TEMPO.CO, Jakarta -Lebih dari selusin penelitian yang mencari hubungan antara vaksin dan autisme, hasilnya nol besar. Artinya penelitian jelas membuktikan bahwa vaksin tidak menyebabkan autisme. Begitu disebutkan dalam salah satu artikel di laman WebMD.
Disebutkan juga bahwa perdebatan dimulai pada tahun 1998 ketika para periset Inggris menerbitkan sebuah makalah yang menyatakan bahwa vaksin campak-gondong-rubella (MMR) menyebabkan autisme. Studi tersebut hanya melakukan penelitian terhadap 12 anak, namun mendapat banyak publisitas. Dan, pada saat bersamaan, terjadi peningkatan pesat dalam jumlah anak yang didiagnosis autisme.(baca: Vaksin Mencegah Penyakit Lebih Parah, Masih Ragu?)
Temuan pada penelitian tersebut membuat dokter lain melakukan penelitian mereka sendiri mengenai hubungan antara vaksin MMR dan autisme. Setidaknya ada 12 studi lanjutan yang dilakukan. Tidak ada yang menemukan bukti bahwa vaksin tersebut menyebabkan autisme. Paling tidak begitu disebutkan dalam American Journal of Medical Genetics: “Comorbidity of Intellectual Disability Confounds Ascertainment of Autism: Implications for Genetic Diagnosis.” Dan The National Academies of Sciences, Engineering, and Medicine: “Immunization Safety Review: Vaccines and Autism.”
Investigasi terhadap penelitian tahun 1998 juga menemukan sejumlah masalah dengan bagaimana hal itu dilakukan. Jurnal yang menerbitkannya akhirnya menariknya kembali. Itu berarti publikasi tidak lagi sesuai dengan hasilnya.
Ada masalah lain juga. Misalnya, para peneliti mengetahui bahwa seorang pengacara yang mencari kaitan antara vaksin dan autisme telah membayar peneliti utama lebih dari £ 435.000 (setara dengan lebih dari setengah juta dolar Amerika). (baca: Vaksin Penyebab Autisme? Itu Rumor)
Pada tahun 2004, Komite Tinjauan Keselamatan Imunisasi Institute of Medicine menerbitkan sebuah laporan mengenai topik tersebut. Kelompok tersebut mengamati semua penelitian tentang vaksin dan autisme, yang diterbitkan dan tidak dipublikasikan. Mereka, kemudian merilis sebuah laporan setebal 200 halaman yang menyatakan bahwa tidak ada bukti untuk mendukung hubungan antara vaksin dan autisme.
SUSAN
Berita terkait
Vaksinasi Masih Jadi Tantangan, Banyak Orang Termakan Mitos Keliru
2 hari lalu
Masih ada warga yang menganggap vaksinasi dapat menyebabkan kematian sehingga pelaksanaannya masih sering menemui kendala.
Baca SelengkapnyaJangan Beri Anak Parasetamol setelah Imunisasi, Ini Alasannya
2 hari lalu
Jangan memberi obat penurun demam seperti parasetamol saat anak mengalami demam usai imunisasi. Dokter anak sebut alasannya.
Baca SelengkapnyaAlasan Masyarakat Perlu Imunisasi Seumur Hidup
3 hari lalu
Imunisasi atau vaksinasi tidak hanya diperuntukkan bagi bayi dan anak-anak tetapi juga orang dewasa. Simak alasannya.
Baca SelengkapnyaPosyandu Garda Terdepan Tangani Kesehatan Ibu dan Anak
3 hari lalu
Kegiatan Posyandu terdiri dari kegiatan utama dan kegiatan pengembangan atau pilihan. Apa saja?
Baca SelengkapnyaAsal Usul 29 April Ditetapkan sebagai Hari Posyandu Nasional
3 hari lalu
Presiden Soeharto menetapkan 29 April 1985 sebagai Hari Posyandu Nasional.
Baca SelengkapnyaKenali Gejala Imunodefisiensi yang Mengganggu Kesehatan Anak
5 hari lalu
Masyarakat diminta mewaspadai imunodefisiensi pada anak bila ditemui gejala berikut. Simak penjelasan pakar kesehatan anak.
Baca SelengkapnyaCegah Komplikasi Penyakit pada Anak dengan Imunisasi
45 hari lalu
Imunisasi dapat membantu menghindarkan anak dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) dan menyebabkan komplikasi.
Baca Selengkapnya3 Fokus Penting Upaya Cegah Risiko Penyakit pada Anak
29 Februari 2024
Ada tiga hal yang perlu menjadi perhatian untuk mengurangi risiko penyakit pada anak Indonesia. Apa saja?
Baca Selengkapnya5 Tips Ajak Anak agar Berani Ikut Imunisasi
28 Februari 2024
Orangtua perlu untuk mengedukasi anaknya bahwa pemberian imunisasi oleh tenaga kesehatan tidaklah semenakutkan bayangannya.
Baca SelengkapnyaJenis-jenis Imunisasi yang Harus Diberikan kepada Anak Usia di Bawah 1 tahun
28 Februari 2024
Pemberian imunisasi bisa dilakukan saat anak baru lahir hingga berusia 12 bulan.
Baca Selengkapnya