TEMPO.CO, Jakarta - Kasus prostitusi online yang melibatkan seorang artis menyita perhatian publk, tak terkecuali Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Pihak Komnas Perempuan pun mendapat banyak komentar dari masyarakat terkait kasus tersebut.
Baca juga: Kasus Vanessa Angel, Perempuan Rentan Jadi Korban Prostitusi
Menurut Komnas Perempuan Prostitusi online termasuk kategori kekerasan terhadap perempuan. Setelah melakukan sejumlah pemantauan dan pendokumentasian tentang berbagai konteks kekerasan terhadap perempuan (KtP) yang berhubungan dengan industri prostitusi atau perempuan yang dilacurkan (Pedila).
Ilustrasi Prostitusi online. cnbc.com
Komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin menyayangkan ekspos yang berlebihan pada perempuan korban prostitusi online, sehingga besarnya pemberitaan melebihi proses pengungkapan kasus yang baru berjalan “Mereka adalah perempuan korban perdagangan orang, perempuan dalam kemiskinan, korban eksploitasi orang-orang dekat, serta perempuan dalam jeratan muncikari, bahkan bagian dari gratifikasi seksual. Sekalipun dalam level artis, kerentanan itu kerap terjadi,” ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima Tempo.
Lebih lanjut, Mariana Amiruddin menambahkan prostitusi online dikhawatirkan sebagai bentuk perpindahan dan perluasan lokus dari prostitusi offline. Prostitusi online menyangkut soal cyber crime yang berbasis kekerasan terhadap perempuan, terutama kasus revenge porn (balas dendam bernuansa pornografi) yang dapat berupa distribusi imej atau percakapan tanpa seizin yang bersangkutan. Dalam catatan tahunan Komnas Perempuan tahun 2018 pengaduan langsung menyangkut revenge porn ini semakin kompleks.
Artikel lain: 5 Sikap Komnas Perempuan dalam Kasus Prostitusi Online Artis