Musik Mengatasi Masalah Mental, Seberapa Efektif?

Reporter

Editor

Susandijani

Rabu, 2 Agustus 2017 14:00 WIB

Ilustrasi streaming musik. Conmatviet.com

TEMPO.CO, Jakarta -Kenapa orang senang mendengarkan musik? Alasannya berbeda-beda meski intinya sama, membuat mereka merasa lebih baik.

Mendengarkan musik mengubah otak kita dan selama bertahun-tahun sudah digunakan untuk oleh para terapis musik untuk membantu mengatasi gejala depresi pascatrauma, kegelisahan, depresi, autisme, alzheimer, dan nyeri akut, bahkan mengurangi rasa sakit saat melahirkan. (baca: Suka Berkhayal, Boleh Saja Asalkan Tahu Batasannya)

Berbagai penelitian juga menunjukkan musik bisa berdampak pada kebiasaan berbelanja, membantu bayi belajar berbicara, meningkatkan performa atletis, dan memperbaiki suasana hati. Musik juga memiliki hubungan erat dengan pergerakan yang berpotensi membantu anak-anak dengan keterlambatan motorik.

Sebuah penelitian menemukan, bahkan pada orang yang hanya sedikit mendengarkan musik, bagian-bagian otak yang berkaitan dengan pergerakan teraktivasi. Sebuah artikel di Outdoor Online menyorot soal Proyek Sync, sebuah kolaborasi antara beberapa ilmuwan dan musisi terkenal dunia. Apa yang mereka lakukan sedikit berbeda dari terapi musik tradisional.

Daphne Zohar, CEO PureTech Health dan anggota tim Sync menjelaskan, “Musik bisa memodulasi sistem saraf seperti respons dopamin, sistem saraf autonomis, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan stres, pergerakan, proses belajar, dan daya ingat. Tapi kami ingin membawanya ke dalam realitas sains klinis.” (baca: Membawa Pekerjaan ke Rumah? Awas Prahara Mengintai)

Orang-orang di Sync ingin membawa terapi musik ke level berikut dan mengembangkan musik sehingga bisa menjadi “obat yang cocok”. Mereka tak mau hanya terpaku pada penelitian lama yang menyebutkan musik bisa meningkatkan produksi dopamin.

Mereka pun meneliti dampak dari irama, tempo, kunci, dan instrumen terhadap otak manusia. Kedengarannya memang tidak rumit, bahwa dampak musik membedakan masing-masing orang. Disebutkan bahwa otak masing-masing orang merespons musik secara berbeda, tergantung pada jenis musik yang akrab saat kita tumbuh dan jenis apa yang kita dengarkan sekarang.

Hanya, saja saat digunakan sebagai terapi hasilnya bisa saja berbeda. Seorang penderita kecemasan, misalnya, merespons sangat baik terhadap musik jazz sementara yang lain mungkin lebih senang mendengarkan Justin Bieber. Keinginan orang-orang Sync itu adalah mendesain sistem yang bisa memonitor detak jantung, aktivitas otak, dan pola tidur ketika kita mendnegarkan jenis musik tertentu dan menentukan apa pengobatan yang tepat.(baca: Riset: 55 Tahun, Usia Rentan Berselingkuh)

Dengan menggunakan laporan dari alat Fidbits dan pemonitor detak jantung, mereka bisa mengamati dampak musik pada keadaan emosional orang setiap kali mendengarkan musik dan bukan berada dalam laboratorium.

PIPIT

Berita terkait

Begini Dua Mahasiswi Ini Bandingkan Kelas dan Skema IUP di QUT dan Unair

52 hari lalu

Begini Dua Mahasiswi Ini Bandingkan Kelas dan Skema IUP di QUT dan Unair

Keduanya adalah mahasiswa International Undergraduate Program (IUP) Psikologi Universitas Airlangga (Unair).

Baca Selengkapnya

Ibu Bunuh Anak di Bekasi, Polisi Kesulitan Gali Motif Lantaran Keterangan Pelaku Berubah-ubah

55 hari lalu

Ibu Bunuh Anak di Bekasi, Polisi Kesulitan Gali Motif Lantaran Keterangan Pelaku Berubah-ubah

Polisi menyebut ibu bunuh anak di perumahan Bekasi mengalami halusinasi.

Baca Selengkapnya

Polres Tangerang Selatan Bakal Periksa Psikologi Korban Perundungan Geng Binus School

20 Februari 2024

Polres Tangerang Selatan Bakal Periksa Psikologi Korban Perundungan Geng Binus School

Polres Tangerang Selatan berencana melakukan pemeriksaan psikologi terhadap korban perundungan siswa Binus School Serpong.

Baca Selengkapnya

Tamara Tyasmara Pastikan Hadiri Pemeriksaan Lanjutan di Polda Metro Jaya Hari Ini

19 Februari 2024

Tamara Tyasmara Pastikan Hadiri Pemeriksaan Lanjutan di Polda Metro Jaya Hari Ini

Tamara Tyasmara akan didampingi oleh kuasa hukumnya, Sandy Arifin, pada pemeriksaan lanjutan di Polda Metro Jaya hari ini.

Baca Selengkapnya

Kasus Dante Tewas Ditenggelamkan di Kolam Renang, Apsifor Sebut Bakal Periksa Lagi Tamara Tyasmara

16 Februari 2024

Kasus Dante Tewas Ditenggelamkan di Kolam Renang, Apsifor Sebut Bakal Periksa Lagi Tamara Tyasmara

Tamara Tyasmara mengatakan bakal kooperatif jika ada panggilan lagi oleh kepolisian secara resmi.

Baca Selengkapnya

Tamara Tyasmara Sudah 2 Tahun Pacaran dengan Yudha Arfandi Tersangka Pembunuh Dante

16 Februari 2024

Tamara Tyasmara Sudah 2 Tahun Pacaran dengan Yudha Arfandi Tersangka Pembunuh Dante

Tamara Tyasmara mengaku berpacaran dengan Yudha Arfandi sejak 2022.

Baca Selengkapnya

Catat Daftar Rumah Sakit untuk Caleg Stres Gagal di Pileg 2024, RSKD Duren Sawit Sediakan Layanan Psikologi

14 Februari 2024

Catat Daftar Rumah Sakit untuk Caleg Stres Gagal di Pileg 2024, RSKD Duren Sawit Sediakan Layanan Psikologi

Rumah sakit mana saja yang menyediakan jasa layanan khusus untuk para caleg stres akibat gagal dalam Pileg 2024?

Baca Selengkapnya

Polisi Bakal Periksa Psikologi Angger Dimas di Kasus Kematian Dante Hari Ini

13 Februari 2024

Polisi Bakal Periksa Psikologi Angger Dimas di Kasus Kematian Dante Hari Ini

Penyidik Polda Metro Jaya bersama ahli psikologi forensik akan memeriksa psikologi ayah Dante, Angger Dimas hari ini.

Baca Selengkapnya

PBB Prihatin pada Mental Anak-anak di Gaza yang Trauma

9 Februari 2024

PBB Prihatin pada Mental Anak-anak di Gaza yang Trauma

PBB berharap ada dukungan psikologi besar-besaran untuk anak-anak yang mengalami trauma di Gaza, Tepi Barat dan Israel

Baca Selengkapnya

Percaya Diri Berlebih Bisa karena Efek Dunning-Kruger, Apakah itu?

19 Januari 2024

Percaya Diri Berlebih Bisa karena Efek Dunning-Kruger, Apakah itu?

Apa itu Dunning-Kruger effect kaitannya dengan percaya diri berlebih?

Baca Selengkapnya