TEMPO.CO, Jakarta - Masalah malnutrisi, termasuk anak stunting, masih menjadi tantangan bagi para orang tua di dunia. Sekitar 162 juta anak berusia di bawah 5 tahun mengalami stunting dan 8,9 jutanya merupakan anak Indonesia .
Anak yang seharusnya bisa menjadi generasi penerus bangsa justru mengalami faltering growth (gagal tumbuh) yang berujung pada malnutrisi akibat buruknya asupan nutrisi selama 2 tahun pertama kehidupan.
Artikel terkait:
Stunting Bisa Dicegah Setelah Bayi Lahir, Jangan Lewat 2 Tahun
Cegah Stunting, Kuncinya di 1000 Hari Pertama Kehidupan
Anak Stunting Tidak Bisa Tumbuh Tinggi, Ini Penyebabnya
Sepertiga Ibu Hamil Melahirkan Bayi Stunting, Apa Itu?
Hal ini merupakan salah satu krisis masalah malnutrisi yang harus ditangani dengan serius karena mempengaruhi kualitas hidup anak dan kondisi bangsa. Gagal tumbuh merupakan kondisi di mana anak mulai menunjukkan stagnansi atau penurunan pertumbuhan.
Dalam skala atau pengukuran “X”, biasanya ditunjukkan dengan penurunan sebanyak 2 poin, atau tidak tumbuh. Jika tidak segera dilakukan intervensi, gagal tumbuh akan berujung pada kondisi malnutrisi (kurang gizi, gizi buruk), hingga berujung pada kondisi stunting. Kondisi stunting sendiri bersifat tidak bisa kembali (irreversible), sehingga pertumbuhan fisik dan kemampuan kognitif anak terganggu secara permanen.
Dokter anak sub spesialis nutrisi dan penyakit metabolik pada anak, Dr. dr. Damayanti R. Sjarif, SpA(K) mengatakan, “Dalam pencegahan malnutrisi, pola makan sehat dan seimbang sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak yang optimal. Waktu terbaik adalah mulai dari awal kehamilan hingga dua tahun pertama kehidupan anak. Melakukan pemantauan rutin pertumbuhan anak di posyandu merupakan upaya yang sangat strategis untuk memantau status gizi dan mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan.”
Anak kurang gizi. REUTERS/Feisal Omar
Terkait bahaya kondisi stunting, pakar di International Nutrition Group & Nutrition Theme Lead of London School of Hygiene & Tropical Medicine di Inggris, Profesor Andrew Prentice, mengatakan banyaknya kasus malnutrisi seperti stunting pada anak-anak balita merupakan refleksi masa depan suatu bangsa.
"Karena prosesnya yang kompleks, pendekatan multifaktor, mulai dari ketersediaan nutrisi yang memadai, sanitasi, hingga edukasi tenaga kesehatan penting untuk dilakukan,” ujarnya di Jakarta.
Prentice menambahkan malnutrisi juga dipengaruhi oleh masalah kebersihan, sanitasi, dan akses air bersih. Hal ini berpengaruh pula untuk kesehatan ibu hamil dan tumbuh kembang anak karena anak usia di bawah dua tahun rentan terhadap berbagai infeksi dan penyakit.
Jika sudah terjadi indikasi gagal tumbuh, anak harus segera mendapatkan pertolongan berupa asupan nutrisi khusus yang tinggi akan protein hewani dan kalori. Hal ini dilakukan guna mengejar ketertinggalan pertumbuhan fisik sekaligus kemampuan kognitifnya.
Selain itu, kebersihan, sanitasi, dan akses air bersih juga tetap harus dijaga untuk melindungi anak dari penyakit yang bisa mengganggu pertumbuhannya. Yang tidak kalah penting adalah pemeriksaan rutin pertumbuhan anak, agar anak bisa segera dirujuk ke puskesmas atau rumah sakit apabila tidak bisa diatasi pada level posyandu.
Malnutrisi merupakan permasalahan multidimensional sehingga perlu adanya kerjasama yang lebih baik antara lembaga pemerintah, tenaga kesehatan, organisasi masyarakat, akademisi, hingga sektor swasta untuk mengatasinya.
“Dengan adanya keterlibatan berbagai sektor dan pemangku kebijakan untuk bekerja sama, diharapkan dapat mempercepat penurunan prevalensi stunting dan bentuk-bentuk kurang gizi lainnya di Indonesia,” tambah Damayanti.