TEMPO.CO, Jakarta - Sudah enam tahun bekerja tapi karir Romi--bukan nama sebenarnya--sebagai account executive tak moncer. Dia sudah lupa bagaimana rasanya naik jabatan. Padahal karier semua teman angkatannya sudah jauh di atasnya. Rata-rata naik satu tingkat, tapi yang paling bagus dua temannya naik dua tingkat di atasnya.
Akibatnya, gaji Romi pun naiknya seret. "Padahal kebutuhan semakin meningkat," katanya. Kebutuhan Romi yang semula hidup melajang perlahan melonjak seiring dengan keputusannya menikah, punya anak, dan kini harus mencukupi kebutuhan rumah tangga sampai menyekolahkan anaknya.
Romi berharap naik jabatan agar gajinya terkerek tajam. Namun itu hanya mimpi belaka. Belakangan Romi memang ingin pindah kerja, tapi ia menyadari usianya sudah 34 tahun. "Untuk account executive, usia saya sudah tidak muda lagi," katanya.
Sebenarnya keinginan Romi pindah mulai muncul saat setengah dari temannya naik jabatan. Namun keinginan itu ditepisnya. "Kala itu saya lebih memilih bertahan karena cocok dengan budaya kantor di sini," katanya.
Yang Romi sesalkan adalah sistem penilaian yang dinilainya sarat penzaliman terhadap dirinya. Namun hal itu tak cukup kuat untuk membuatnya hengkang dari kantornya. Ia tak cukup berani untuk mengundurkan diri. Yang dilakukannya adalah mencoba bersikap positif di tengah keadaan yang sebenarnya kurang disukainya.
Secara psikologis hal itu bisa dilakukan dan dinilai tidak ada masalah lagi. Namun, mengenai kesejahteraan, Romi harus membuat perencanaan baru. "Saya memilih side job (kerja sampingan)," katanya. Meski bukan utama, pekerjaan sampingan ini, menurut dia, memberi pendapatan yang lumayan. Apalagi Romi menilai pekerjaan ini tak mengganggu konsentrasi pekerjaan utamanya.
Psikolog Diding Supendi mengatakan, bersikap positif di tengah keadaan yang menekan kita merupakan sikap terpuji. "Ini menunjukkan kedewasaan," katanya saat dihubungi pada Kamis lalu. Namun Diding menilai kasus yang dialami Romi tidak serta-merta dilihat dari satu sudut pandang. "Perlu dilihat dari beragam aspek," katanya.
Menurut Diding, dalam menentukan sikap, manusia dipengaruhi oleh lima faktor, yaitu kepercayaan, indra, perasaan, akal pikiran, dan petunjuk agama. Diding menilai, apa yang dirasakan oleh Romi saat ini lebih banyak didasari oleh akal pikiran dan petunjuk agama. "Meski tidak mutlak," katanya.
Tindakan Romi yang memilih bersikap positif terhadap lingkungan kantor meski jabatannya tidak pernah naik, menurut Diding, merupakan tindakan yang didasarkan petunjuk agama. "Mungkin dia lebih memilih mengevaluasi diri ketimbang menyalahkan faktor lain," ujarnya.
Diding menilai, mereka yang melandaskan sikapnya pada petunjuk agama, egonya tidak kuat atau dikesampingkan. Namun niat hengkang seperti Romi merupakan bentuk sikap manusia yang banyak dipengaruhi oleh ego.
Diding menilai apa yang dihubungkan Romi antara naik jabatan dan kesejahteraan merupakan kesimpulan dangkal. Alumnus psikologi Universitas Islam Bandung ini mengutip teori kebutuhan Abraham Maslow, psikolog asal Amerika Serikat. Ada lima kebutuhan manusia, yaitu kebutuhan fisiologis atau dasar, rasa aman, dicintai, dihargai, dan aktualisasi diri. Kelima faktor ini yang memotivasi manusia dalam menjalankan aktivitasnya, termasuk bekerja. Faktor-faktor ini hierarkis membentuk bagan piramida. Adapun kebutuhan fisiologis berada pada dasar piramida.
Diding menyarankan Romi melakukan analisis lebih detail atas tujuan hidupnya. "Sudah sampai mana kebutuhan hidupnya?" katanya. Naik jabatan, Diding mengatakan, merupakan kebutuhan di atas fisiologis. Jika ini yang diinginkan, tentunya harus ada perencanaan dan evaluasi sejak awal.
