Desainer Indonesia dan Jepang Melebur dalam Satu Busana
Editor
Rini Kustiani
Kamis, 5 Januari 2017 09:21 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi “adab Timur”. Sementara itu, Jepang merupakan salah satu negeri yang berada di kawasan Asia Timur. Bagaimana jika dua negara yang erat dengan kata Timur ini bertemu dalam satu busana?
Jawabannya bisa dilihat pada busana hasil kolaborasi Mulia Denny dengan Steven Tach, perancang asal Negeri Sakura. Pertemuan pertama Mulia dengan desainer yang lebih dulu dikenal sebagai perancang interior itu terjadi pada Indonesia Fashion Week 2014. Saat itu, Mulia menyukai rancangan Tach, bahkan ingin memilikinya.
Pertemuan keduanya tak sekadar basa-basi antara seorang tokoh dan penggemarnya. Setahun kemudian, keduanya berkolaborasi melahirkan koleksi pertama FashUnica yang dipamerkan di Indonesia Fashion Week (IFW) 2015.
Lalu berlanjut ke pekan mode yang sama tahun ini. “Saya membangun mimpi menjadikan wastra (kain yang dibuat secara tradisional) Nusantara tuan rumah di negeri sendiri. Jadi, ketika akan bekerja sama dengan Steven Tach, saya meminta dia bersedia ‘membeli proses’,” kata Mulia.
Tach cukup dikenal di negara asalnya. Karyanya wara-wiri di berbagai peragaan busana tingkat Asia. Pasarnya pun cukup luas, terbentang hingga ke Jeddah. Demi memantapkan pasar di Indonesia, keduanya mendirikan butik FashUnica dan Galeri Indonesian Heritage yang diresmikan 7 Desember 2016.
Pada acara peresmian tersebut, mereka mengenalkan 16 koleksi anyar. Tentu saja berbeda dengan yang ditampilkan di panggung IFW. Tach mendesain motif merak khas Indonesia berpadu dengan motif sakura khas Jepang. Sementara itu, Mulia mengeksekusinya dengan bordiran benang emas yang dibubuhkan di bahu dan punggung busana. Bentuknya tiga dimensi.
Tach punya ciri khas selalu merepresentasikan alam dalam setiap koleksinya. Dalam koleksi ini, bukan cuma sakura yang menandakan hadirnya unsur alam pada busana. Warna biru, hijau, coklat, merah bata, dan kuning tampil sebagai warna yang juga merepresentasikan unsur alam.
Karena berduet dengan Jepang, tentu saja bentuk busana yang dihasilkan sedikit terpengaruh oleh kimono. Jadi, tak aneh jika tenun, katun, sifon, dan rayon bermotif batik berubah rupa menjadi terusan kimono. Meskipun ada juga gaun A-simetris, blus, palazzo, dan kulot yang ditampilkan.
Duet lintas negara lainnya datang dari Toton Januar dengan Lie Sang Bong, desainer asal Korea. Lie Sang Bong merupakan desainer ternama yang karyanya digunakan oleh selebritas dunia. Lady Gaga, Beyonce, dan Rihanna adalah deretan selebritas yang pernah mengenakan busana rancangannya.
Tapi kolaborasi Toton dengan Lie Sang Bong kali ini agak berbeda dengan konsep Mulia dan Tach. Dalam FashUnica, ide Mulia dan Tach melebur menjadi satu koleksi, bahkan dapat dikatakan satu busana lahir dari dua kepala. Sementara itu, Toton dan Lie Sang Bong tetap menawarkan koleksi masing-masing dalam satu panggung yang sama.
Toton menampilkan koleksi yang dipenuhi permainan laser cut (teknik pemotongan kain dengan sinar laser) untuk memperkaya detail busana. Meskipun mengangkat kain tradisional sebagai komponen utama, dia menyajikannya dengan gaya kontemporer yang dekat dengan masyarakat urban. “Indonesia punya budaya yang beraneka ragam dan terus berkembang sehingga pergeseran nilai dan budaya kerap terjadi. Ide koleksi ini berangkat dari pergeseran paradigma itu,” kata dia.
Adapun busana Lie Sang Bong jelas menunjukkan bahwa dia terilhami oleh banyak hal. Dia menggabungkan unsur arsitektur, kaligrafi, hingga film noir untuk menciptakan koleksi busana pria dan wanita. Misalnya, dia berani memasang motif interior rumah seperti lemari penuh buku yang kaya warna pada busana pria. Kolaborasi panggung keduanya pada 24 Oktober 2016 memperlihatkan karya dua perancang yang sama-sama layak dinantikan untuk spring/summer 2017.
DINI PRAMITA
Berita lainnya:
5 Makanan Sehat yang Sangat Tidak Sehat
Kisah Unik di Awal 2017, Bayi Kembar Lahir Beda Tahun
Selena Gomez dan Kendall Jenner Jalani Detoksifikasi Digital