Hati-Hati Lebam pada Tubuh Anak, Tanda Hemofilia
Editor
MC Nieke Indrietta Baiduri
Minggu, 5 Juni 2016 17:55 WIB
TEMPO.CO, Surabaya - Jika ayah atau bunda menemui anaknya mengalami lebam-lebam dan pendarahan serius yang susah dihentikan, dokter Maria Christina Shanti Larasati, Sp.A menyarankan anak tersebut untuk segera dibawa ke dokter. Dikhawatirkan itu adalah gejala hemofilia. Tidak banyak orang yang tahu tentang Hemofilia. Penyakit yang disebabkan karena keturunan ini merupakan penyakit gangguan pembekuan darah akibat kekurangan faktor pembekuan darah.
“Tidak ada solusi lain, kecuali orang tua harus lebih perhatian dan segera membawa ke dokter,” kata dokter Shanti saat mengisi acara World Hemophilia Day 2016 di Hotel Bumi Surabaya, Sabtu, 4 Juni 2016.
Shanti menuturkan ada dua jenis Hemophilia yaitu Hemophilia A (kekurangan faktor VIII) dan B (kekurangan faktor IX). Sedangkan untuk tingkatan terbagi menjadi tiga. Pertama adalah tingkat ringan dengan jumlah faktor VIII/IX antara 5-40 persen, cirinya yaitu pendarahan yang sulit berhenti setelah operasi kecil seperti sunat atau cabut gigi. Kedua tingkat sedang dengan jumlah faktor VIII/XI antara 1 – 5 persen, cirinya yaitu sering lebam-lebam, bengkak, atau nyeri sendi akibat trauma benturan ringan, dan bisa jadi tanpa sebab yang jelas kurang lebih 1x per bulan. Sedangkan ketiga tingkat berat dengan jumlah F VII/IX dibawah 1%. Cirinya sama dengan tingkat sedang namun terjadi 1-2x per minggu.
Shanti menambahkan tanda-tanda hemofilia sebenarnya sudah bisa dideteksi sejak dalam kandungan. Ciri pada kelahiran, menurut Shanti, adanya pendarahan yang tidak juga berhenti saat pemotongan tali pusar. Shanti menuturkan penyakit yang dibawa dari kromosom X ini, sampai sekarang tidak bisa disembuhkan. Penyakit ini hanya bisa diobati dengan terapi penurunan kadar Hemofilia. “Pengobatan ya long life (seumur hidup), dengan menambahkan faktor VIII atau IX, tergantung dianogsa,” ujar Shanti.
Namun, penderita tidak perlu terlalu khawatir. Karena penderita Hemophilia bisa hidup normal seperti orang pada umumnya. Shanti menuturkan penyakit ini memang berbahaya apabila penderita mengalami pendarahan atau luka-luka. Sepanjang luka-luka itu tidak terjadi, menurut Shanti masih aman.
Dalam acara World Hemophilia Day 2016, dihadiri juga penderita Hemofilia yang tergabung dalam Himpunan Masyarakat Hemophilia Indonesia (HMHI). Sebagian besar dari mereka adalah anak-anak balita yang didampingi orang tuanya. Seperti balita pada umumnya, mereka berlarian di sekitar ruang acara. Tidak tampak tubuh mereka sakit.
Salah satu penderita Bimo, 17 tahun, mengatakan sempat minder dengan penyakitnya itu. Namun berkat dukungan orang tua, Bimo yang sudah dua kali operasi ini tetap optimistis menjalani kehidupannya. Baginya menderita Hemofilia adalah semangat untuk menjadi berbeda di antara keterbatasan yang dia punya.
“Rata-rata penderita Hemofilia itu prestasinya bagus,” kata Ibu Bimo.
SITI JIHAN SYAHFAUZIAH