TEMPO.CO, Jakarta - Menopause dapat berdampak buruk pada kulit, antara lain penurunan produksi kolagen alami, penurunan tingkat kelembapan, pergantian sel lebih lambat, dan jerawat yang sulit diobati. Jerawat ini mungkin agak mengejutkan karena kebanyakan orang berpikir tidak akan dialami di usia paruh baya. Faktanya itu bisa kembali.
Jerawat menopause sedikit berbeda dengan jerawat muda. Penurunan estrogen dapat membuat kulit terasa kering, membuat jerawat terasa lebih menyakitkan, lebih lambat untuk sembuh, dan lebih cenderung meninggalkan bekas luka.
Baca juga:
Penyebab jerawat menopause
Menopause menyebabkan perubahan pada kadar hormon normal, menghasilkan rentetan efek samping, seperti kabut otak, hot flashes yang tidak terkendali, perubahan suasana hati, penambahan berat badan, kulit kering, dan penipisan rambut dan kerontokan. Tapi jerawat menopause adalah salah satu efek samping tak terduga yang membuat banyak orang di tahap kehidupan ini mencoba memahami apa yang terjadi pada kulit mereka.
Jerawat selama perimenopause atau menopause mencerminkan berkurangnya kadar hormon seks wanita, seperti estrogen dan progesteron. Dokter kulit bersertifikat Gary Goldfaden,mengatakan androgen (hormon pria) dapat menjadi tidak seimbang selama menopause. "Ada juga kortisol tingkat tinggi, hormon stres, selama perimenopause. Ketika meningkat, itu dapat menyebabkan produksi minyak berlebih, yang menyebabkan berjerawat."
Anthony Rossi, dokter kulit bersertifikat dan ahli bedah kulit juga mengatakan mungkin saja tidak mengalami jerawat saat remaja tetapi kemudian berjerawat ketika dewasa. "Tapi, di sisi lain, riwayat keluarga berjerawat mungkin mengisyaratkan pengaruh genetik terhadap jerawat Anda," ujar dia.
Jerawat menopause muncul sebagai lesi yang meradang yang, menurut Goldfaden, terjadi di dagu, garis rahang, dan area atas pipi dekat hidung.
Jika mengalami timbulnya jerawat, penting untuk mendiagnosisnya secara akurat. Pada orang menopause, mungkin ada kebingungan antara rosacea dan jerawat karena terlihat mirip. Tetapi setiap kondisi diperlakukan secara berbeda, jadi ada baiknya mengunjungi dokter kulit untuk diagnosis menyeluruh.
Cara Mengobati Jerawat Menopause
Perawatan kulit harian yang sehat sangat penting untuk membantu melawan jerawat. Goldfaden merekomendasikan untuk mencuci muka dengan pembersih yang mengandung asam alfa hidroksi dan menggunakan serum dan pelembap dengan asam salisilat untuk menargetkan bakteri di pori-pori.
"Pengelupasan, baik secara fisik atau kimia, adalah suatu keharusan untuk membersihkan minyak dan bakteri yang ada. Pengelupasan juga menghilangkan sel-sel kulit mati dan kering, menghambat munculnya jerawat di masa mendatang, dan merawat jaringan parut yang ada," tambahnya.
Perawatan wajah tingkat medis dengan pengelupasan kimiawi dan laser dapat membantu mengatasi jerawat jika krim atau perawatan lain tidak dapat menghilangkannya. Obat yang tersedia melalui dokter kulit, seperti antibiotik oral atau suntikan kortison (jika mengalami rasa sakit), adalah pilihan lain untuk jerawat yang membandel, yang mungkin bisa menyelamatkan kulit.
Apa pun tindakan yang direkomendasikan oleh dokter kulit, penting untuk tidak mengorek kulit atau mencoba memencet jerawat. "Melakukan hal itu akan memicu peradangan dan iritasi yang akan menyebabkan jerawat lebih lanjut, hiperpigmentasi dan berpotensi melukai kulit," kata Rossi.
INSTYLE
Pilihan Editor: Cara Menghilangkan Bekas Jerawat dengan Perawatan di Rumah