TEMPO.CO, Jakarta - Pengajar senior di Fakultas Kedokteran Universitas Hamburg ini meminta perempuan yang mengalami gejala-gejala tersebut segera memeriksakan diri ke dokter. Terlebih, mereka yang punya riwayat keluarga dengan kanker payudara, kanker kolorektal, atau kanker ovarium. "Karena ada faktor keturunan," katanya.
Identifikasi awal merupakan langkah penting untuk menangani penyakit mematikan ini. "Kalau ketahuan di stadium awal, 90 persen bisa disembuhkan," ujar Mahner.
Caranya dengan pembedahan. Menurut Andrijono, guru besar ilmu kedokteran Universitas Indonesia, operasi merupakan perawatan dasar untuk kanker. Kemudian dilanjutkan dengan kemoterapi, radioterapi, terapi hormon, atau terapi target. "Tergantung stadium dan anak sebar kanker," ujar pakar onkologi ini.
Hanya, dari temuan dokter Andrijono, jarang sekali ditemukan pasien dengan stadium 1. "Kalaupun ada, hanya karena kebetulan," kata sang profesor. "Rata-rata pasien yang datang sudah stadium 3." Di level tersebut, kanker sudah menyebar ke luar panggul, tempat asal ovarium.
Selain sudah lanjut, Andrijono melanjutkan, angka kekambuhan kanker indung telur tergolong tinggi. Biasanya muncul setelah menjalani tiga tahun terapi. Penyebab sel kanker kembali hidup bisa dari tumor sisa terapi, sel kanker yang dorman-tidur atau sebelumnya tidak tumbuh-dan kanker stem cell. Stem cell atau sel punca merupakan sel yang belum berdiferensiasi dan bisa berkembang menjadi berbagai jenis sel. "Soal stem cell ini masih teori baru, muncul pada 2010," kata dokter Andrijono. Risiko kekambuhan ini sering muncul pada mereka baru berobat setelah stadium 3.
Kabar baiknya, ada harapan baru yang bisa menangani penderita kanker ovarium, termasuk stadium lanjut. "Lewat terapi target," kata dokter Andrijono. Terapi target merupakan primadona baru dalam pengobatan kanker karena hanya menyasar sel yang sakit, berbeda dengan kemoterapi.
Obat terapi target, bevacizumab, mendapat persetujuan dari Badan Pengawas Obat dan Minuman per Oktober lalu. Terapi ini bersifat anti-angiogenesis. Artinya, kata Andrijono, bisa menghentikan proses pembentukan pembuluh darah baru oleh sel kanker.
Caranya dengan menyerang Vascular Endothelial Growth Factor, bagian sel yang berfungsi meningkatkan fungsi penyebaran, perpindahan, dan ketahanan hidup. Tapi ini bukan berarti, ketika sudah diberi obat, terapi target sel kanker akan hilang. "Tidak menjamin juga," ujar pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu.
Pasien tetap harus rajin kontrol, Andrijono melanjutkan, setelah menjalani terapi yang tarifnya mencapai Rp 20 juta untuk sekali penanganan tersebut. Pemeriksaan ini bertujuan memonitor dan memastikan sel ganas itu tidak muncul lagi di indung telur pasien.
KORAN TEMPO
Baca juga :
Waspada Cedera Panggul Sebelum dan Seusai Melahirkan
Ibu Perokok Berisiko Lahirkan Bayi Lelaki Bersperma Buruk
Pantau Periode Haid Usai Melahirkan