TEMPO.CO, Jakarta – Jika Anda berpikir hanya barang mewah yang bisa menjadi produk ekspor unggulan, Anda salah besar. Ida Widyastuti, pendiri PT Mekarsari Mustika Raya di Sidoarjo, Jawa Timur, berhasil membuktikannya. Setiap bulan, Ida mampu mengekspor 3–5 kontainer sambal dan keripik pisang ke berbagai negara di Asia hingga Timur Tengah.
Keberhasilan itu diraih Ida bukan dalam waktu satu malam. Sejak kecil hingga lulus SMA, wanita kelahiran Jombang pada 1974 itu hidup dalam kemiskinan. Pekerjaan berat menjadi buruh tani dilakoninya sejak usia dini. Lulus SMA, nasibnya tak banyak berubah karena menjadi buruh kecil di Batam gajinya terbilang kecil, yakni Rp 157 ribu per bulan pada 1997.
Berharap bisa mengubah nasib, Ida lalu mengikuti kuliah D-1 perhotelan di Bandung agar bisa bekerja dengan gaji yang layak di kapal pesiar. Namun jalan hidup berkata lain. Ia justru malah bertemu dengan pujaan hatinya, lalu menikah. Meski begitu, ia tak serta-merta menanggalkan harapannya untuk mengubah nasib.
Ida sempat menjajaki berbagai macam bisnis dan sempat sukses menjadi pedagang emping hingga mampu menjual 500 ton emping per bulan. Namun prospek bisnis emping dirasanya kurang baik seiring isu kesehatan yang menyertainya. Ia pun banting setir menjual keripik pisang. Idenya pun ia dapatkan secara mendadak dan tak direncanakan. “Saat ke rumah saudara, tak sengaja saya lihat ada pisang tanduk menganggur. Saya lalu belajar mengolahnya,” ujarnya.
Jalannya ternyata tak mudah. Ia sempat uji coba membuat keripik pisang selama empat bulan hingga menelan biaya Rp 50 juta lebih. Setelah didapat formula menggoreng dan mengemas yang tepat, keripik pisang buatan Ida mulai dipasarkan dan sukses membetot permintaan. Sebagian besar dijual melalui pasar tradisional, hingga sekarang.
Ketika pemerintah Sidoarjo mengajaknya ikut pameran ke luar negeri, seperti Malaysia, Cina, Belanda, negara-negara Timur Tengah, Filipina, Jepang, Hong Kong, dan Dubai, ia langsung mengiyakan. Lagi-lagi ia sukses. Sejak 2005, ia berhasil menembus pasar Malaysia dengan volume satu kontainer keripik pisang setiap bulan. Setelah Malaysia, Ida kini mencoba membidik pasar Dubai, Filipina, Qatar, Oman, China, Hong Kong, dan Korea Selatan.
Selain keripik pisang tanduk, ia juga memproduksi keripik pisang kepok, keripik ubi ungu, keripik ubi kuning, keripik singkong, serta kerupuk. Tiga tahun silam, ia mulai memberikan merek Gobana untuk keripik pisangnya.
Ida, yang memang hobi memasak, tak hanya berhenti pada keripik. Ia berupaya memperluas bisnisnya dengan sambal. Ia meracik aneka sambal, seperti sambal belimbing wuluh, sambal bajak, sambal kemangi, sambal belut, sambal petis, dan sambal peda. Total 32 jenis sambal khas Nusantara yang diraciknya dengan merek Sambal Jeng Ida. Ia kembali mendulang sukses melalui ekspor sambalnya ke Korea Selatan, Hong Kong, Arab Saudi, dan Bahrain.
Ida mengungkap dua resep utama agar sukses menembus pasar ekspor. Yang pertama adalah rajin mengikuti pameran di luar negeri dan menggelar intelijen pasar. Kala berkunjung ke negara yang menjadi sasaran pasarnya, seperti Filipina, Vietnam, dan Thailand, Ida membeli keripik di pasar modern. Keripik itu dianalisis dalam hal rasa, mutu, dan kemasannya. Ia juga mencari tahu sistem pembayaran di kanal modern, regulasi dokumen yang diperlukan, dan sebagainya. Semua itu untuk merancang strategi menembus pasar di negeri tersebut.
Yang kedua, saat pameran, Ida menyewa penerjemah untuk memahami selera pasar. Ia juga mencari tahu informasi mengenai importir di negara tujuan ekspor dari Indonesia Trade Promotion Center (ITPC), Kementerian Perdagangan.
Ida berharap jangkauan penjualan produknya semakin luas dan menyasar bukan hanya warga Indonesia di luar negeri, tapi juga warga negara setempat.
Berita lainnya:
Pengalaman Buruk Atiqah Hasiholan Salah Pakai Make-Up
Amankah Perempuan Berwisata Sendiri?
Tatjana Saphira Ungkap Siapa Cinta Pertamanya