Lovi, Penyakit Mata Penghapus Penglihatan

Reporter

Kamis, 26 Mei 2016 14:35 WIB

Anak penyandang low vision membaca teks pada layar dengan magnifier saat peresmian Low Vision Center, Bandung, 22 April 2016. Low Vision Center digagas oleh Syamsi Dhuha untuk terus menebar kebermanfaatan. TEMPO/Prima Mulia

TEMPO.CO, Bandung - Namanya cantik, “Lovi”. Namun, penyakit dengan sebutan lengkap low vision itu sungguh mengerikan. Penderitanya mengalami kerabunan penglihatan atau menderita bintik-bintik kebutaan. Menyerang tanpa memandang umur, low vision bisa dialami sejak bayi lahir hingga usia tua. Lovi tidak dapat disembuhkan baik via kacamata dan lensa kontak, obat, maupun operasi.

Untungnya, ada sekelompok orang yang berkomitmen menyokong penderita lovi. Misalnya, Syamsi Dhuha Foundation di Bandung. Yayasan yang berdiri pada 2003 ini menyediakan alat bantu penglihatan. Saat ditemui Tempo di Low Vision Center di kantor Syamsi Dhuha, di Jalan Dago, Bandung, akhir pekan lalu, Gerry Akbar, 16 tahun, sedang menjajal teropong kecil di mata kirinya. Pelajar Sekolah Menengah Atas Negeri 54 Jatinegara, Jakarta Timur, itu membidik poster huruf di tembok yang berjarak sekitar 10 meter.

Yunus Bekoning, ayahnya, mengatakan keluarga mulai menyadari gangguan penglihatan Gerry saat dia sulit membaca di kelas III sekolah dasar. Menonton televisi pun harus dari jarak dekat. Orang tuanya segera memeriksakan Gerry ke dokter mata di berbagai rumah sakit. Pada 2008 itu, kata Yunus, dokter belum tahu banyak tentang low vision. “Baru ketahuan setelah diperiksa dokter di Singapura,” ujar pebisnis peralatan impor dari Jepang itu.

Mengutip data Badan Kesehatan Dunia, Ketua Yayasan Syamsi Dhuha Dian Syarief mengatakan jumlah penyandang lovi di seluruh dunia sekitar 240 juta orang. Jumlah itu enam kali lebih banyak daripada tunanetra (totally blind). Satu di antaranya adalah Dian sendiri, yang menderita lovi akibat penyakit lupus.

Low Vision Center, Dian menambahkan, memberi pendampingan dan advokasi bagi penyandang lovi dan keluarganya. Juga edukasi, sosialisasi, serta penelitian dan pengadaan alat bantu penglihatan. Di sana, mereka yang ingin mengenal lovi, atau bertemu sesama pasien lovi, akan difasilitasi yayasan. “Beberapa kali saya bawa Gerry ke sini untuk berkawan dengan pasien lain. Dampaknya anak menjadi percaya diri,” kata Yunus.

Pasien lain yang menjadi anggota Low Vision Center, Iqbal, hanya bisa melihat dari jarak dekat. Obyek sejauh 4–5 meter sudah terlihat buram. “Penglihatan semua berkabut seperti di balik kaca berembun,” kata dia. Pasien lain, Galih, dulu hidup tak bersemangat karena lovi. Setelah mendapat dukungan keluarga dan relawan Syamsi Dhuha, mahasiswa itu berusaha hidup mandiri.

Tidak hanya penyandangnya, lovi juga mengganggu orang di sekitar pasien. Nur, ibu dari Zaidan, seorang siswa kelas IV sekolah dasar di Karawang, misalnya, kerap cemas karena anaknya berulang kali masuk selokan saat bersepeda. “Anaknya memang aktif,” kata dia.

Di sekolah, Zaidan dititipkan khusus ke guru-gurunya. Ketika ulangan, misalnya, huruf soal diperbesar. Ketika acara berkemah, ibunya mengawasi sang anak dari rumah dengan kerap mengontak guru kelas. “Dia mengandalkan pendengaran dan ingatan untuk menyerap pelajaran, kalau membaca masih sulit,” kata Nur.

