TEMPO.CO, Jakarta - Bagi generasi milenial, mewujudkan pernikahan impian di zaman ini tidaklah murah. Pasangan harus merogoh kocek puluhan hingga ratusan juta, bahkan miliaran rupiah demi menggelar resepsi pernikahan.
Bila diukur dari besarnya gaji bulanan yang kita terima, pasti akan membuat pasangan mana pun garuk-garuk kepala. Akhirnya, demi merealisasikan pernikahan impian, mereka memilih berutang. Jika bisa menikah lebih cepat, memang lebih baik. Namun dana untuk pernikahan yang relatif tidak murah, seringkali menjadi kendala.
Berutang mungkin bisa menjadi pilihan bagi pasangan yang ingin segera merealisasikan mimpi mereka. Namun para pasangan juga harus mempertimbangkan dampak dari utang bagi kehidupan mereka di kemudian hari. Perencana keuangan dari OneShildt Financial Planning, Budi Raharjo, CFP mengatakan bahwa berutang demi pernikahan sebaiknya dihindari.
Artikel lainnya:
Perempuan Jaman Now Malas Menikah, Mungkin Ini Alasannya
Ini yang Diharapkan Pria dan Wanita dari Pernikahan
“Utang akan menjadi beban tersendiri bagi pasangan setelah menikah. Jangan sampai setelah pesta pernikahan digelar yang notabene hanya satu sampai dua hari, menjadi beban untuk mereka selama berbulan-bulan ke depan,” ujar Budi
Utang untuk biaya pernikahan tergolong sebagai utang konsumtif. Sebab itu, jumlah utang untuk modal pernikahan pun harus dibatasi. Budi menyarankan, batasan untuk mengambil besar cicilan tidak lebih dari 15 persen dari penghasilan bulanan pasangan.
“Para pasangan harus memikirkan biaya kehidupan setelah menikah. Misalnya, mereka harus menabung untuk membeli rumah, membiayai kehamilan, persalinan dan sebagainya. Jika pasangan harus mencicil untuk melunasi biaya pernikahan, tentunya akan mengurangi kemampuan menabung pasca pernikahan. Makanya saya menganjurkan para pasangan mengambil utang dengan tenor cicilan tidak lebih dari tiga bulan,” saran Budi.
Baca juga: 6 Kiat Menghemat Biaya Pesta Pernikahan
Jika Anda dan pasangan sudah terlanjur berutang untuk biaya pernikahan dengan jumlah cicilan melebihi saran tadi, maka yang perlu dilakukan adalah menekan pengeluaran atau meningkatkan pendapatan. “Saya sarankan menekan pengeluaran untuk sementara waktu sampai cicilan lunas, atau meningkatkan pendapatan dengan mencari penghasilan tambahan. Bila tidak memungkinkan maka dapat juga melunasi sebagian utang dengan beberapa aset yang masih dimungkinkan untuk dilikuidasi,” ujar Budi.