Keputusan Romi melakukan side job sebagai bentuk kekecewaan atas kantor dinilai Diding merupakan sikap yang keliru. "Itu tidak efektif," katanya. Menurut Diding, jika tidak puas karena gaji, yang dilakukan adalah mengundurkan diri. "Cari pekerjaan lain," katanya. Namun, jika yang dicari adalah jabatan yang naik, sikap yang paling tepat adalah mengevaluasi kenapa selama ini tidak naik jabatan.
Perasaan merasa dizalimi, ia melanjutkan, bisa jadi benteng penghalang seorang karyawan bersifat obyektif dan jujur terhadap dirinya sendiri. "Jangan-jangan dia sendiri yang merasa dizalimi padahal banyak orang yang menilai tidak seperti itu," katanya. Karena itu, bersikap positif justru dibutuhkan saat mengevaluasi diri. "Kalau obyektif akan ketemu kekurangan kita," katanya.
Interpretasi yang keliru merupakan hal yang lumrah, termasuk dalam dunia kerja. Langkah awal yang ditawarkan Diding saat mengevaluasi diri, selain bertanya kepada pihak lain, bertanya kepada diri sendiri. Jika karyawan memaksa keluar tanpa mengevaluasi, keadaan yang sama akan berulang di tempat kerja baru. Diding tak menilai pindah kerja merupakan sifat yang buruk. Namun keputusan pindah kerja sebaiknya dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan detail.
KORAN TEMPO
Berita lainnya:
Sehatkan Jiwa dan Raga dengan Bernyanyi
Gula Tetap Lebih Baik daripada Pemanis Buatan
Kebiasaan Sebelum Tidur yang Menambah Kemesraan
Berita terkait
Pentingnya Peran Perempuan Dalam Keluarga dan Dunia Profesional
7 hari lalu
Refleksi terhadap dinamika peran perempuan dalam berbagai aspek kehidupan dalam memperingati Hari Kartini.
Baca SelengkapnyaGen Z Dikenal Selalu Ingin Memaknai Hidup
12 hari lalu
Karakter Gen Z berevolusi menjadi pribadi yang lebih sadar untuk memaknai kehidupan tidak mementingkan kebahagiaan sendiri.
Baca Selengkapnya4 Tips Tingkatkan Performa Setelah Libur Lebaran
14 hari lalu
Simak tips meningkatkan semangat bekerja setelah libur lebaran agar kamu lebih fresh.
Baca Selengkapnya5 Tips Cari Kerja di Perusahaan Keren Lewat LinkedIn
18 hari lalu
Kebanyakan perusahaan memerlukan kombinasi hardskill dan softskill yang baik untuk berkarier di dunia kerja. Ini tips cari kerja lewat LinkedIn.
Baca Selengkapnya15 Perusahaan Terbaik untuk Kembangkan Karier Versi LinkedIn, Banyak di Sektor Keuangan
18 hari lalu
Jaringan profesional LinkedIn merilis daftar Top Companies 2024 edisi ketiga untuk Indonesia.
Baca SelengkapnyaMengenal Kutu Loncat dalam Dunia Kerja dan Dampaknya pada Karier
16 Januari 2024
Kutu loncat adalah istilah yang diberikan pada seseorang yang suka berpindah pekerjaan dalam waktu singkat. Ini dampaknya untuk karier.
Baca SelengkapnyaMengenal Quarter Life Crisis, Ciri-Ciri, dan Cara Menghadapinya
8 Januari 2024
Memasuki usia dewasa, seseorang seringkali mengalami quarter life crisis yang membuatnya jadi tak percaya diri. Apa itu quarter life crisis?
Baca SelengkapnyaJauh dari Kontroversi, Lee Dong Wook Punya Mantra Khusus untuk Menjaga Kariernya
31 Desember 2023
Baru-baru ini wawancara lama Lee Dong Wook viral. Dia mengungkapkan caranya mempertahankan karier 25 tahun di inudstri hiburan
Baca SelengkapnyaDekat dengan Dunia Digital, Sebaiknya Gen Z Miliki Keahlian Ini
8 Desember 2023
Pentingnya gen Z memiliki pola pikir yang peka serta kepedulian tinggi dalam kesehariannya.
Baca SelengkapnyaCareer Hallway 2.0 Membuka Pintu Rahasia Bagi Masa Depan Karier
11 November 2023
Acara difokuskan pada berbagai tips dan trik merencanakan karier
Baca Selengkapnya