Lebih lanjut dia menjelaskan, ASI diproduksi sesuai dengan kebutuhan bayi (supply and demand). Bagi ibu yang bekerja, tetap perlu memompa secara teratur saat tidak bersama bayi. Payudara harus benar-benar dikosongkan agar ASI terus berproduksi.
Ketika payudara benar-benar kosong, sel-sel payudara akan mengirimkan sinyal ke sel-sel otak untuk memproduksi ASI kembali karena bayi akan segera menyusu. Sel-sel otak akan merespons sehingga ketika bayi akan minum ASI, produksi ASI sudah tersedia.
"Tubuh akan mengikuti ritme bayi minum susu. Jadi, jika bayi terbiasa minum setiap dua jam, tubuh akan mengikuti ritme itu untuk memproduksi ASI saat payudara benar-benar kosong," ujar Ayudya.
Pengetahuan lain terkait menyusui yakni produksi ASI sama sekali tidak berhubungan dengan ukuran payudara dan ukuran tubuh ibu. Kondisi emosional dan asupan gizi ibulah yang justru mempengaruhi produksi ASI.
Di sisi lain, penggunaan botol atau dot dapat menyebabkan bingung puting dan mengganggu proses menyusui. Bagi ibu bekerja, pemberian ASI dengan cup feeder, sendok, spuit, pipet medis, dan spoon feeder lebih disarankan dibandingkan dengan memberi dot kepada bayi.
Ingatlah, menyusui pertama kali sebenarnya dimulai dari proses inisiasi menyusui dini (IMD). Menurut Ayudya, ada banyak manfaat yang diperoleh dari proses IMD yang optimal, antara lain: kontak kulit antara ibu dan bayi dapat mengatur suhu tubuh bayi dan memperkuat ikatan di antara mereka.
Selain itu, gerakan bayi saat berpijak dan menendang perut ibu dapat menstimulasi kontraksi rahim, saat bayi bergerak mencari aerola, gerakan membenturkan kepala ke payudara menyerupai pijatan untuk menstimulasi payudara.
Manfaat lainnya yakni bayi memperoleh kolostrum yang sangat baik untuk imunitas bayi dan IMD menjadi awal pemantapan proses menyusui.
“Di hari-hari awal setelah melahirkan, ibu sebaiknya fokus untuk membuat bonding dengan bayi, belajar untuk menyusui, belajar menggendong bayi, dan belajar mencari posisi yang nyaman untuk ibu dan bayi,” ujar dr. Ayudya.