mencegah penularan itu.

Baca Selengkapnya

Risiko Kehamilan setelah Usia 35 Tahun dan Perawatannya

16 hari lalu

Risiko Kehamilan setelah Usia 35 Tahun dan Perawatannya

Seiring bertambahnya usia, risiko komplikasi terkait kehamilan mungkin meningkat, terutama pada yang berumur di atas 35 tahun.

Baca Selengkapnya

Ragam Penyebab Mual dan Kapan Perlu Mendapat Perhatian Serius

19 hari lalu

Ragam Penyebab Mual dan Kapan Perlu Mendapat Perhatian Serius

Semua orang bisa mengalami mual dengan berbagai penyebab. Kapan perlu mendapat perhatian khusus dan periksa ke dokter?

Baca Selengkapnya

4 Pola Tidur Berkaitan Tidur yang Terbawa Sejak Masa Kehamilan

19 hari lalu

4 Pola Tidur Berkaitan Tidur yang Terbawa Sejak Masa Kehamilan

Perilaku dan pola pikir bermasalah mengenai tidur dapat muncul selama kehamilan dan menetap pada masa nifas.

Baca Selengkapnya

Penanganan Tidur yang Buruk Selama Masa Kehamilan dan Pasca Melahirkan

20 hari lalu

Penanganan Tidur yang Buruk Selama Masa Kehamilan dan Pasca Melahirkan

Tiga dari 4 wanita selama periode hamil dan atau pasca melahirkan mengalami masalah tidur seperti insomnia, kualitas tidur buruk, atau gangguan tidur

Baca Selengkapnya

Mudik Lebaran, Ibu Hamil Perlu Periksa USG Dulu dan Bawa Camilan Berprotein

21 hari lalu

Mudik Lebaran, Ibu Hamil Perlu Periksa USG Dulu dan Bawa Camilan Berprotein

Ibu hamil disarankan melakukan pemeriksaan melalui USG hingga membawa camilan berprotein tinggi untuk perjalanan mudik Lebaran.

Baca Selengkapnya

Saran BKKBN untuk Ibu Hamil Berumur di Atas 35 Tahun

24 hari lalu

Saran BKKBN untuk Ibu Hamil Berumur di Atas 35 Tahun

Ibu hamil berusia 35 tahun atau lebih diimbau rutin cek kesehatan mulai dari gula darah, tekanan darah, hingga jantung karena risiko lebih tinggi.

Baca Selengkapnya

Hasil Penelitian: Wanita yang Alami Komplikasi Kehamilan Berisiko Terkena Penyakit Jantung

34 hari lalu

Hasil Penelitian: Wanita yang Alami Komplikasi Kehamilan Berisiko Terkena Penyakit Jantung

Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa wanita yang mengalami komplikasi saat menjalani kehamilan cenderung memiliki risiko terkena penyakit jantung.

Baca Selengkapnya

Keguguran 3 Kali, Olivia dan Denny Sumargo Akhirnya akan Sambut Anak Pertama

38 hari lalu

Keguguran 3 Kali, Olivia dan Denny Sumargo Akhirnya akan Sambut Anak Pertama

Olivia Allan menceritakan perjuangannya mendapatkan anak hingga sempat menolak ditemani Denny Sumargo di dokter.

Baca Selengkapnya