TEMPO.CO, Jakarta - Jika melihat kekompakan seorang istri dengan mantan istrinya suami, selalu membuat banyak orang berdecak kagum. Senantiasa rukun, terlebih demi anak yang menjadi bagian dari dua buah pernikahan, amat luar biasa. Biasanya, hampir tidak pernah ada hubungan yang benar - benar baik antara mantan dan penggantinya.
Menurut Anggia Chrisanti, konselor dan terapis dari Biro Konsultasi Psikologi Westaria, kompak dengan mantan istrinya suami ternyata tidak sepenuhnya tepat. Meskipun bukan berarti harus bertikai.
Dalam sebuah penelitian psikologi, bisa berteman dengan mantan pacar dapat dikategorikan 'sakit jiwa', tentu bukan dalam konteks sakit jiwa yang sesungguhnya. "Mengapa? Karena dalam sudut pandang paling sederhana, di dalam tindakan ini terdapat kecenderungan pengabaian perasaan," Anggia Chrisanti, kepada Aura, Senin, 12 Februari 2018.
(Depositphotos)
Lebih lanjut Anggia menambahkan, berteman dengan mantan boleh saja. Tapi tidak berarti mantan selalu ada dalam lingkaran kehidupan, menjadi akrab, dan melibatkan mantan dalam hampir semua kehidupan. "Dan ini baru dari sudut pandang mantan dengan mantan. Namun yang lebih 'gila', ingat, bukan dalam artian sakit jiwa sesungguhnya, adalah ketika kita sebagai istri baru, akrab dengan mantan istrinya suami," ujarnya.
Baca Juga:
Baca juga: Yang Harus Dilakukan Istri Jika Suami Dekat dengan Pelakor
Baca juga: Suami Istri Bertengkar, Siapa yang Bisa Jadi Penengah Terbaik?
Anggia menjelaskan, berteman antara kedua pihak ini pun sebetulnya tidak diwajibkan. Kenal baik dan tidak menyimpan dendam harus, tapi untuk sampai berakrab dan melibatkan mantan istri dalam kehidupan kita selalu, tidak perlu.
"Beberapa beralasan demi anak. Betul. Namun demikian, batasi waktunya. Tidak perlu terlalu intens. Ramah dan sopan harus. Tapi bukan berarti harus seakrab itu," kata Anggia Chrisanti. "Dalam Islam saja, misalnya, sudah sangat jelas bahwa hubungan suami dengan mantan istrinya adalah bukan lagi muhrim. Artinya, tidak boleh berdekatan lagi."