Hari Batik Nasional, Kenapa Anak Muda Tak Berminat Jadi Pembatik?

Reporter

Rini Kustiani

Editor

Rini Kustiani

Senin, 2 Oktober 2017 11:52 WIB

Seorang perajin mewarnai kain batik khas Betawi menggunakan canting di kawasan Terogong, Cilandak, Jakarta, 8 September 2017. Langkanya minat pembatik ini mendorong minat Siti Laela untuk mendirikan sanggar yang memproduksi batik Betawi sekaligus menjadi

TEMPO.CO, Jakarta - Batik Indonesia telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO. Mesk begitu, masih sedikit generasi muda yang mau meneruskan pekerjaan membatik. Usia rata-rata pembatik kini di atas 50 tahun. Bahkan, di sejumlah desa, di atas 65 tahun.

Jumlah pembatik juga tak kalah menyedihkan. Peneliti batik, William Kwan, mengatakan pembatik motif Djarot Asem, yang sekilas mirip batik Yogyakarta dan Solo (batik Sogan), tinggal dua orang. Sedangkan pembatik Sogan hanya 10-15 orang. "Dan usianya paling muda 65 tahun," katanya.

Baca juga:
Hari Batik Nasional, Dicari Generasi Pembatik
Hari Batik Nasional, Motif Batik Jadi Sandi Perang Diponegoro
Hari Batik Nasional,Ada Motif Batik Happy Djarot dan Veronica Tan

William mengungkapkan, pekerjaan membatik belum berhasil menarik minat generasi muda. Penyebabnya, antara lain, rendahnya harga jual batik tulis. Padahal proses pembuatan selembar batik tulis bisa memakan waktu berbulan-bulan. Itu masih ditambah dengan waktu tunggu sekitar enam bulan hingga kain terjual. "Harga di bawah Rp 500 ribu tidak pantas untuk selembar batik tulis," tuturnya. Dia beralasan, upah minimum regional tenaga kerja di Batang saat ini saja sudah senilai Rp 1,6 juta per bulan. Upah itu berlaku pula di perusahaan garmen atau sektor modern lainnya.

Persoalan itulah yang menjadi tantangan bagi William dan anggota komunitas Batik Redaya, yang bergerak di bidang pelestarian dan pengembangan batik. Komunitas ini beranggotakan profesional batik. "Kami melakukan revitalisasi di Batang dalam dua tahun terakhir ini," dia mengungkapkan.

Advertising
Advertising

Menurut William, anggota komunitas Batik Redaya melakukan pendampingan di Desa Kalipucang Wetan, di pinggiran Kota Batang, yang dikenal sebagai daerah tempat tinggal komunitas Islam Rifa’iyah. Di desa ini didirikan Kelompok Usaha Bersama Tunas Cahaya, yang bekerja membantu generasi muda pembatik.

Ketua Kelompok Perajin Batik Rifa’iyah, Miftahutin, menuturkan tradisi membatik sudah ada di Kalipucang sejak ratusan tahun silam. Kendati tradisi tersebut masih bertahan, kata dia, hanya segelintir anak muda yang mau membatik. "Jumlahnya tidak lebih dari lima orang. Mereka lebih tertarik terjun ke dunia yang cepat mendatangkan uang," kata Miftah.

Total sekarang terdapat 140 warga Kalipucang yang masih teguh meneruskan budaya membatik. Sebanyak 86 orang di antaranya menjadikan batik sebagai pekerjaan. Sisanya menganggap membatik hanya sebagai pekerjaan sampingan.

William berujar, pada 2006 Batik Redaya telah merevitalisasi batik Lasem dengan mendirikan Kelompok Usaha Bersama Srikandi Jeruk, di Desa Jeruk, Kecamatan Pancur, Kabupaten Rembang. Perempuan di desa itu secara turun-temurun bekerja sebagai pembatik untuk menambah penghasilan keluarga. Mereka bekerja di rumah masing-masing atau di rumah juragan batik di Lasem dan desa-desa sekitarnya. Saat ini sudah terdapat tiga orang anggota Srikandi Jeruk yang aktif dalam usaha batik.

Warga Desa Karas Kepoh, Kecamatan Pancur, Temok, 59 tahun, mengaku sudah lebih dari 40 tahun bekerja sebagai perajin batik. Perempuan itu mengatakan belum akan pensiun sebagai perajin. Sebab, dengan membatik, ia bisa menyekolahkan kedua anaknya. Temok juga berharap generasi muda mau meneruskan tradisi membatik. "Membatik itu pekerjaan seni. Harus dilakukan dengan perasaan, tidak boleh buru-buru," ucapnya.

