TEMPO.CO, Jakarta - Menyusui merupakan investasi terbaik bagi ibu dan bayi. Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) sudah membuat standar menyusui, yakni satu jam pertama setelah lahir, enam bulan pemberian air susu ibu eksklusif, serta dua tahun pemberian ASI dengan makanan pendamping.
Baca juga:
Wah, Pakai Baju Seksi, Cita Citata Dianggap Lecehkan Perawat
TERJAWAB: Misteri Kamar 420 yang Bikin Bingung Tamu Hotel
Namun, kenyataannya, penggunaan susu formula di dunia masih tinggi. Penelitian tim Universitas Padjajaran, University of Waterloo, yang didukung Alive & Thrive dan UNICEF, menunjukkan angka penjualan susu formula terus meningkat. "Pada 2014, penjualan global dari susu formula sekitar 44,8 miliar dolar Amerika Serikat, dan diperkirakan pada 2019 mencapai US 70,6 miliar dolar AS," kata Adiatma Siregar, anggota tim peneliti dari Universitas Padjajaran, dalam acara peringatan Hari Gizi Nasional di Jakarta, Maret 2016.
Indonesia, menurut Adiatma, menyumbang jumlah besar dalam angka tersebut. Tahun lalu, nilai penjualan susu formula di Tanah Air mencapai Rp 30,1 triliun. Angka ini jauh lebih tinggi dibanding di negara tetangga, misalnya Thailand (Rp 10 triliun) dan Vietnam (Rp 16,7 triliun).
Kebutuhan akan susu formula cukup signifikan dalam porsi pengeluaran keluarga, yakni sekitar 13,7 persen dari penghasilan. Pengeluaran tersebut mengacu pada nilai upah rata-rata orang Indonesia menurut Organisasi Buruh Internasional (ILO), yakni Rp 1,63 juta per bulan. "Kalau dari lahir sampai 5 bulan menggunakan susu formula, 25,93 persen gaji dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan ini."