Perempuan Lebih Rentan Alami Inkontinensia, Ini Sebabnya
Reporter
Teras.id
Editor
Mila Novita
Kamis, 17 Oktober 2019 22:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Inkontinensia atau buang air kecil yang tidak bisa dikendalikan biasanya dialami orang berusia lanjut. Kondisi ini memang tidak menyebabkan kematian secara langsung, tapi sangat mengganggu.
Menurut para ahli, inkontinensia atau anyang-anyangan biasanya tak terjadi seketika, tetapi merupakan akumulasi kebiasaan buruk dari sejak muda. Misalnya sering menahan kencing atau malas buang air kecil. Bisa jugaa sering kencing tetapi yang keluar sedikit sedikit, atau lebih sering dikatakan ayang-ayangan.
"Inkontinensia memang banyak yang dialami orang yang usia lanjut, namun jangan salah ini akumulasi terjadi dari waktu muda, karena sering menahan dan malas buang air kecil atau mereka sering anyang-ayangan," kata dr Alwyn G Samuel. Spesialis urologi, pada acara "Confidence Day & Night", di Jakarta, Rabu, 16 Oktober 2019.
Dikatakan, inkontinensia harus diwaspadai karena ini bukan sekadar gangguan saluran kemih melainkan infeksi saluran kemih ringan yang harus ditangani secara serius.
"Jika infeksi saluran kemih yang dialami tak sampai dua kali selama setahun, berarti hal itu masih dalam batas normal. Jika sudah sampai tiga kali atau lebih dalam setahun, maka Anda harus waspada," ujarnya.
Dia menjelaskan penyebab anyang-anyangan yang paling sering terjadi adalah seringnya seseorang menahan buang air kecil, sehingga bakteri berkumpul dan berkembang di saluran kemih. Selain itu, kurang minum atau dehidrasi. Bahkan, Orang yang stres dan yang kurang minum menjadi pencetus terjadi anyang anyangan.
"Kencing yang tak terkontrol ini kadang terpicu oleh aktivitas-aktivitas kecil seperti batuk atau bahkan tertawa. Berdasarkan penelitian para ahli, perempuan nyatanya lebih kerap mengalami gangguan pada saluran kencing ini ketimbang laki-laki."
Dia menambahkan di Indonesia prevalensi atau jumlah perempuan yang menderita inkontinensia urine sebesar 5,8 persen, sedangkan pria hanya 5 persen. Pada wanita manula, bahkan prevalensi gangguan berkemih meningkat menjadi 35 persen-45 persen. Dalam ilmu kedokteran, inkontinensia urine terbagi menjadi tiga jenis. "Pertama, inkontinensia stres. Ini terjadi jika tekanan kandung kemih meningkat melebihi tekanan pada saluran kencing, yakni saat terjadi batuk atau bersin," kata dia.
Kedua, kata dr Alwyn adalah urge inkontinensia urine yang terjadi akibat aktivitas gerakan otot kandung kemih yang berlebihan yang mengakibatkan dorongan yang kuat untuk mengeluarkan urine. Biasanya ini muncul bila ada infeksi di kandung kemih. Yang ketiga adalah inkontinensia overflow. Pada kondisi ini, urine biasanya keluar secara terus-menerus karena kandung kemih penuh dan melebihi kapasitas.
TERAS.ID