Anak Perempuan Lebih Cerewet dari Anak Laki-laki, Mitos?
Editor
R. Dina Andriani
Rabu, 12 April 2017 19:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Anak yang bisa berjalan lebih dahulu, biasanya (kemampuan) bicaranya terlambat. Anak laki-laki normal saja jika terlambat bicara, karena anak perempuan sudah seharusnya lebih cerewet. Benarkah?
Dr. Gitayanti Hadisukanto, Sp, KJ, psikiater anak dan remaja dari rumah sakit Pondok Indah Group, menegaskan, hal-hal di atas adalah mitos. Kemampuan bicara pada anak tidak ada kaitannya dengan jenis kelamin atau kemampuan berjalan. Meski kemampuan setiap anak pasti berbeda, ada standar untuk mengetahui apakah kemampuan bicara anak Anda sudah sesuai dengan usia.
Gitayanti menjabarkan, anak berusia 1 tahun setidaknya sudah bisa menyebutkan satu kata, tetapi bukan kata yang merupakan pengulangan suku kata, seperti “mama” atau “papa”.
“Setiap bulan, kosa kata anak harus bertambah setidaknya satu kata,” jelas Gitayanti. Ketika menginjak usia 2 tahun, setidaknya sudah bisa mengucapkan 50 kosakata. Jika kurang dari itu, orang tua perlu mewaspadai.
“Gangguan berbahasa ekspresif merupakan gangguan dalam kemampuan mengekspresikan bahasa secara lisan di bawah usia mental. Namun pemahaman bahasa anak yang mengalami gangguan ini normal, bisa disertai atau tanpa gangguan artikulasi. Mereka memahami kata dan kalimat yang diucapkan orang lain, hanya saja tidak mampu menerjemahkan ekspresi dengan kata-kata,” urai Gitayanti.
Selanjutnya :Pemicu tantrum
<!--more-->
Gangguan ini terjadi ketika anak berusia 2 tahun belum mampu mengucapkan sepatah atau beberapa kata. Kemudian memasuki 3 tahun, mereka belum bisa mengucapkan kata majemuk sederhana. Mereka sulit memilih kata yang tepat, suka memendekkan ucapan yang panjang, dan sering melakukan kesalahan kalimat - misalnya kehilangan awalan atau akhiran – juga salah menggunakan tata bahasa.
Menurut Gitayanti, gangguan berbahasa ekspresif adalah salah satu pemicu tantrum. Karena tidak bisa menyampaikan emosi lewat kata-kata, anak meluapkannya dengan menangis dan melancarkan tantrum. “Jika berlanjut hingga usia sekolah, dapat menghambat kegiatan akademis anak,” Gitayanti memperingatkan.
“Gangguan ini menyebabkan anak sulit memahami bahasa dan makna kata-kata. Umumnya disertai gangguan berbahasa ekspresif dan gangguan artikulasi,” jelas Gitayanti. Ini terjadi ketika anak berusia 1 tahun tidak merespons, saat ditunjukkan sebuah benda atau gambar. Di usia 18 bulan, mereka tidak mampu mengidentifikasi objek sederhana, misalnya menyebut kata “bola”. Anak juga tidak bisa mengikuti instruksi sederhana, misalnya tidak merespons ketika ditanya, “Mana matanya?”
Memasuki usia 2 tahun, anak sulit memahami struktur tata bahasa, seperti kalimat negatif, pertanyaan, dan perbandingan. Anak juga kurang paham aspek kehalusan bahasa seperti nada suara, intonasi, dan bahasa tubuh.
Keterlambatan bicara bisa disebabkan faktor genetik, gangguan pada pusat bahasa di otak, perubahan gen, dan kurangnya stimulasi dari orang tua. Untuk itu, Gitayanti menyarankan agar orang tua memberikan stimulasi bahasa kepada anak sedini mungkin.
“Sejak janin berusia 7 bulan, mereka sudah mulai bisa mengenali bahasa orang tua. Teruslah mengajak anak bicara. Jadilah teman main untuk anak. Ingat, bermain bersama anak, bukan menemani anak bermain!” ujar Gitayanti.
Ketika anak menginjak usia 3 tahun, stimulasi harus semakin intensif. Anak harus semakin banyak diajak bermain dan bicara. “Bermain pura-pura, misalnya bermain masak-masakan, salah satu cara terbaik untuk memberikan stimulasi kepada anak,” ujar Gitayanti. Jika anak telanjur mengalami gangguan keterlambatan bicara, Gitayanti menyarankan orang tua melakukan terapi wicara.
Yang perlu diwaspadai, keterlambatan bicara bisa jadi merupakan bagian dari gangguan lain yang lebih berat seperti autisme, gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (dikenal dengan istilah ADHD - attention deficit hyperactivity disorder), hingga retardasi mental dan disabilitas intelektual (IQ di bawah rata-rata). Jika sudah menyangkut gangguan yang lebih serius, penanganannya pun harus lebih serius. Medikasi dan konsultasi dengan psikiater sangat disarankan.
TABLOIDBINTANG
Berita lainnya:
Tip Bila Si Kecil Tantrum
Koleksi Busana Desainer Lokal Hadir di Galeries Lafayette
Risiko Jika Anak Sarapan yang Itu-itu Saja