TEMPO.CO, Jakarta - Setiap orang tua harus memberikan pengajaran bagaimana anak berkebutuhan khusus bisa menghasilkan uang secara mandiri agar bisa bertahan hidup. Psikolog Tiga Generasi, Sashkya Aulia Prima mengatakan, kemandirian bagi anak berkebutuhan khusus seharusnya bisa menjadi capaian bagi orang tua yang hendak mempersiapkan masa depan anaknya.
Kendati memang kemandirian bagi anak autisme akan berbeda-beda tergantung dari tingkatan gejalanya. Jika anak masih bisa melakuka komunikasi dengan respons yang cepat, saat dewasa nanti anak tersebut masih bisa bekerja.
Namun, perlu diingat bahwa anak dengan autisme memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki anak kebanyakan. Diantaranya daya ingat yang sangat baik, analisis pola kejadian sangat baik, dan memiliki fokus yang tinggi terhadap pekerjaan tanpa harus dipaksa.
Selain itu, anak dengan autisme juga memiliki kreativitas yang unik dan minat spesifik yang dapat berkontribusi besar pada produktivitas saat bekerja. Hanya saja, penerimaan dari orang lain terhadap penyandang autisme untuk bekerja di wilayah pekerjaan orang normal tentu menjadi sangat penting.
“Caranya, berikan pekerjaan yang jelas tujuan akhirnya. Beri pekerjaan dengan prosedur terstruktur dan ruangan bekerja yang tenang karena mereka sensitif terhadap suara berisik dan banyak orang lalu lalang,” ujar Sashkya. Sepanjang sudah mengerti cara dan alur pekerjaannya, penyandang autisme tidak perlu lagi pendampingan dari orang lain.
Di luar negeri, contohnya, sudah banyak perusahaan seperti Facebook, Microsoft, Google yang menyediakan wilayah kerja bagi orang-orang berkebutuhan khusus, yang secara sadar membuka lowongan tersebut. Sementara itu, di Indonesia memang belum ada. “Anak ini bisa bekerja asal sesuai dengan profilnya dia. Misalkan jika anak ini bagus masang jahitan di bagian itu, ya sudah di situ terus,” katanya.
Berbicara masalah kompetisi di dunia pekerjaan, anak dengan autisme cenderung tidak peduli. Yang dikhawatirkan adalah perilaku bullying terhadap penyandang autistik dalam lingkungan kerja.
Lantas, bagaimana jika anak tidak memiliki kemampuan verbal yang baik sehingga sulit baginya untuk mendapatkan pekerjaan di perkantoran konvensional? Sebagai orang tua bisa memperkenalkan kesenian pada anak. Atau beberapa hal yang memicu ketertarikan autistik seperti sains, teknologi, dan kesenian.