Mengenal Tenun Endek dari Bali

Reporter

Editor

Rini Kustiani

Rabu, 17 Agustus 2016 12:00 WIB

Presiden Meksiko Enrique Pena Nieto (kanan) bersama isteri Angelica Rivera dalam ajang KTT APEC di BNDCC, Nusa Dua, Bali, Senin (7/10) malam. Para pemimpin dunia yang hadir di APEC kali ini memakai kain tenun ikat tradisional, endek. ANTARA/Widodo S. Jusuf

TEMPO.CO, Jakarta - Jemari Ketut Suryani lincah memintal benang pada alat tenun. Bersama beberapa perempuan di Balai Pertenunan Astiti di Banjar Jero Kapal, Desa Gelgel, Klungkung, Bali, Suryani mengusir sepi dengan gurauan berpadu suara alat tenun. Mereka meneruskan warisan leluhur dengan membuat tenun endek dan songket.

Suryani berkenalan dengan alat tenun sejak remaja. Setelah menyelesaikan pekerjaan rumah, mulai pukul 09.00, dia menggeluti alat tenun. Dia baru beranjak dari tempat menenun pukul 17.00. Dalam satu hari, bisa dihasilkan selembar kain katun endek berukuran 2,25 meter, jenis kain yang menjadi ciri khas kabupaten tempat kerajaan-kerajaan Bali di masa lalu.

Terkenal dengan Kerajaan Gelgel, Klungkung tak hanya menyisakan bangunan istana bersejarah, tapi juga kerajinan tenun. Tenun mulai dikenal pada abad ke-18. Semula kain tenun hanya dikenakan kaum bangsawan atau untuk upacara di pura. Kini, kain dikenakan sehari-hari bahkan seragam berbagai instansi.

Sejumlah desa di Klungkung dikenal menjadi pusat tenun. Desa Sulang sama dengan Gelgel. Di Gelgel, tempat tenun endek dan songket mudah ditemui. Di Jalan Raya Gelgel saja, ada Dian’s Rumah Songket dan Endek, selain Pertenunan Astiti. Memang tidak di jalan utama, tapi keduanya memasang papan nama cukup besar sehingga mudah dibaca turis atau konsumen.

Para penenun umumnya berusia 30-40 tahun. Namun ada pula ibu berusia 75 tahun yang masih rutin menenun. Wayan Rasaini, namanya. Berkutat dengan alat tenun tradisional, cagcag. Alat ini membuatnya harus duduk di lantai seperti terkungkung. Ibu-ibu lain menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM). Mereka membikin endek.

Kain songket, seperti pada umumnya, diselipi benang-benang emas sehingga terkesan mewah saat digunakan untuk acara dan upacara khusus. Kain endek juga digunakan untuk upacara di pura, selain dikanakan untuk busana sehari-hari. Para penenun mulai bekerja memintal benang atau ngulak sesuai dengan corak yang telah disiapkan.

“Yang membuat pola adalah anak-anak sekolah,” ujar Ketut Suryani. “Mereka biasanya ke sini setelah pulang sekolah,” ujarnya. Walhasil, para penenun pun tinggal berkarya mengikuti pola ikatan benang. Anak-anak sekolah yang dimaksud ialah pelajar sekolah menengah jurusan desain yang rutin datang mengikat benang menikuti pola motif yang dibuat pemilik pertenunan, Drs I Nyoman Sudira, MM.


I Nyoman Sudira menunjukkan benang yang telah diberi warna dalam pembuatan kain Tenun Endek di tempat Pertenunan Astiti, Banjar Jero Kapal, Desa Gelgel, Klungkung, Bali. (TEMPO | Bintari Rahmanita)

Pensiunan pegawai sekretariat DPRD Klungkung ini sebenarnya baru terjun membantu istrinya setelah memasuki masa purnakarya. Dia mulai mewarnai sendiri, baik dengan pewarna alam maupun sintetis. Sebelumnya, urusan tersebut diserahkan kepada orang lain. Tak hanya itu, pria sepuh ini juga memanfaatkan teknologi untuk membuat pola dan memindahkan ke gulungan benang lebih mudah dan singkat. Hasilnya tak hanya dijual di balai kerja, tapi juga di dua gerai di Pasar Seni Semarapura, Klungkung, dan di Jalan Hayam Wuruk, Denpasar. Harga kain endek berukuran 2,25 meter dijual mulai Rp 200 ribu.

Penasaran dengan Desa Sulang, yang juga dikenal dengan kampong penenun. Di Banjar Kawan, Kecamatan Klungkung, ada gerai Endek Gurita milik Kadek Antari, MPd, yang dibuka empat tahun lalu. Seorang penenun di sana, I Dewa Ayu Nyoman Arti, 50 tahun, mengatakan sudah 34 tahun menggeluti bidang ini. Di gerai itu, dia menenun berdua dengan temannya. “Tapi di sekitar sini, ada 50 orang yang nenun di rumah sendiri-sendiri,” ujarnya.

