TEMPO.CO, Jakarta - Peran perempuan di ranah publik terbuka lebar. Ada yang bekerja secara formal di perusahaan, bekerja di sektor informal, sampai membuka peluang usaha sendiri. Baca: May Day, Upaya Jika Diperlakukan Semena-mena di Tempat Kerja
Penulis buku Perempuan Pemimpin, Betti Alisjahbana mengatakan ada dua alasan perempuan bekerja, yakni pilihan atau tuntutan. “Menjadi tuntutan, kalau dalam keluarga yang mencari uang hanya satu orang saja maka kebutuhan tak mungkin terpenuhi,” katanya. Adapun perempuan yang memilih untuk bekerja memiliki kebebasan dan lebih kepada apresiasi diri. Baca juga: May Day, Ketahui Hakmu Sebagai Pekerja Perempuan
Menurut Betti, pilihan ataupun tuntutan, tak menjadi masalah selama perempuan bekerja bisa menjadi partner bersama suaminya. “Tidak ada dualisme lagi, pembagian tugas sudah lebih cair dan dikerjakan bersama,” ujarnya. Saat ini, menurut Betti, setiap perempuan yang sukses dalam usahanya biasanya memiliki suami yang mampu menjadi pendukung, begitu juga sebaliknya.
Betti mengatakan, setiap pasangan dan keluarga punya kesepakatan sendiri masing-masing sebagai suami-istri. “Siapa melakukan apa dan siapa bertanggung jawab apa,” ujarnya. “Namun pada intinya, apa yang terjadi di keluarga adalah tanggung jawab bersama.”
Pada prinsipnya, Betti menambahkan, laki-laki dan perempuan itu saling melengkapi. “Jadi, jangan mengambil stereotipe lagi karena sekarang perempuan dan laki-laki punya pilihan,” katanya.
Walikota Hendi Teruskan Aspirasi Buruh Lewat APEKSI
3 Mei 2021
Walikota Hendi Teruskan Aspirasi Buruh Lewat APEKSI
Walikota Semarang menyampaikan kekhawatiran para pekerja terkait UU Cipta Kerja. Antara lain sistem kerja kontrak, praktik outsourcing, dan waktu kerja yang eksploitatif