Seksisme Merugikan Perempuan? Ini Penjelasan Aktivis Kesetaraan
Reporter
Non Koresponden
Editor
Yayuk Widiyarti
Jumat, 24 November 2017 15:05 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketika kita menghadiri sebuah workshop atau forum diskusi, sering kali pembicara atau panelisnya semua laki-laki, baik itu diskusi tentang politik, perkembangan urban, pendidikan, atau pun isu kesehatan mental. Hal ini merupakan masalah universal yang akhirnya mendorong seorang matematikawan Universitas British Columbia, Greg Martin, membuat formula matematis untuk membuktikan bahwa acara yang semua panelisnya laki-laki, disebut ‘manel’, bersifat seksis.
Di Indonesia pun laki-laki masih mendominasi panggung, membuat perempuan kurang terwakili akibat persepsi perempuan kurang memenuhi syarat dibandingkan dengan laki-laki sebagai pembicara. Tunggal Pawestri, yang bekerja pada sebuah lembaga pembangunan internasional, menyadari fenomena ini selama bertahun-tahun.
“Saya bekerja sama dengan organisasi masyarakat sipil, dan salah satunya untuk kesetaraan gender. Banyak program diciptakan untuk mengatasi ketidakseimbangan akses, partisipasi, dan representasi perempuan di berbagai bidang,” kata Tunggal pada Magdalene.
“Meskipun telah banyak intervensi untuk mengatasi masalah ketidaksetaraan gender dalam masyarakat sipil, saya masih menemukan banyak institusi menyelenggarakan diskusi, workshop, atau seminar dengan pembicara yang semuanya laki-laki,” ungkapnya.
Ketika hal ini terjadi, ia akan menghubungi panitia untuk mengingatkan mereka tentang pentingnya menyediakan tempat untuk perempuan di kapasitas publik sehingga sudut pandang dan ide-ide mereka juga dapat didengar. Ia pun memutuskan untuk mengajak organisasi-organisasi ini secara publik melalui projek Panel Laki dengan membuat akun media sosial @lawanseksisme di Instagram dan @PanelLaki di Twitter.
Melalui akun-akun ini ia membagikan poster dan foto-foto undangan yang semua panelisnya laki-laki.
“Seksisme sangat berakar kuat sehingga ketika waktunya untuk memilih panelis, panelis wanita dipandang sebelah mata dan seringkali terlupakan. Tidak bisa dipungkiri bahwa patriarki menyebabkan laki-laki dianggap lebih mampu untuk memasuki ruang publik. Konstruksi sosial seperti ini harus segera diakhiri,” ujarnya.
Artikel lain:
Dua dari Lima Perempuan Usia Produktif Kena Diabetes
Perempuan Zodiak Pisces Paling Pandai Bahagiakan Pasangannya
Perempuan Browsing 1,5 Kali Lebih Lama, Apa yang Dipertimbangkan?
Ia mengenang satu waktu membaca halaman depan sebuah surat kabar paling penting di Indonesia, “Pancasila Jangan Jadi Slogram Kosong” yang membahas ideologi negara menjadi sekadar slogan karena bangsa ini terbagi oleh garis agama dan ras lebih dari sebelumnya. Dan ternyata, semua narasumber yang diwawancarai dan dikutip oleh surat kabar tersebut adalah laki-laki.
Sejak awal bulan ini akun Instagram Panel Laki telah membagikan 30 foto poster dengan panelis laki-laki. Meskipun ia yang memprakarsainya, Tunggal mengatakan Panel Laki adalah proyek bersama.
"Kami bertujuan bukan hanya untuk meningkatkan kesadaran tapi juga mengingatkan orang bahwa perempuan penting untuk tampil di depan umum dan suara mereka harus didengar. Dengan memperluas ruang perempuan untuk berbagi pemikiran dan berkontribusi pada pembangunan, kita dapat mengurangi ketidaksetaraan gender," katanya.
Tunggal menambahkan alasan utama dibalik kurangnya representasi perempuan dalam diskusi adalah banyak pakar perempuan tidak dikenal ke publik. Untuk mengatasi masalah ini, pada 2016 institusinya membuat situs womenunlimites.id. Ini adalah situs yang menampilkan perempuan Indonesia yang ahli dalam bidangnya,” kata Tunggal.
Women Unlimites adalah bagian program kepemimpinan perempuan yang diprakarsai oleh Hivos Asia Tenggara. Situs ini bertujuan untuk menjawab kebutuhan keterlibatan perempuan baik dalam diskusi, seminar atau workshop. Perempuan-perempuan ini dikelompokkan dalam enam kategori mulai dari hak asasi manusia, lingkungan, seksualitas, hingga berpendapat. Yang terakhir adalah untuk perempuan yang mendorong seni dan budaya serat kebebasan berbicara.
Dengan mengumpukan para pakar perempuan ini, panitia dapat menemukan panelis atau pembicara yang mereka butuhkan untuk acara mereka dengan mudah dengan bantuan administrator situs.
“Kita harus selalu mengambil langkah kecil menuju kesetaraan. Saya tidak berharap akun ini akan menghentikan ‘manel’ sama sekali, tapi jika hal ini membuat orang-orang berpikir tentang keberagaman dengan lebih serius dan setidaknya membuat beberapa orang berkomitmen untuk tidak lagi membuat acara dengan semua panelisnya laki-laki, saya akan sangat bahagia,” ujar Tunggal
DWI NUR SANTI