Kata Menteri Retno, Nila, dan Khofifah Ihwal Kartini di Birokrasi
Editor
Rini Kustiani
Kamis, 20 April 2017 15:35 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Dalam rangka memperingati Hari Kartini pada 21 April, tiga menteri perempuan di Kabinet Kerja memberikan pandangan terhadap aparatur sipil negara perempuan, yang bekerja sekaligus menjalani peran sebagai istri dan ibu rumah tangga.
Dalam acara Panggung Para Perempuan Kartini di Museum Bank Indonesia, Jakarta, Selasa 11 April 2017, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Kesehatan Nila Moeloek, dan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan sudah tak ada lagi aral bagi perempuan untuk berkarier di birokrasi. "Saya sangat apresiasi pegawai negeri sipil perempuan karena mereka bisa mengatur waktu untuk keluarga, anak, dan sebagainya. Itu pekerjaan yang tidak mudah dan kompleks menurut saya," kata Nila.
Nila lantas merefleksikan berbagai peran itu kepada diri sendiri. Ibu tiga anak ini tetap bertanggung jawab mendidik anak dan merawat suaminya, Faried Anfasa Moeloek. "Bahkan sekarang sampai (merawat) cucu," ujarnya.
Baca: Kartini, Antara Kebaya dan Edukasi Habis Gelap Terbitlah Terang
Nila meyakini semua peran yang diemban setiap perempuan bisa dikerjakan dengan baik asalkan pandai mengatur waktu dan diri. Hanya, dia mewanti-wanti perempuan untuk mengutamakan keluarga. "Kalau tidak memungkinkan (menggapai karier), kita bisa mundur satu langkah," katanya. "Barangkali tetap ada kesempatan berkarya tanpa harus keluar rumah."
Selanjutnya: Menteri Khofifah sayangkan kultur patrilineal
<!--more-->
Mengenai karier perempuan di birokrasi, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menyayangkan masih kentalnya kultur patrilineal di beberapa daerah dan sejumlah sektor. "Kita tidak bisa memungkiri itu," ujarnya.
Khofifah mencontohkan, di tubuh TNI dan Polri, seorang perempuan harus bekerja ekstra keras untuk mencapai pangkat jenderal. "Kita punya beberapa perempuan bintang dua di TNI dan Polri, tapi untuk bisa mencapai bintang tiga rupanya masih harus bekerja lebih keras," ujarnya.
Anggapan perempuan kurang mahir menggunakan alat utama sistem pertahanan (alutsista), menurut Khofifah, bukan alasan sehingga perempuan ditempatkan sebagai warga negara kelas dua. "Alat berat pun sesungguhnya bisa di-remote atau dikendalikan dengan sistem, tak harus digendong ke mana-mana," ucapnya. "Jadi, menurut saya, tidak ada alasan pengesampingan perempuan di berbagai lini dan profesi."
Selain di lingkungan militer, Khofifah mengatakan perempuan juga belum banyak yang berkecimpung di bidang politik. Buktinya, dia melanjutkan, jumlah wanita di jajaran struktural partai politik dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat masih bisa dihitung dengan jari.
Baca: Dian Sastro Ambil 3 Ajaran Penting dari Kartini
Selanjutnya: Menteri Retno dan keberuntungannya
<!--more-->
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan merasa beruntung karena hidup di lingkungan keluarga yang mendukung kariernya sebagai diplomat. "Saya hidup di lingkungan yang sangat perempuan friendly," katanya. "Jadi keluarga saya, bapak-ibu mendukung saya. Di keluarga ibu saya, semua perempuannya bekerja."
Baca juga: Kartini di Mata Najwa Shihab: Ibu Kita Harum Namanya
Retno mengakui dia berkarier pada bidang yang didominasi kaum Adam. "Orang bilang diplomat itu bidang pekerjaannya laki-laki karena tidak kenal batas waktu dan ruang serta dinamika mobilitasnya sangat tinggi," ujarnya. Namun demikian, Retno bersyukur karena banyak juga diplomat perempuan yang bisa membuktikan mereka bisa bekerja dengan baik seperti laki-laki.
Bahkan dari rekrutmen yang dilakukan Kementerian Luar Negeri dalam 10 tahun terakhir, Retno melanjutkan, jumlah diplomat laki-laki dan perempuan seimbang. "Saya menyampaikan apresiasi terhadap kaum laki-laki karena kalau tidak ada laki-laki, yang mau ber-partner dengan perempuan dan memberi kesempatan, akan sulit bagi perempuan mencapai sukses," ujarnya.
REZKI ALVIONITASARI
Berita lainnya:
8 Tanda Anak Siap Ditinggal Sendirian di Rumah
Tsania Marwa Menangis Gara-gara Telinga Anaknya
Dian Sastro Gonta-ganti Peran Sampai Akhirnya Jadi Kartini