TEMPO.CO, Jakarta - Sebagian orang tua cemas ketika hendak memasukkan anak mereka ke sekolah dasar. Pangkal kekhawatiran para orang tua antara lain syarat masuk sekolah dasar negeri, yakni usia anak minimal 7 tahun. Walhasil, ada yang memilih sekolah swasta sebagai solusi atau kembali mengulang aktivitas belajar di taman kanak-kanak (TK).
Untuk menjawab kecemasan itu, ada orang tua yang membawa anak mereka ke psikolog untuk mengetahui apakah buah hatinya sudah siap masuk sekolah formal dari sisi psikologi, selain kemampuan membaca, menulis, dan berhitung (calistung).
Psikolog pendidikan dari Universitas Indonesia, Dr Rose Mini A. Prianto, MSpi, berpendapat, secara umum anak pada usia 7 tahun memang telah memiliki kemampuan kognitif yang baik dan bersikap lebih mandiri. Namun, jika anak masih di bawah 7 tahun tapi kemampuan kognisi dan emosinya baik, tak ada salahnya masuk sekolah dasar.
"Bila si anak telah mengenal huruf, angka, dan sudah bisa menuliskannya dengan cara sederhana, boleh saja disekolahkan. Kenapa harus menunggu (usia) 7 tahun?" kata Rose Mini, yang biasa disapa Bunda Romi ini.
Di luar kemampuan itu, yang juga perlu dipertimbangkan adalah kemampuan berkonsentrasi dan kemandirian anak. Sebab, sementara di taman kanak-kanan jam aktivitas relatif singkat dan anak lebih banyak bermain, di SD porsi bermain akan jauh berkurang sehingga anak perlu berkonsentrasi dalam waktu lebih panjang.
Bunda Romi juga mengingatkan, kemampuan baca-tulis-berhitung diminta tak menjadi syarat bagi sekolah untuk menerima calon siswa. Sebab, idealnya kemampuan tersebut menjadi materi yang harus diajarkan para guru di kelas I. "Keliru kalau ada sekolah yang melakukan tes terhadap calon siswanya. Saya tidak setuju ada tes," katanya.
Pemerintah tahun lalu telah menerbitkan Peraturan Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Pasal 69 peraturan itu, khususnya Pasal 4, menyatakan sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat wajib menerima warga negara berusia dari 7 sampai 12 tahun sebagai peserta didik hingga batas daya tampungnya. Berikutnya, pasal 5 menyatakan penerimaan peserta didik kelas I SD/MI atau bentuk lain yang sederajat tidak didasarkan pada hasil tes kemampuan membaca, menulis, dan berhitung atau bentuk tes lain.
Bunda Romi mengakui, di beberapa sekolah, ada yang melakukan tes dengan dalih bagian dari seleksi mengingatkan kapasitas kelas yang terbatas. Atau secara laten, ada sebagian guru yang malas untuk mengajari cara baca-tulis yang memang butuh ketekunan tersendiri.
Hal lain yang perlu diperhatikan orang tua adalah memilih sekolah. Untuk itu, perlu ada semacam school shopping atau melakukan survei ke sekolah-sekolah bersama anak. Dengan cara ini, orang tua dan anak bisa saling berbagi mana kira-kira sekolah yang cocok. "Jangan asal sekolah favorit, karena waktu belajar dan tanggung jawab terbesar tetap berada di rumah dan orang tua itu sendiri. Banyak kok orang yang sekolah di kampung kemudian sukses," kata Bunda Romi.
Sebelum memutuskan anak memasuki jenjang pendidikan dasar, ada baiknya orang tua memastikan anaknya sudah memiliki beberapa hal berikut ini.
1. Kemandirian dan kesiapan. Misalnya sudah bisa mengenakan pakaian sendiri, menyiapkan peralatan sekolah sendiri, mengeluarkan pendapat, memberi jawaban tanpa dibisiki atau dibimbing.
2. Kemampuan kognitif. Mengenali gambar, menghitung sederhana, membaca kata-kata sederhana.
3. Kemampuan afektif. Bernyanyi, bercerita, bermain peran.
4. Kemampuan psikomotor. Mewarnai, menggambar, memindahkan benda-benda di hadapannya.
KORAN TEMPO
Berita lainnya:
6 Alasan di Balik Kebohongan Pria
Penyebab Gangguan Bipolar pada Anak
Ladies, Perhatikan 5 Hal Ini Saat Sedang Haid