TEMPO.CO, Jakarta - Banyak remaja yang melakukan sexting tidak menyadari risiko psikologi, sosial, bahkan peraturan hukum atas perbuatan tersebut. Sexting yaitu tindakan yang gemar mengirimkan foto seksi melalui ponsel pintar (smartphone) atau media sosial. Hal ini terungkap dalam penelitian yang dilakukan Donald Strassberg, dari University of Utah, Amerika Serikat, yang dipublikasikan dalam jurnal Archives of Sexual Behavior Springer dilansir dari laman EurekAlert!.
Teknologi komunikasi sangat berpengaruh terhadap kehidupan remaja. Orang dapat dengan cepat melakukan akses terhadap orang lain melalui jejaring sosial online tanpa terhalang jarak dan waktu, termasuk melakukan sexting, yang jelas menunjukkan paparan seksual pada remaja.
Di negara bagian Amerika, sexting yang dilakukan remaja di bawah usia 18 tahun mempunyai risiko hukuman. Selain itu, mereka akan mempunyai masalah psikologis yang serius.
Strassberg dan tim melihat remaja, disadari atau tidak, berpotensi melakukan sexting. Strassberg bersama timnya mengamati 606 pelajar dari sekolah swasta di Amerika Serikat bagian selatan untuk mengisi kuisioner tentang pengalaman mereka tentang seks (sexting) dan pemahaman tentang konsekuensi perbuatan tersebut.
Para siswa juga ditanya tentang perasaan mereka saat melakukan sexting, apakah hal tersebut wajar atau tidak. Hampir 20 persen siswa, berusia 14 tahun, mengatakan bahwa mereka telah melakukan sexting, dan hampir lebih dari dua kali. Bahkan lebih dari 25 persen telah meneruskannya kepada orang lain. (Baca: Pilih Melajang, Nikmati 5 Keuntungannya)
Lebih dari sepertiga yang melakukan sexting percaya ada konsekuensi legal dan jika mereka tertangkap. Oleh karena itu, orang tua harus melakukan komunikasi terhadap sang remaja dan memberitahukan risiko yang akan dihadapi.