TEMPO.CO, Jakarta - Selain ektrover dan introver ternyata ada jenis kepribadian lainnya, yakni, ambiver. Jika ekstrover cenderung menyukai keramaian dan introver cenderung merasa nyaman di suasana yang tenang, maka ambiver bisa beradaptasi di kedua lingkungan tersebut.
Studi mengenai ambiver dilakukan pertama kali oleh psikiater asal Swiss, Carl Gustav Jung, pada 1920. Namun baru pada 1940 ia mampu menjelaskan jenis kepribadian ambiver secara rinci.
Dalam buku Psychological Types, Jung menulis bahwa jumlah orang berkepribadian ambiver lebih banyak ketimbang ekstrover dan introver.
“Ia (ambiver) merupakan kelompok menengah yang luas,” ucap Jung.
Pendapat Jung diperkuat hasil penelitan Dr. Adam Grant, psikolog asal Universitas Pennsylvania. Ia menegaskan, setengah hingga dua per tiga populasi manusia memiliki kepribadian ambiver.
“Kira-kira hanya sepertiga dari penduduk dunia yang memiliki kepribadian ekstrover dan introver yang dominan,” ungkap Adam.
Kenapa jumlah orang berkepribadian ambiver lebih besar? Pada dasarnya, tidak ada orang yang 100 persen introver ataupun ekstrover. Jung menyebut, setiap orang sebenarnya memiliki sisi ekstrover maupun introver tetapi dengan kadar yang berbeda-beda.
“Tidak ada orang yang introver murni atau ekstrover murni. Jika ada, orang seperti itu akan berada di rumah sakit jiwa,” ungkap Jung.
Berita lainnya:
6 Ramuan yang Bikin Payudara Kencang Secara Alami
Bukan Rehabilitasi yang Bikin Sammy Simorangkir Lepas dari Narkoba
Dilarang Memencet Komedo, Ini Alasannya