Selain mengajak anak muda membatik, William meminta para pembatik yang telah berusia lanjut di Batang dan Lasem untuk melukiskan kembali motif-motif yang pernah dibuat sepanjang kariernya. Hasilnya, seorang pembatik mampu mengingat dan melukiskan 49 motif yang telah dikerjakannya selama ini. "Ini adalah upaya kami agar motif batik bisa lestari," kata dia, seraya menunjukkan kain dengan 49 motif.

William juga mengimbau pedagang batik agar menjual kain dengan harga yang layak. "Kalau murah ya murah, jangan dimahal-mahalin. Demikian pula sebaliknya. Harus ada keadilan untuk semua pelaku," dia mengungkapkan.

MUHAMMAD IRSYAM FAIZ | SUJATMIKO | MARTHA WARTA SILABAN

Berita terkait

Jogja Fashion Week 2024 Bakal Libatkan 100 Produsen Fashion dan 112 Desainer

4 hari lalu

Jogja Fashion Week 2024 Bakal Libatkan 100 Produsen Fashion dan 112 Desainer

Puncak acara Jogja Fashion Week akan diadakan di Jogja Expo Center Yogyakarta pada 22 - 25 Agustus 2024.

Baca Selengkapnya

5 Rekomendasi Tempat Sewa Kebaya di Jakarta yang Bagus

4 hari lalu

5 Rekomendasi Tempat Sewa Kebaya di Jakarta yang Bagus

Untuk acara pernikahan atau wisuda, Anda dapat menyewa kebaya agar lebih hemat. Berikut ini rekomendasi tempat sewa kebaya di Jakarta.

Baca Selengkapnya

Startup Asal Bandung Produksi Material Fashion Berbahan Jamur, Tembus Pasar Singapura dan Jepang

8 hari lalu

Startup Asal Bandung Produksi Material Fashion Berbahan Jamur, Tembus Pasar Singapura dan Jepang

Startup MYCL memproduksi biomaterial berbahan jamur ramah lingkungan yang sudah menembus pasar Singapura dan Jepang.

Baca Selengkapnya

Pentingnya Peran Perempuan Dalam Keluarga dan Dunia Profesional

8 hari lalu

Pentingnya Peran Perempuan Dalam Keluarga dan Dunia Profesional

Refleksi terhadap dinamika peran perempuan dalam berbagai aspek kehidupan dalam memperingati Hari Kartini.

Baca Selengkapnya

Tampil Menarik Itu Menyakitkan, Ternyata Penyebabnya Pakaian

10 hari lalu

Tampil Menarik Itu Menyakitkan, Ternyata Penyebabnya Pakaian

Dalam beberapa kasus ingin tampil menarik dengan pakaian tertentu tapi justru berdampak pada kesehatan. Berikut penyebabnya.

Baca Selengkapnya

Gen Z Dikenal Selalu Ingin Memaknai Hidup

12 hari lalu

Gen Z Dikenal Selalu Ingin Memaknai Hidup

Karakter Gen Z berevolusi menjadi pribadi yang lebih sadar untuk memaknai kehidupan tidak mementingkan kebahagiaan sendiri.

Baca Selengkapnya

Bamsoet Dukung Fashion Show Kain Tradisional Indonesia di San Polo Italia

13 hari lalu

Bamsoet Dukung Fashion Show Kain Tradisional Indonesia di San Polo Italia

Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo atau Bamsoet, mendukung rencana pagelaran fashion show oleh Dian Natalia Assamady bertajuk "Keindahan Karya Kain. Tenun dan Batik Ku Indonesia".

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Pakai Kain Batik pada Hari Terakhir di Washington, Hadiri 3 Pertemuan Bilateral

14 hari lalu

Sri Mulyani Pakai Kain Batik pada Hari Terakhir di Washington, Hadiri 3 Pertemuan Bilateral

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengenakan kain batik pada hari terakhirnya di Washington DC, Amerika Serikat, 21 April kemarin.

Baca Selengkapnya

4 Tips Tingkatkan Performa Setelah Libur Lebaran

15 hari lalu

4 Tips Tingkatkan Performa Setelah Libur Lebaran

Simak tips meningkatkan semangat bekerja setelah libur lebaran agar kamu lebih fresh.

Baca Selengkapnya

Tampil Kasual dengan Baju Flanel

17 hari lalu

Tampil Kasual dengan Baju Flanel

Baju flanel dapat dibeli baik di toko fisik ataupun toko online seperti Shopee

Baca Selengkapnya