TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah orang menghindari penggunaan Monosodium glutamat atau MSG pada makanan karena dianggap mengganggu pertumbuhan sel tubuh dan mempengaruhi tingkat kognitif seseorang. Berangkat dari anggapan itu, Direktur Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology Center (Seafast Center) Institut Pertanian Bogor (IPB), Nuri Andarwulan mengatakan monosodium glutamat (MSG) atau garam natrium asam glutamat sejatinya aman dikonsumsi.
Baca juga:
Tak Selamanya MSG Buruk buat Kesehatan
Menurut Nuri, pernyataannya didasarkan pada sumber pustaka yang tidak menunjukkan adanya keterkaitan antara tingkat kognitif seseorang engan tingginya konsumsi makanan yang mengandung vetsin atau MSG. "Studi keamanan MSG sudah lengkap. Semua negara telah mengikuti Codex dan studi apapun dengan hewan serta bukti ilmiah berdasarkan pustaka tidak ada yang menyataan batas konsumsi MSG," katanya.
Meski begitu, menurut Nuri, bukan berarti tidak ada dampak negatif dari MSG. Dia menjelaskan, efek negatif dari MSG adalah dari sisi cita rasa yang tidak lagi orisinal. Akibatnya, orang yang menyantap suatu hidangan tidak lagi mengenal rasa asli makanannya karena yang terasa adalah cita rasa gurih atau umami.
Selain itu, ada beberapa orang yang menunjukkan sesitivitas setelah memakan makanan yang banyak mengandung MSG. Vetsin dalam konsentrasi tinggi membuat makanan terasa sangat gurih dan MSG yang berbentuk kristal ini akan bereaksi dengan munculnya rasa gatal di tenggorokan.
Nuri menambahkan, MSG tidak sepenuhnya sintetik, karena glutamat yang ada pada MSG berasal dari bahan alami yakni tebu. Glutamat berasal dari mikroba yang dihasilkan dari fermentasi molase atau hasil samping pengolahan tebu menjadi gula pasir. Kemudian glutamat dibuat menjadi kristal dengan penambahan Natrium sodium sehingga jadilah MSG.
Dengan rasa umami yang dihasilkan vetsin, muncul semacam adiksi atau ketagihan sehingga orang yang mengkonsumsinya cenderung ingin terus makan. “Kalau sudah begitu, itu yang jadi masalah,” katanya.
Senada dengan Nuri Andarwulan, pemerhati kuliner Indonesia Kevindra Soemantri mengatakan terlalu banyak paparan vetsin pada seseorang akan menutupi rasa asli dari makanan tersebut. “Lidah kita didesain seperti spons yang menyerap segala rasa, maka setiap orang punya selera berbeda. Kalau dari kecil diekspos dengan rasa yang tidak riil, maka mereka tidak akan mengenal rasa aslinya,” tuturnya.
Kevindra menjelaskan masih banyak bahan alami yang mengandung glutamat yang bisa dicampur di setiap masakah. Glutamat itu bisa dihasilkan misalnya dari tomat atau kaldu daging. Sebab itu, penggunaan bahan alami lebih dianjurkan untuk mengenal rasa asli masakan.