TEMPO.CO, Jakarta - Seorang wanita dianggap perawan bila selaput daranya masih utuh. Selaput dara ini menutupi bagian luar mulut vagina. Tipenya pun beragam, ada yang tipis dan lentur, ada yang tebal dan kaku.
Pada hubungan seks pertama, yang ditandai dengan masuknya alat kelamin pria ke dalam vagina, selaput dara akan sobek dan menyebabkan pendarahan. Berolahraga yang terlalu berat atau penggunaan tampon juga bisa menyobek selaput dara, sehingga sebenarnya selaput dara yang sobek tak selalu berkaitan dengan hilangnya keperawanan.
Karena selaput dara tak bisa beregenerasi, maka berbagai usaha pun dilakukan para wanita untuk memperbaikinya, mulai dari operasi sampai penggunaan selaput dara palsu. Operasi untuk merekonstruksi lagi selaput dara disebut juga hymenorrhaphy dan tak memiliki manfaat medis.
Biaya operasi selaput dara biasanya tak bisa dimintai pergantian ke tempat bekerja. Namun di beberapa negara, seperti Prancis, pergantian biaya bisa diberikan bila penyebabnya adalah trauma atau pemerkosaan.
Selain operasi, ada pula selaput dara palsu. Di beberapa negara, selaput dara palsu ini sempat menimbulkan kontroversi karena banyak yang menggunakannya untuk menipu calon suami, seolah-olah perempuan itu masih perawan. Selaput dara berbentuk membran palsu dan dibuat semirip mungkin dengan aslinya. Seperti dilansir Al Arabiya, di Mesir, alat seharga Rp 175 ribu ini sempat menimbulkan kemarahan masyarakat di sana dan menjadi perdebatan di berbagai kalangan.
Pada akhir dekade lalu, penggunaan alat yang diimpor dari Cina itu dikhawatirkan membuka jalan bagi para wanita untuk melakukan hubungan seksual bebas. Permintaan agar dibuat fatwa yang melarang penggunaan selaput dara buatan pun bermunculan dari berbagai kalangan dan yang nekad memakai atau mengimpornya akan dihukum.
Menurut New York Magazine, selaput dara mulai dikembangkan di Jepang pada awal 1990-an. Menurut para distributornya, kebanyakan di Asia Timur, alat ini sangat populer di kalangan bintang pornografi dan industri seksual. Konon, alat ini semakin populer setelah banyak digunakan di tempat-tempat prostitusi dan kelab-kelab malam di Thailand. Namun dalam perkembangannya, impor terbesar justru ke Amerika Serikat.
Selaput dara palsu berbentuk seperti selembar plastik tipis bening. Untuk menggunakannya cukup memasukkanya ke vagina dengan jari tangan. Di dalam plastik terdapat cairan merah seperti darah yang akan keluar bila selaput dara buatan itu sobek.
Penggunaan selaput dara palsu jauh lebih murah dibanding tindakan operasi agar selaput dara yang asli utuh kembali. Biaya operasi mencapai puluhan juta rupiah, sedangkan membeli selaput dara buatan hanya perlu mengeluarkan uang Rp 200-500 ribu saja.
Di dunia maya dan berbagai media sosial, kita bisa dengan mudah menjumpai iklan selaput dara palsu. Kepala Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti, mengatakan sampai saat ini belum menerima laporan dari masyarakat terkait jual-beli atau penggunaan selaput dara palsu tersebut.
“Apapun yang masuk ke pasar, kami akan pastikan dulu izinnya,” kata Widyastuti dalam acara diskusi di Jakarta, Selasa, 11 April 2017. “Kalau dilihat dari pengguaannya, ada benda asing yang dimasukan. Artinya, harus ada izin edar dan mesti diuji dulu di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).”
Dokter Spesialis Ongkologi Ginekologi Prof. Dr. dr. Andrijono SpOG(K) mengatakan belum mengetahuk risiko penggunaan selaput dara palsu tersebut. “Belum ada penelitiannya,” kata Ketua Himpunan Ongkologi Ginekologi Indonesia (HOGI) ini.
PIPIT | AFRILIA SURYANIS
Berita lainnya:
Hati-hati Implan Payudara Bisa Sebabkan ALCL, Apa Itu?
Bingung Pilih Karier? Simak Dulu Tanggal Kelahiran Anda
Kartini Menyembah, Dian Sastro: Enggak Penting dan Bikin Capek
Berita terkait
Stunting Jadi Masalah Bersama, Edukasi Antar Pihak Harus Dilakukan
53 hari lalu
Stunting masih menjadi masalah bersama. Perlu kolaborasi antar pihak untuk menyelesaikan stunting yang masih jadi perhatian.
Baca SelengkapnyaAlasan Endometriosis Disebut sebagai Penyakit Perkotaan
56 hari lalu
Penelitian di Eropa menunjukkan naiknya kasus endometriosis banyak terjadi di kota karena pengaruh polusi udara yang tinggi.
Baca Selengkapnya7 Sumber Konflik Pernikahan Menurut Konselor
21 Januari 2024
Konselor pernikahan memaparkan tujuh sumber konflik dalam rumah tangga. Apa saja dan bagaimana mengatasinya?
Baca SelengkapnyaAlasan Perlunya Sosialisasi Kesehatan Reproduksi pada Orang Tua dan Anak
20 Juni 2023
Pendidikan kesehatan reproduksi tak hanya diberikan di sekolah. Orang tua juga perlu memberikan edukasi tentang hal tersebut kepada anak.
Baca SelengkapnyaCegah Seks Bebas, Pentingnya Remaja Putri Pahami Kesehatan Reproduksi
1 Mei 2023
Remaja putri perlu menjaga kesehatan reproduksi dan menghindari seks bebas untuk mencegah penularan penyakit menular seksual, kehamilan di luar nikah.
Baca SelengkapnyaPerlunya Peran Orang Tua Edukasi Anak Perempuan Kesehatan Reproduksi
15 April 2023
Orang tua harus bisa menjadi sumber pengetahuan utama bagi anak perempuan tentang masalah kesehatan reproduksi, terutama jika sudah menstruasi.
Baca SelengkapnyaPerlunya Pendidikan Seks sejak Dini untuk Lindungi Anak dari Kejahatan Seksual
9 Januari 2023
Pemerhati anak mengatakan pendidikan seks sejak dini bisa melindungi anak dari kejahatan seksual. Bagaimana caranya?
Baca SelengkapnyaCISDI Kritik Pasal Pidana soal Alat Kontrasepsi di RKUHP: Beri Dampak Buruk
3 Desember 2022
CISDI menyampaikan kritik atas dua pasal kesehatan di Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Baca SelengkapnyaBerapa Lama Terjadi Kehamilan setelah Bercinta?
25 Agustus 2022
Kesehatan umum dan reproduksi juga berperan dalam menentukan apakah kehamilan bisa terjadi dengan cepat atau tidak.
Baca SelengkapnyaPentingnya Persiapan Pasangan sebelum Menikah demi Kesehatan Reproduksi
28 Juni 2022
Persiapan untuk berkeluarga perlu dimulai sejak memasuki usia remaja. Salah satu tujuannya menjaga kesehatan reproduksi kelak.
Baca Selengkapnya