Nyoman Arti mengatakan membuat kreasi sendiri, kecuali ada pesanan. Ia lebih banyak membuat motif polos, kadang corak kotak-kotak yang sekarang banyak permintaan. Harga dipatok tergantung jenis benang. Katun endek berbahan benang katun dengan pewarna alam dijual mulai Rp 600 ribu. Namun kain dengan pewarna sintetis mulai Rp 250 ribu. Kalau bahannya benang sutera, harganya bisa dua kali lipat.

TRAVELOUNGE

Berita lainnya:
Kaktus Dapat Dikonsumsi dan Baik buat Kesehatan
Wanita Sering Menghindari Tatapan Pria Idaman, Kenapa?
Bakteri di Botol Minum, Model Seperti Apa yang Relatif Aman?

Berita terkait

Startup Asal Bandung Produksi Material Fashion Berbahan Jamur, Tembus Pasar Singapura dan Jepang

1 hari lalu

Startup Asal Bandung Produksi Material Fashion Berbahan Jamur, Tembus Pasar Singapura dan Jepang

Startup MYCL memproduksi biomaterial berbahan jamur ramah lingkungan yang sudah menembus pasar Singapura dan Jepang.

Baca Selengkapnya

Tampil Menarik Itu Menyakitkan, Ternyata Penyebabnya Pakaian

4 hari lalu

Tampil Menarik Itu Menyakitkan, Ternyata Penyebabnya Pakaian

Dalam beberapa kasus ingin tampil menarik dengan pakaian tertentu tapi justru berdampak pada kesehatan. Berikut penyebabnya.

Baca Selengkapnya

Tampil Kasual dengan Baju Flanel

10 hari lalu

Tampil Kasual dengan Baju Flanel

Baju flanel dapat dibeli baik di toko fisik ataupun toko online seperti Shopee

Baca Selengkapnya

Gaya Fesyen Boho Chic Jika Memenuhi 3 Aspek Ini

18 hari lalu

Gaya Fesyen Boho Chic Jika Memenuhi 3 Aspek Ini

Gaya Boho Chic pada dasarnya adalah gaya santai yang menggabungkan unsur-unsur hippie, nomaden, dan vintage. Begini lebih jelasnya.

Baca Selengkapnya

Kolaborasi Victoria Beckham dan Mango, Apa Koleksi Terbarunya?

23 hari lalu

Kolaborasi Victoria Beckham dan Mango, Apa Koleksi Terbarunya?

Koleksi Victoria Beckham dan Mango yang terbaru dari rangkaian kolaborasi para penggemar street fashion

Baca Selengkapnya

Sejarah Peci Ratusan Tahun Lalu, Disebar Pedagang Hingga Populer Jadi Busana Lebaran

27 hari lalu

Sejarah Peci Ratusan Tahun Lalu, Disebar Pedagang Hingga Populer Jadi Busana Lebaran

Peci yang identik dengan busana lebaran telah dikenal masyarakat sejak ratusan tahun lalu.

Baca Selengkapnya

Ramadan, Komunitas di Yogyakarta Edukasi Pecinta Fashion Rintis Karya Pemikat Wisatawan

39 hari lalu

Ramadan, Komunitas di Yogyakarta Edukasi Pecinta Fashion Rintis Karya Pemikat Wisatawan

Komunitas Indonesia Fashion Chamber (IFC) Yogyakarta meyakini, besarnya pasar wisatawan di Yogyakarta menjadi anugerah tersendiri untuk terus menghidupkan ekonomi kreatif di Kota Gudeg.

Baca Selengkapnya

Tiga Tips Gaya Berpakaian untuk Jurnalis ala Didiet Maulana

56 hari lalu

Tiga Tips Gaya Berpakaian untuk Jurnalis ala Didiet Maulana

Didiet Maulana, Direktur Kreatif Ikat Indonesia memberikan tips padupadankan gaya berpakaian ala jurnalis.

Baca Selengkapnya

IDFES2024: Revolusi Fashion Lokal

6 Februari 2024

IDFES2024: Revolusi Fashion Lokal

IDFES 2024 yang pertama di Indonesia ini bertema "Revolusi Fashion Lokal" yang akan menjadi creative hub untuk mendorong inspirasi.

Baca Selengkapnya

Anies Baswedan Konsisten Tampil dengan Busana Formal di Debat Capres, Pengamat Mode Sebut Kode Ini

5 Februari 2024

Anies Baswedan Konsisten Tampil dengan Busana Formal di Debat Capres, Pengamat Mode Sebut Kode Ini

Anies Baswedan kembali tampil konsisten dengan gaya formal hingga debat capres kelima yang diadakan KPU. Pengamat mode kaitkan dengan kode.

Baca Selengkapnya