TEMPO.CO, Jakarta - Sejak era media sosial dan aplikasi berkirim pesan ramai digunakan oleh masyarakat Indonesia, berbagi pesan dan informasi semakin mudah diterima pengguna perangkat komunikasi, terutama ponsel pintar. Namun tidak ada jaminan canggihnya teknologi diimbangi dengan daya kontrol pengguna teknologi dalam menyaring informasi yang diterima.
Dekan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Tjut Rifameutia Umar Ali mengingatkan agar masyarakat bereaksi secara bijak atas banyaknya informasi yang disebar berantai, terutama dalam aplikasi pesan lintas platform yang banyak digunakan. "Sekarang itu hampir setiap orang punya WhatsApp dan punya grup. Nah, di grup inilah sering kita temukan informasi hoax yang jarang dicerna tapi langsung dibagikan lagi," ujarnya ketika ditemui di Depok, Selasa, 8 November 2016.
Dia mengimbau siapa pun untuk membaca dengan saksama hingga mengkroscek ulang kebenaran setiap informasi yang diterima sebelum disebarkan kembali. Menurut dia, tidak semua masyarakat Indonesia siap dengan konsekuensi dampak informasi bohong. Apalagi, kata dia, saat ini sedang berlangsung kampanye pemilihan kepala daerah saat pesan tak bertanggung jawab banyak berseliweran di linimasa.
"Jadi masing-masing agar bertanggung jawab sebelum atau sesudah menyebar informasi. Pastikan info yang akan disebar itu berdampak baik atau buruk. Jangan sampai, gara-gara info hoax, NKRI jadi terbelah," katanya.*