TEMPO.CO, Jakarta - Ria Ricis mengaku menghadapi masalah bertubi-tubi setelah mengunggah video pamit dan kembali di Youtube beberapa waktu lalu. Ia mengatakan beberapa angota timnya yang ia anggap sudah seperti keluarga mengundurkan diri, lalu kesehatannya menurun, dan yang paling berpengaruh adalah hujatan seluruh Indonesia karena video itu.
Dampaknya sangat besar. Dalam unggahan videonya pada Senin, 12 Agustus 2019, Ria Ricis mengaku sampai ingin mengakhiri hidupnya.
Baca Juga:
Dokter spesialis kedokteran jiwa dari Omni Hospital Alam Sutra Andri mengatakan hal yang dialami Ria Ricis juga banyak dialami remaja lain. “Banyak orang muda mengalami depresi. Gejala depresi yang dialami Ria Ricis bisa dialami siapa pun,” kata Andri di Jakarta, Kamis, 15 Agustus 2019.
Kondisi ini menurut Andri bisa disebabkan oleh dua hal, yaitu biologi atau bawaan genetik orang tersebut dan faktor lingkungan. Misalnya tekanan sosial dalam kehidupan orang tersebut.
“Mungkin karena terlalu sibuk, terlalu fokus pada pekerjaan, banyak deadline, kita jadi kelelahan dan akhirnya punya gejala depresi. Bahkan punya pikiran untuk mengakhiri hidup,” ujar Andri.
Andri mengatakan, gejala depresi yang paling umum ditemui adalah rasa putus asa, tidak ada harapan hidup, atau hampa, dan mood turun. Gejala lainnya adalah sulit berkonsentrasi, perubahan pola makan seperti makan terlalu sedikit atau terlalu banyak, perubahan pola tidur seperti tidur kebanyakan atau kurang, dan tidak mampu mengatasi persoalan sehari-hari yang biasanya bisa ia tangani dengan mudah.
Gejala itu berlangsung terus menerus hingga hingga berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. “Kalau sudah berlangsung lebih dari dua minggu, depresi sudah dianggap sebagai gangguan kejiwaan. Apalagi kalau sudah mengganggu fungsi orang tersebut,” katanya.
Depresi tergolong gangguan medis. Ketika gangguan medis itu berkaitan dengan keseharian, maka orang yang mengalaminya harus mencari pertolongan medis. Hal itulah yang sering dilupakan.
Menurut Andri, kebanyakan ketika seseorang sudah dua minggu mengalami putus asa berlebihan, menarik diri dari pergaulan, tidak mau lagi melakukan aktivitas seperti biasa, dia malah dibuli, dianggap lebay, atau baperan.
Padahal orang di sekitarnya seharusnya mendukung agar ia berobat ke dokter jiwa atau psikolog untuk mencari bantuan mengatasi masalah depresi. “Karena sering kali ketika sudah sampai tahap depresi mereka sudah tidak punya tenaga untuk membawa dirinya ke dokter,” tutur Andri.