TEMPO.CO, Jakarta - Patricia Yora Wenas tak pernah terpikir untuk menjalani karir sebagai pilot. Tapi kenyataan berkata lain, perempuan dengan tinggi badan 165 sentimeter dan berat 48 kilogram itu, kini menjadi pilot Garuda Indonesia.
Saat masih duduk di bangku Sekolah Dasar, Yora bercita-cita ingin menjadi dokter. Namun, memasuki bangku SMA, pertemuannya dengan seorang pastor di gereja yang juga seorang psikolog, telah mengubah haluan hidupnya. “Dia kalau khutbah sangat menyentuh, pendekatan dan penyampaiannya bagus. Saya suka,” ujar Yora.
Kesempatan menjadi pilot datang bersamaan saat ayahnya yang juga penerbang memperlihatkan ada pendidikan beasiswa untuk sekolah pilot. “Saya coba saja, tapi tak berharap banyak mau masuk atau tidak,” ujar Yora. Meski tak terlalu berminat menjalani tes, rupanya Yora lolos menjadi salah satu penerima beasiswa pilot. Yora menjalani pendidikan pilot di Aeroflyer Institute, Curug.
Tiga bulan pertama menjalani pendidikan Yora mengaku sangat tertekan. Dia harus menyesuaikan diri berada di lingkungan yang dominan laki-laki. Belum lagi, menurut perempuan kelahiran Bogor, 7 November 1991, itu pandangan menganggap remeh terhadapnya selalu ada. “Stres banget, dari situ saya belajar kalau dunia laki-laki itu sangat berbeda,” ucap dia.
Perempuan yang berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Bung Karno ini tetap berpegang teguh pada pesan sang ayah, Herman Markus Wenas, yang mengajarkannya untuk tetap menjaga karakter perempuan. “Kata papa, meski bekerja di dunia laki-laki aku harus tetap feminin dan jangan kehilangan sisi kewanitaan aku,” ucap Yora.
Menggunakan make up saat bertugas menjadi salah satu prosedur tetap yang ia lakukan. Padahal menurut dia tak ada kewajiban bagi pilot perempuan untuk merias wajah. Untuk merias diri Yora pun dituntut untuk menyediakan waktu satu jam tambahan. Peralatan make up dan minyak telon pun menjadi barang yang jangan sampai ketinggalan setiap terbang.
Selain menggunakan make up, rupanya Yora pun pernah menggunakan high heels saat menerbangkan pesawat Cessna 150 dan Cessna 172 waktu masa pendidikan. Tapi, hal itu menurutnya masih nyaman dilakukan meski selama menjadi pilot di Garuda saat ini belum pernah ia coba lagi.
Sebelum di Garuda, pada tahun 2011 Yora lebih dulu bekerja di Batavia Air sebagai kelanjutan beasiswa pendidikan. Ia berkesempatan menerbangkan Airbus 320. Setahun bekerja di Batavia, sejumlah pilot Airbus disitusi ke maskapai Mandala karena merugi. Kontraknya di Batavia otomatis putus saat itu. Yora kemudian bergabung dengan Mandala dari 2012 hingga awal 2014.
Saat Mandala stop beroperasi, September 2014 Yora resmi menjadi pilot di Garuda dan menerbangkan Airbus 330. Perjalanannya menjadi pilot di beberapa maskapai memberikan banyak pelajaran berharga. Dalam rentang waktu tiga tahun Yora sudah merasakan menerbangkan pesawat berbagai jenis kelas dan pelayanan dari medium cost, low cost, hingga full service. “Makin besar kapasitas pesawatnya, tanggung jawab semakin besar untuk keselamatan penumpang di belakang saya,” kata Yora.
Saat ini Yora sudah teguh untuk berkarir di bidang penerbangan. Suatu saat, menurut dia, jika tak lagi menjadi pilot dengan pendidikan hukum yang ia pelajari saat ini, Yora ingin mendalami karir di bidang hukum penerbangan.
KORAN TEMPO | AISHA SHAIDRA
Berita lainnya:
Yuk, Ajari Anak Mengelola Uang
Tip Buat Hijaber Tampil Oke di Malam Hari
5 Tipe Bokong dan Model Pakaian Dalam yang Cocok