TEMPO.CO, Jakarta - Catcalling adalah sebuah fenomena yang tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di berbagai negara lainnya. Masih banyak orang yang memahami catcalling dengan salah, mereka menganggap cat calling adalah tanda bahwa korban menarik di mata pelaku. Padahal sebenarnya cat calling bukanlah suatu pujian melainkan pelecehan seksual.
Ketua Soliditas Perempuan Dinda Nuur Annisaa Yura mengatakan catcalling merupakan salah satu bentuk pelecehan seksual yang dilakukan secara verbal. Biasanya hal itu dilakukan ketika si korban, umumnya perempuan, sedang berjalan.
"Bentuknya, bisa seperti siulan, panggilan ataupun komentar yang bersifat seksual kepada perempuan yang sedang lewat/berjalan," kata Dinda saat dihubungi Tempo, Jumat 13 Maret 2020.
Pelecehan seksual secara hukum didefinisikan sebagai perilaku verbal atau fisik yang tidak diinginkan korban yang bersifat seksual. Itu bisa membuat orang merasa tidak aman, malu, tersinggung atau terintimidasi. Pelecehan seksual bisa terjadi kapan saja, di mana saja.
Dikutip dari Modern Intimacy catcalling adalah bentuk pelecehan yang dapat mencakup komentar atau suara siulan yang menjurus ke arah seksual yang ditujukan pada seseorang di tempat umum. Ini bisa termasuk membunyikan klakson mobil, gerakan dan pernyataan vulgar, menguntit, dan banyak lagi.
Ada berbagai jenis cat calling, tetapi dua bentuk yang paling umum adalah wolf-whistling (peluit dua nada yang berisi nada tinggi awal, diikuti dengan nada rendah) dan teriakan pujian. Catcalling dapat dilakukan dalam jarak dekat, ketika dua orang berbagi ruang kecil, tetapi lebih sering dilakukan ketika ada jarak antara orang-orang, seperti ketika seorang wanita berjalan oleh seorang pria atau sekelompok pria, atau seseorang yang lewat.
Dikutip dari Regian.us pada dasarnya, catcalling adalah bentuk objektifikasi catcalling tidak digunakan sebagai indikator kecerdasan, kehadiran pikiran, atau kebaikan bawaan seseorang, tetapi sebagai sarana untuk menunjukkan bahwa penampilan fisik seseorang dalam beberapa hal memikat atau menarik. Catcalling tidak harus menggunakan bahasa yang kasar atau kasar untuk dianggap cabul atau menyinggung. Ini sering bersifat fisik atau seksual dan lebih sering digunakan ketika laki-laki sedang berdua atau berkelompok, daripada ketika mereka sendirian
Beberapa orang menganggap catcalling hanya sebatas dari "main-main" atau "pujian yang tidak berbahaya." Pelaku yang melakukan catcalling di jalan menjadikan alasan ini untuk membenarkan perilaku mereka. Tetapi perhatian seksual yang tidak diminta tidak dapat diterima, dan tidak ada orang yang harus merasa tidak nyaman atau tidak aman ketika mereka berada di jalan.
Apa yang membuat pelecehan seksual begitu berbahaya adalah niat di balik kata-katanya. Melempar komentar yang tidak diinginkan tentang tubuh wanita untuk memujinya adalah salah. Catcall adalah bentuk objektifikasi seksual. Ketika objektifikasi terjadi, orang-orang diracuni menjadi lebih mementingkan bagian-bagian tubuh mereka. Pada akhirnya, orang akan cenderung menilai seseorang dari penampilan mereka daripada siapa mereka atau kinerja mereka di tempat kerja.
Dan catcalling tidak hanya merusak mental wanita tetapi juga melanggar haknya. Lagi pula, catcalling membuat seseorang merasa tidak aman di depan umum. Sebuah studi oleh University of Melbourne di Australia menunjukkan bahwa catcalling sangat umum sehingga wanita cenderung mengalaminya setidaknya sekali setiap dua hari.
Mencegah Catcalling
Hannah Al Rashid dikenal aktif menyuarakan kesetaraan gender, terutama yang berkaitan dengan pelecehan. Baru-baru ini, aktris Aruna dan Lidahnya itu mengalaminya. Ia menceritakannya dalam sebuah sebuah tweet pada Selasa, 10 Maret 2020.
Dalam unggahan tersebut, dia menceritakan bahwa ia menjadi korban catcalling di kawasan Cipete, Jakarta Selatan. Dia lalu mendekati pelaku hingga si pelaku kaget.
"Bapak suit-suit saya tadi? Itu adalah pelecehan verbal, jangan kayak gitu lagi, ya," tulis Hannah.
Si pelaku menunduk malu sambil mengatakan, "Iya, Mbak."
Tak banyak orang menyadari bahwa catcalling, seperti suitan atau menegur seseorang dengan niat menggoda merupakan bentuk pelecehan.
"Some of these men push their luck, some are just ignorant. Let’s educate them," tulis Hannah mengajak orang untuk berani speak up.
Lalu bagaimana mencegah catcalling? Menurut Dinda perlu diawali dari kesadaran bahwa catcalling merupakan persoalan yang sifatnya struktural. Tidak bisa dilihat secara kasus per kasus, dan individu per individu, melainkan sangat terkait pada budaya dan cara pandang di atas.
Secara strategi, penyebarluasan pemahaman dan perspektif terkait perempuan, keadilan gender dan feminisme harus dilakukan di sekolah-sekolah maupun ruang-ruang belajar lainnya. "Masyarakat juga perlu secara tegas dan berpihak pada korban ketika menyaksikan terjadinya catcalling, bukan malah mentoleransi dan menganggap kejadian ini sekadar candaan," ujar Dinda.
YOLANDA AGNE I EKA WAHYU PRAMITA
Baca: Jadi Korban Catcalling Hannah al Rashid Beri Pelajaran Si Pelaku
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.