TEMPO.CO, Jakarta - Mengukur tekanan darah secara mandiri akan membantu mendeteksi berbagai penyakit, terutama hipertensi. Apalagi saat ini banyak alat yang bisa digunakan untuk mengukur tekanan darah secara akurat.
Dokter spesialis jantung Siska Suridanda Danny menjelaskan, memeriksa tekanan darah secara mandiri sangat penting, terutama bagi mereka yang memiliki faktor risiko hipertensi. Pemeriksaan juga bisa dilakukan dengan mudah menggunakan sejumlah alat yang umum dijual di pasaran.
“Cara ini membantu sekali dalam memberikan diagnosis hipertensi lebih dini sehingga bisa cepat ditanggulangi,” ujarnya.
Biarpun sudah diperiksa di rumah sakit atau klinik, pemeriksaan mandiri juga perlu dilakukan. Pasalnya, dalam dunia kedokteran dikenal istilah white coat hypertension, yakni kondisi tekanan darah seseorang yang tinggi ketika diukur di depan dokter, tapi menjadi normal jika diukur di rumah. Penyebabnya adalah rasa cemas ketika berada di rumah sakit yang dapat mempengaruhi hasil tekanan darah.
Siska menjelaskan, pemeriksaan secara mandiri di rumah lebih mencerminkan kondisi sehari-hari. Bagi mereka yang sedang menjalani pengobatan, pemeriksaan secara mandiri juga membantu penentuan jenis dan dosis obat tertentu. Namun, Siska mengingatkan, pemberian dosis obat dan tata cara pemeriksaan ini tetap harus dikonsultasikan dengan dokter.
Terkait dengan alat yang digunakan, sebaiknya dikonsultasikan dengan dokter. Siska menuturkan beberapa orang membutuhkan alat khusus yang sesuai dengan kondisinya.
Walau menjadi salah satu penyakit yang banyak diderita masyarakat, kesadaran terhadap hipertensi masih minim. Menurut dokter spesialis penyakit dalam, Yuda Turana, pengetahuan masyarakat dan tenaga kesehatan di Indonesia soal hipertensi saat ini masih rendah.
Menurut riset, 60 persen penderita hipertensi justru tidak sadar bahwa mereka memiliki penyakit tersebut. Adapun 80 persen di antaranya tidak mengontrol tekanan darah.
Hipertensi sebenarnya bukan tanpa gejala. Beberapa pengidap penyakit ini biasanya mengalami sakit kepala, terutama di bagian belakang pada pagi hari, pusing, vertigo, telinga berdengung, dan gangguan penglihatan.
Hipertensi juga menimbulkan sejumlah gejala, seperti jantung berdebar, sulit bernapas setelah bekerja keras, mudah lelah, wajah memerah, dan hidung berdarah. “Hipertensi bisa disebabkan faktor genetik dan faktor lingkungan,” kata Yuda.
Ia menjelaskan, hipertensi biasanya menyerang pada usia 35-55 tahun. Hipertensi juga bisa diturunkan secara genetik. Dari lingkungan, faktor yang mempengaruhi antara lain makanan, obesitas, dan kondisi penyakit lain, seperti diabetes melitus.
Hipertensi bisa meningkatkan risiko stroke, gagal ginjal, dan gagal jantung. Jika di dalam tubuh juga ditemukan kadar kolesterol dan gula darah yang tinggi, kemungkinan terserang penyakit jantung akan semakin besar.
Artikel lain:
Sambil Duduk di Toilet, Coba Lakukan 7 Kegiatan Produktif
Yoga Prenatal, Apa Saja yang Harus Diperhatikan?
Cara Unik Narsih Membatik, Pakai Daun dan Palu