Terapi Skoliosis Nonoperasi, Seperti Apa Itu?

Reporter

Bisnis.com

Rabu, 18 Juli 2018 07:55 WIB

Skoliosis

TEMPO.CO, Jakarta - Terapi nonoperasi menjadi harapan baru bagi pasien kelainan tulang belakang atau skoliosis. Terapi nonoperasi itu terdiri dari observasi, terapi, dan latihan fisik, serta penggunaan penunjang atau bracing.

Terapi alternatif dan komplementer terbukti bermanfaat untuk menghentikan perkembangan tulang pasien, membuat badan lebih seimbang, mengoreksi agar tampilan lebih baik, dan meningkatkan kualitas hidup pasien.

Artikel lain:
Penyakit Tulang Belakang Ini Banyak Menyerang Wanita, Apa Itu?
Penjelasan Spesialis Ortopedi Soal Kelainan Tulang Belakang
Skoliosis Rentan Dialami Remaja
Jangan Abaikan Penyakit Tulang Belakang, Ada yang Berujung Maut

Namun, penting untuk diingat bahwa deteksi dini secara akurat merupakan langkah penting yang harus dilakukan dalam perawatan skoliosis. Di samping itu penggunaan penunjang (bracing) yang tepat merupakan terapi yang signifikan untuk pasien skoliosis.

Tahapan diagnosa bracing harus dimulai dengan memindai tubuh secara akurat melalui alat 3 Dimensi menggunakan BraceScan (bukan menduga dengan tangan manusia). BraceScan menggabungkan pemindai laser full body 3D, sinar - X, dan foto postur tubuh.

Advertising
Advertising

Setiap brace dirancang khusus untuk individu menggunakan Computer Aided Design(CAD) dan kemudian dibuat dengan Computer Aided Manufacture (CAM).

Ahli fisiologi dan anatomi Labana Simanihuruk mengatakan bahwa brace secara klinis telah terbukti dapat mengurangi lengkung atau kurva pada kasus umum skoliosis dan kifosis, mengurangi sakit, memperbaiki postur tubuh, memperlambat pertumbuhan kurva pada anak, memperbaiki bentuk tubuh dengan mengurangi tonjolan tulang iga serta mensejajarkan bahu dan pinggang.

Brace sangat berperan mengoreksi kurva, terutama bagi pasien yang memiliki kurva lebih dari 30 derajat dan ditambah melakukan exercise sesuai bentuk kurva, bukan exercise konvensional,” ujarnya.

skoliosis

Dr. dr. Ninis Sri Prasetyowati, Sp. KFR, konsultan ahli dari Klinik Scoliosis Care mengatakan masyarakat masih kurang menyadari tentang pentingnya edukasi scoliosis. Padahal prevalensi skoliosis makin meningkat yaitu sekitar 3 persen di dunia dan 4 persen hingga 5 persen di Indonesia.

Skoliosis dapat terjadi sejak balita dan anak-anak, yaitu usia 0-3 tahun (infantile), 4-9 tahun (juvenile), 10-19 tahun (adolescent), dan lebih dari 19 tahun (adult).

“Progresivitas skoliosis terjadi pada umur 10 hingga 18 tahun. Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, skoliosis lebih banyak terjadi pada perempuan. Dari keseluruhan skoliosis yang terjadi, sebanyak 80 persen merupakan skoliosis idiopatik,” ujarnya.

Skoliosis merupakan kelainan pada rangka tubuh yang berupa kelengkungan tulang belakang. Skoliosis dapat terjadi pada anak-anak dan dewasa. Pada anak-anak, skoliosis dapat berubah menjadi kondisi yang serius seiring dengan pertumbuhannya.

Skoliosis juga dapat terjadi pada orang dewasa yang tidak memiliki sejarah kondisi ini, dikarenakan degenerasi pada tulang belakang dan faktor usia yang bertambah tua. Jika skoliosis dapat terdeteksi atau ditemukan lebih awal, pasien dapat menghindari gejala-gejala kondisi yang lebih parah.

