TEMPO.CO, Jakarta - Meski sudah mengenali adanya indikasi perilaku negatif sejak dini, beberapa wanita bersedia melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan. Pernikahan berjalan, agresivitas menjadi-jadi, tapi memilih bertahan.
Baca juga:
Sikap Pasangan Kasar dan Ringan Tangan, Kenapa Tetap Bertahan?
Pasangan seperti Parasit, Tanda Hubungan Cinta Bermasalah
“Alasannya beragam, bisa karena ketergantungan secara finansial maupun emosional, status di tengah masyarakat, anak, atau mungkin Anda tipe wanita yang submisif? Yakni tipe wanita yang menghayati bahwa dalam relasi laki-laki dan wanita, wanita jadi objek yang nrimo. Menerima apa pun perlakuan pasangan, menghayati, malah menikmatinya. Merasa memang selayaknya, sepantasnya diperlakukan seperti itu,” ungkap Psikolog Roslina Verauli M.Psi., Psi.
Roslina melanjutkan, tipe wanita dengan penghayatan diri seperti ini, semakin teraniaya dan semakin harga dirinya terpuruk, malah semakin takut keluar dari hubungan tidak sehat ini. “Jika Anda terjebak dalam pola perilaku ini, Anda harus membenahi diri dulu. Berubahlah dan belajar menghargai diri sendiri. Anda harus sadar, kekerasan bisa semakin intens, ekstrem, hingga berujung kehilangan nyawa,” ujar Roslina.
Jangan berpikir pasangan akan berubah. Dia mungkin meminta maaf dengan manis setelah memukuli Anda, tapi perhatikan, pasti dia akan mengulangi kekerasan itu lagi. Perlu diingat, karakter seseorang tidak bisa diubah dengan mudah.
“Sebuah pernikahan atau relasi bukan institusi untuk mengubah karakter seseorang. Anda juga bukan psikolog. Psikolog pun butuh waktu lama dan melakukan beragam terapi untuk memperbaiki karakter atau perilaku seseorang,” ujar Roslina.
Wanita-wanita dengan penghargaan terhadap diri yang rendah disarankan segera meminta pertolongan pertama kepada psikolog. Bangkitkan rasa percaya diri dan ketahuilah, Anda berharga. Sementara untuk yang merasa tak bisa keluar dari hubungan penuh kekerasan lantaran anak, pikirkanlah ini.
“Ketika Anda dipukuli dan anak melihat insiden ini, yang terjadi, Anda sedang menciptakan generasi baru yang tukang pukul juga. Tidak ada anak yang mampu bertahan dan tumbuh baik dalam pernikahan yang diwarnai kekerasan. Enggak ada buah yang mampu bertahan, ketika pohonnya saja sudah rusak,” tukas Roslina.
Jika memedulikan masa depan anak, sudahi pernikahan. Libatkan keluarga atau sahabat dalam pengambilan keputusan untuk mengantisipasi agresivitas suami, yang mungkin tidak akan menerima keputusan ini.
Artikel lain:
7 Alasan Pria Berbohong kepada Pasangan
Tanda Pasangan Belum Siap Menikah hingga Berujung Perceraian
Akan tetapi bila suami Anda berlaku agresif baru-baru ini saja, jangan langsung bertindak emosional meminta cerai. Tanyakan dan telusuri dulu, mengapa akhir-akhir ini dia agresif?
Mungkin ada perubahan ekstrem dalam pekerjaannya atau kondisi ekonominya terpuruk, sehingga dia stres. Jika agresivitas berulang lebih dari dua kali, baru pertimbangkan menempuh tindakan lebih lanjut. Adalah perilaku agresif yang sudah terbentuk sejak lama yang wajib diwaspadai. Untuk itu, seorang wanita harus cerdas memilih pasangan.
“Lebih baik diantisipasi sejak masa pacaran. Apakah dia suka minum-minum, emosinya meledak-ledak, hubungannya dengan orang tua dan keluarga tidak baik, sering sekali bergonta-ganti pekerjaan? Ini sinyal bahaya. Sebaiknya hubungan jangan dilanjutkan,” tutup Roslina.