Hari Kartini: Carmelita, Perempuan di Sarang Anak Buah Kapal
Editor
R. Dina Andriani
Kamis, 20 April 2017 18:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Carmelita Hartoto tak cuma meneruskan bisnis keluarga. Ia menciptakan inovasi. Mengibarkan bisnis warisan tanpa persiapan. Membalikkan keadaan dengan dua kapal.
Pelabuhan Tanjung priok seperti batu asah kemampuan manajerial Carmelita Hartoto. Tempat ia mulai menggali ilmu bisnis logistik dan pelayaran. Dari yang paling sederhana seperti istilah-istilah pelabuhan hingga memahami cara hidup di sana.
Baca juga :Simak 7 Kebohongan yang Sering Dilakukan, Apa Dampaknya?
Carmelita benar-benar tidak disiapkan atau menyiapkan diri memimpin perusahaan keluarga. Sebab sang ayah, Hartoto Hadikusumo--pendiri Andhika Group, menilai bisnis keluarganya sungguh maskulin, tak cocok untuk putri-putrinya. Tapi wafatnya sang ayah pada 1994 memaksa Carmelita mencebur ke bisnis para ‘lelaki’ itu.
Usai meraih gelar MBA Keuangan dari Webster University, Missouri, Amerika Serikat, Carmelita sempat bekerja untuk Lewis & Peat, sebuah perusahaan perdagangan di London, Inggris. Pada 1994, ia pulang kampung untuk liburan. Nah, ketika sedang berlibur itulah ayah Carmelita meninggal diserang penyakit jantung.
Hartoto, kata Carmelita, sejak awal ingin perusahaan dipimpin oleh profesional, bukan keluarga. Apalagi, ketiga anaknya perempuan. Makanya ketika Carmelita lulus kuliah dan siap magang, sang ayah menganjurkannya bekerja di perusahaan lain. “Kami disuruh usaha sendiri. Kami diminta terjun ke sektor keuangan atau perdagangan saja,” ia menceritakan.
Selanjutnya : Badai menghantam perusahaan
<!--more-->
Setelah sang ayah pergi. Carmelita nekat masuk terlibat mengelola perusahaan, sedangkan dua adiknya menjadi komisaris. Keputusan itu diambil, antara lain karena sebagian saham Andhika dimiliki oleh keluarga lain.
Perusahaan sedang tumbuh pesat ketika Hartoto wafat. Hartoto memulai kerajaan bisnis Andhika hanya dengan satu kapal pada 1973.
Sadar diri karena masih pupuk bawang, Carmelita pada 1995 lebih memilih memimpin anak usaha Andhika, PT Adhiraksa. Adapun pengelolaan induk bisnis diserahkan kepada partner. Pada 1997, Carmelita masuk ke jajaran direksi PT Andhika Lines, anak usaha Andhika di bidang pelayaran. Dan setahun kemudian mengambil alih PT Andhini Nugraha, anak usaha Andhika yang bergerak di bisnis pergudangan di Pelabuhan Tanjung Priok.
Pada 2002, badai menghantam perusahaan. Mitra dan para pemegang saham Andhika pecah kongsi. Aset perusahaan dibagi-bagi. Dan Carmelita hanya kebagian dua kapal: satu tanker dan satu kapal kargo, dari total 33 kapal.
Untungnya Andhika sudah punya tabungan berupa pelanggan setia. Para pelanggan tersebut tidak lari. “Bank-bank juga masih percaya dengan kami,” ujar Carmelita. Kepercayaan pelanggan dan perbankan itu menjadi modal untuk membangun Andhika kembali.
Kini Andhika terus berkibar dengan aneka bisnis. Andhika punya usaha jasa bongkar muat di Pelabuhan Cilegon, Banjarmasin, Surabaya, dan Belawan (Medan). Perusahaan juga punya lini bisnis layanan kargo, terminal pelabuhan, bea dan cukai, serta layanan kru kapal.
Setelah 22 tahun menekuni bisnis logistik dan pelayaran dari nol pengalaman, kini Carmelita memimpin sebuah grup perusahaan dengan 300 lebih karyawan. Usaha warisan sang ayah juga makin berkembang. Bisnis logistik off shore dan curah yang dulu digarap ala kadarnya, kini menjadi salah satu pundulang rupiah utama Andhika. Mereka juga masuk lima besar pengangkut batu bara. Dengan rentetan capaian itu, Carmelita membuktikan betapa bisnis yang tampak maskulin pun tidak mengenal kelamin.
KHAIRUL ANAM
Berita lainnya:
Pesan Menteri Perempuan untuk Kartini Muda
Dian Sastro: Kartini Itu Buandel
Kartini, Antara Kebaya dan Edukasi Habis Gelap Terbitlah Terang