TEMPO.CO, Ponorogo - Masih banyak perempuan yang tak menyadari kalau sedang hamil dan tiba-tiba panik ketika mengalami keguguran. Data Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas 2010 dari Kementerian Kesehatan menunjukkan keguguran dialami oleh empat persen dari perempuan menikah dengan rentang usia 10 sampai 59 tahun selama lima tahun terakhir.
Keguguran yang ditandai perdarahan hebat umumnya dialami pada masa hamil muda, yakni usia kandungan belum genap 20 minggu. Bobot janin juga belum sampai 500 gram. Nurul Istichanah, warga Kecamatan Babadan, Kabupaten Ponorogo, misalnya, tak sadar jika sedang hamil dan mengalami keguguran pada Oktober 2017.
Di satu pagi saat sedang memasak, Nurul terkejut karena darah mengalir deras dari kemaluannya. Perempuan ini panik bukan kepalang karena darah haid dia biasanya tak sebanyak itu. "Jangan-jangan aku keguguran," ucap Nurul menyampaikan dugaannya kepada Tempo, Selasa, 5 November 2019.
Dia memang tidak mengalami menstruasi selama dua bulan terakhir dan tidak menggunakan alat kontrasepsi, begitu juga dengan suaminya, Lukman Syaiful Anwari. Tapi dia belum yakin karena karena tidak merasakan tanda-tanda kehamilan, seperti mual dan pusing.
Ditemani Lukman, Nurul kemudian memeriksaan diri ke Rumah Sakit Umum (RSU) Muhammadiyah, Ponorogo, Jawa Timur. Hasil pemeriksaan menunjukkan Nurul mengalami keguguran. "Dokter bilang memang terkadang tidak ada tanda-tanda kehamilan, tapi sebenarnya hamil," ucap dia. Nurul menyesal karena tidak memperhatikan siklus datang bulannya dengan baik.
Selama tak sadar sedang hamil, Nurul menjalani aktivitas seperti biasa. Sebagai ibu rumah tangga, dia rutin mengantar dan menjemput anak pertamanya ke sekolah dan sibuk mengurus dagangannya yang dijual secara online.
Pengalaman serupa juga dialami Anita Mar’atul Jariyah. Dia mengalami keguguguran pada kehamilan keduanya, Februari 2017. Dari hasil pemeriksaan bidan, usia kandungannya hampir memasuki dua bulan. Setelah tahu keguguran, Anita merasa bersalah, menyesal, bingung, dan segala hal campur aduk dalam benaknya.
Dia menyesal karena tak menghiraukan hasil uji kehamilan instan atau test pack yang menunjukkan positif hamil. Anita tak mengacuhkan hasil test pack karena tidak merasa mual atau pusing sebagaimana ibu lainnya yang sedang hamil muda.
Selama hamil muda, Anita beraktivitas seperti biasa. Salah satunya menghidupkan mesin sepeda motor dengan starter kaki setiap kali hendak pergi maupun pulang mengajar di Pendidikan Anak Usia Dini yang tak jauh dari kediamannya. Dia juga mencuci pakaian dengan tangan dan mengangkat cucian menggunakan ember plastik untuk menjemur.
Ilustrasi keguguran. Shutterstock
Nurul dan Anita harus menjalani kuretase atau proses pembersihan sisa jaringan dari rahim dengan metode kuretase. Mendengar itu, Anita hanya meminta agar tiada efek samping dari kuretase. Musababnya, dia mendengar selentingan kalau proses kuretase membuat susah hamil kembali. "Apa enggak ada obat yang bisa menggantikan kuret?" kata dia.
Terlebih biaya yang dikeluarkan untuk proses pembersihan rahim di tempat praktik pribadi dokter yang disambanginya hampir Rp 3 juta. Namun di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lain dapat melayani peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Anita harus beristirahat selama beberapa hari setelah kuretase. Selang lima bulan kemudian, dia terlamat datang bulan dan hasil test pack menunjukkan positif hamil. Tak perlu menunggu gejala pusing atau mual, Anita langsung memeriksakan diri ke bidan.
Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Dinas Kesehatan Ponorogo, Jawa Timur, Lis Suwarni mengatakan kasus seperti Anita dan Nurul biasa terjadi di masyarakat. Salah satu faktor penyebab keguguran adalah ketidaktahuan dan mengabaikan fakta, seperti telat datang bulan dan test pack menunjukkan positif hamil.
Sebab lainnya, kata dia, infeksi virus, kelainan hormonal, gangguan nutrisi berat, penyakit menahun dan kronis, terbiasa minum minuman keras, merokok, dan penggunaan obat-obatan. Ada pula anomali uterus dan serviks, gangguan imunologis, serta trauma fisik dan psikologis dapat pula menyebabkan keguguran. "Asupan gizi ibu yang kurang dan anemia pun dapat meningkatkan potensi keguguran," ujar Lis di kantornya.
Sederet penyebab keguguran tadi dapat dicegah dengan mengubah perilaku ibu. Di antaranya menjaga kebersihan diri untuk mencegah infeksi, makan makanan bergizi, mengobati penyakit kronis. berhenti minum alkohol, berhenti merokok, berhati-hati dalam menggunakan obat-obatan, dan mengendalikan stres.
Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo, Jawa Timur, Elmie Muftiana mengatakan ketidaksadaran perempuan terhadap kehamilan dipengaruhi beberapa sebab. Faktor ekonomi menjadi salah satu pemicunya. "Sehingga mereka terkadang lebih fokus bekerja tanpa mempertimbangkan kondisinya," ujar dia. Untuk mencegah terjadinya keguguran, Elmie menyarankan agar perempuan memahami kesehatan reproduksi.