TEMPO.CO, Jakarta - Belakangan ini dunia sastra di Indonesia tengah mengalami kebangkitan. Hal ini ditandai dengan munculnya sejumlah penulis muda. Selain penulis-penulis yang sudah lebih dulu menelurkan karya, ada pula penulis pemula yang masih berjuang agar karyanya bisa diterbitkan.
Untuk menerbitkan sebuah hasil karya seperti novel, terdapat beberapa aspek penilaian guna memuluskan apakah hasil karya tersebut layak edar.
Pintu pertama yang harus dilalui agar hasil karya penulis layak terbit adalah editor. Lalu, apa saja yang menjadi bahan pertimbangan editor dalam memilih naskah yang layak terbit? Berikut gambarannya:
Format Naskah secara Keseluruhan
Seperti saat hendak membeli baju, kita terlebih dahulu mempertimbangkan tampilannya secara keseluruhan. Jika kita menyukai modelnya, baru kemudian mencocokkan ukuran, warna, jahitan, pola, dan juga harga.
Hal yang sama juga diterapkan editor dalam menilai naskah. Pertama, editor akan melihat tampilan naskah secara keseluruhan, tebal-tipisnya, juga format isinya.
Di tahap pertama ini, editor belum melihat isi dan temanya, tapi tampilan naskah secara umum. Editor juga akan menilai apakah sebuah naskah sudah memenuhi standar minimal yang disyaratkan masing-masing penerbit.
Naskah dengan jumlah halaman kurang dari yang diminta oleh penerbit akan langsung ditolak. Selain itu, adapula pemeriksaan kelengkapan naskah, seperti biodata penulis, sinopsis, surat pengantar, daftar pustaka, dan lain-lain.
12 Naskah Layak Terbit
Seorang editor tahu persis jenis-jenis naskah. Ada naskah dengan tema yang layak terbit, mungkin terbit, dan mustahil terbit. Rata-rata editor di setiap penerbit pandai mengenalinya. Lalu, apa saja jenis dan tema dari naskah yang memang layak terbit?
Secara garis besar, ada 12 jenis naskah yang layak dipertimbangkan untuk diterbitkan. Naskah-naskah yang dicari penerbit adalah:
(a) Naskah yang memiliki unsur suspense, mengandung suatu kontroversi, memancing perhatian atau sensasi.
(b) Naskah yang menawarkan sesuatu yang baru, yang unik dan segar. Bisa juga naskah yang menawarkan sesuatu yang lama dalam cara baru.
(c) Naskah dengan tema yang kuat, memiliki banyak referensi, dan menawarkan banyak hal untuk dieksplorasi lebih lanjut.
(d) Naskah yang “dapat dipercaya”, dapat dijadikan referensi bagi pembaca, tidak menyesatkan sebagai sebuah buku panduan.
(e) Naskah fiksi dengan seting yang kuat, dapat dibayangkan, dibangun dengan dasar budaya yang jelas.
(f) Naskah fiksi yang alurnya jelas, urut, mudah diikuti dan tidak membingungkan pembaca.
(g) Naskah yg membuat pembaca tertarik membaca sejak di halaman pertama.
(h) Naskah yang punya tujuan.
(i) Naskah yang logis, yang masuk akal, bahkan untuk karya fiksi pun sebisa mungkin harus taat logika.
(j) Naskah yang tidak ditebal-tebalkan, yang ringkas tapi mengena, yang tidak terlalu banyak basa-basi, bahasanya langsung pada poinnya.
(k) Naskah yang pembahasannya tidak melebar ke mana-mana, tidak berisi hal-hal di luar tema atau topik yang dibahas, semenarik apapun itu.
(l) Dan, terakhir, naskah yang memberikan sesuatu kepada pembaca, entah itu informasi, pengetahuan, atau inspirasi, atau sekadar hiburan.
Teknik Penulisan atau Cara Penyajian
Buku bagus selalu ditulis dengan bagus, meskipun isinya kadang biasa-biasa saja. Dalam banyak hal, cara penyajian seringkali mengalahkan isi yang disajikan. Begitu juga dalam menulis, terkadang cara penulis dalam menyajikan tulisannya (teknik penulisan) lebih dipertimbangkan daripada isi. Meskipun, tetap saja buku yang bagus adalah buku yang isinya bagus dan ditulis dengan bagus pula.
Di toko buku, banyak sekali ditemui buku-buku dengan tema dan isi yang sebenarnya seragam, itu-itu saja, tapi tetap saja dicari. Apa yang membuat sebuah buku bisa terjual laris manis?
Jawabannya: Cara penulisannya. Seperti kata sastrawan Korrie Layun Lampan, cara penyajian sering kali lebih penting daripada yang disajikan. Begitu pula editor, ia akan melihat apakah naskah itu ditulis dengan asyik, bahasanya mengalir, kalimatnya luwes, dan penyajiannya segar.
Jika editor menyukainya, ada kemungkinan pembaca juga bakal menyukainya, walau kenyataannya tidak selalu demikian. Untuk naskah zaman sekarang, cobalah menyajikan dengan gaya yang segar, yang kekinian, namun tetap taat aturan dan tidak alay. Paling baik menggunakan bahasa baku yang santai, tetap taat aturan EYD namun tidak kaku saat dibaca.
Kemampuan menulis dengan gaya baku tapi tetap santai ini bisa dilatih, sekali lagi, dengan banyak membaca dan tekun menulis. Tema boleh sama, tapi cara penulisannya harus beda. Gunakan kreativitas Anda, carilah cara-cara menghadirkan hal lama dengan cara yang baru.