Bila dibiarkan saja tanpa penanganan atau perawatan, skoliosis terkadang perlu tindakan pembedahan.

Berita terkait

Mengenal terapi Chiropractic, Apakah Pijat Kretek Aman Dilakukan?

8 hari lalu

Mengenal terapi Chiropractic, Apakah Pijat Kretek Aman Dilakukan?

Chiropractic merupakan salah satu metode pengobatan terapi manual yang awal mengenalnya sebagai pijat kretek. Amankah?

Baca Selengkapnya

7 Cara Berhenti dari Kecanduan Judi Online

8 hari lalu

7 Cara Berhenti dari Kecanduan Judi Online

PPATK menemukan bahwa 3,2 juta warga Indonesia menjadi pemain judi online dengan perputaran uang mencapai Rp 100 triliun. Ini 7 cara berhenti main judi online.

Baca Selengkapnya

Mengenal Anemia Aplastik, Penyakit Langka yang Diidap Mendiang Babe Cabita

24 hari lalu

Mengenal Anemia Aplastik, Penyakit Langka yang Diidap Mendiang Babe Cabita

Anemia aplastik merupakan penyakit langka yang terjadi ketika sumsum tulang tidak dapat memproduksi sel darah dan trombosit yang cukup.

Baca Selengkapnya

Terapi Kesehatan yang Sempat Viral dan Masih Populer

58 hari lalu

Terapi Kesehatan yang Sempat Viral dan Masih Populer

Berikut lima tren kesehatan yang sempat viral dan masih populer sampai sekarang. Ingat, tak semua baik dilakukan dan cocok untuk setiap orang.

Baca Selengkapnya

Makna Menangis dari Sisi Ilmiah, Benarkah Ada Gunanya?

19 Februari 2024

Makna Menangis dari Sisi Ilmiah, Benarkah Ada Gunanya?

Banyak hal terkait menangis dari sisi ilmiah, termasuk melepaskan hormon bahagia yang membantu mengobati luka dan meredakan stres. Adakah gunanya?

Baca Selengkapnya

Bisakah Hasil Hipnosis Diandalkan? Simak Penjelasan Berikut

16 Februari 2024

Bisakah Hasil Hipnosis Diandalkan? Simak Penjelasan Berikut

Hipnosis bisa digunakan untuk membantu mengatasi rasa sakit atau kecemasan, bisa juga membantu mengubah perilaku berbahaya. Optimalkah hasilnya?

Baca Selengkapnya

5 Terapi Penting untuk Tumbuh Kembang Anak

5 Februari 2024

5 Terapi Penting untuk Tumbuh Kembang Anak

Untuk membantu meningkatkan kemampuan anak, ada sejumlah terapi yang bisa dilakukan.

Baca Selengkapnya

Membaca Buku Bisa Meminimalisasi Kesehatan Mental, Lebih Efektif Daripada Mendengarkan Musik

27 Januari 2024

Membaca Buku Bisa Meminimalisasi Kesehatan Mental, Lebih Efektif Daripada Mendengarkan Musik

Selain menambah wawasan, membaca buku dapat membantu penurunan dalam kesehatan mental, seperti stres dan demensia.

Baca Selengkapnya

5 Manfaat Membuat Kue sebagai Terapi

16 Januari 2024

5 Manfaat Membuat Kue sebagai Terapi

Membuat kue saat mengisi waktu luang bermanfaat sebagai terapi untuk melepas penat dan menyegarkan pikiran

Baca Selengkapnya

Waspada, Pasien di ICU Rentan Alami Resistensi Antimikroba

10 Desember 2023

Waspada, Pasien di ICU Rentan Alami Resistensi Antimikroba

Pasien ICU rentan mengalami resistensi antimikroba. Kondisi ini terjadi karena berbagai faktor. Apa saja faktornya?

Baca Selengkapnya