Pada anak-anak, low vision umumnya disebabkan gangguan kongenital (bawaan sejak lahir) atau kecelakaan. Adapun pada usia tua biasanya karena penyakit degenerasi, diabetes melitus, katarak, glukoma, kekurangan vitamin A, infeksi, retinitis pigmentosa, trauma benda tajam/tumpul, kecelakaan, atau efek samping obat tertentu.

Ine Renata Musa, dokter spesialis mata di Rumah Sakit Mata Cicendo, Bandung, mengatakan virus atau parasit dari toksoplasma, rubella, cytomegalovirus, dan herpes (TORCH) bisa menyebabkan low vision hingga kematian. Penyebab lainnya adalah penyakit darah tinggi, dan penuaan atau perubahan retina akibat rokok. “Bayi lahir prematur juga bisa, karena kadang mata belum selesai perkembangannya tetapi keburu lahir,” kata dia.

Seperti penyebabnya, lovi juga punya banyak gejala. Secara fisik, kata Ine, misalnya ada perbedaan seperti mata tampak lebih kecil, ada keputih-putihan, juling, atau bola mata goyang. “Harus banyak pemeriksaan untuk mengetahui penyebab utamanya, kemampuan melihatnya berapa banyak, dan bagian mata yang masih bisa diberdayakan seberapa,” ujar dia.

Di Rumah Sakit Mata Cicendo, ada 60–70 pasien lovi perbulan. Mayoritas, kata Ine, akibat kelainan retina dan saraf mata. Sejak tren lovi dikenal pada 2000-an, sejauh ini belum ada hasil penelitian mengenai angka kejadian low vision di Indonesia.


ANWAR SISWADI (BANDUNG)

Berita terkait

Keunikan Stadion Siliwangi, Lokasi Konser Sheila on 7 di Bandung, Pernah jadi Markas Tim Sepak Bola Militer Belanda

5 hari lalu

Keunikan Stadion Siliwangi, Lokasi Konser Sheila on 7 di Bandung, Pernah jadi Markas Tim Sepak Bola Militer Belanda

Di Bandung, Sheila on 7 akan mangung di Stadion Siliwangi. Awalnya stadion itu bernama lapangan SPARTA, markas tim sepak bola militer Hindia Belanda.

Baca Selengkapnya

Polisi Tangkap Pembunuh Wanita di Apartemen Jardin Bandung yang Kabur ke Jakarta

15 hari lalu

Polisi Tangkap Pembunuh Wanita di Apartemen Jardin Bandung yang Kabur ke Jakarta

Seorang wanita ditemukan tewas di Apartemen Jardin, Kota Bandung, diduga dibunuh pelanggannya

Baca Selengkapnya

Rekomendasi 5 Tempat Wisata Air di Bandung untuk Menghabiskan Waktu Libur Lebaran

20 hari lalu

Rekomendasi 5 Tempat Wisata Air di Bandung untuk Menghabiskan Waktu Libur Lebaran

Salah satu aktivitas rekreasi yang bisa dilakukan bersama dengan keluarga ketika masa libur lebaranadalah berenang.

Baca Selengkapnya

Penumpang Terminal Leuwipanjang Bandung Naik 20 Persen Selama Arus Mudik Lebaran

25 hari lalu

Penumpang Terminal Leuwipanjang Bandung Naik 20 Persen Selama Arus Mudik Lebaran

Kepala Terminal Leuwipanjang Kota Bdung Asep Hidayat mengatakan, kenaikan jumlah penumpang di arus mudik Lebaran terpantau sejak H-7.

Baca Selengkapnya

7 Daftar Penyakit Mata yang Ditanggung BPJS Kesehatan

36 hari lalu

7 Daftar Penyakit Mata yang Ditanggung BPJS Kesehatan

Berikut ini daftar penyakit mata yang ditanggung BPJS Kesehatan termasuk pemberian kacamata dengan skema subsidi.

Baca Selengkapnya

JEC Group Edukasi Dini Bahaya Glaukoma

40 hari lalu

JEC Group Edukasi Dini Bahaya Glaukoma

Dalam rangka memperingati pekan glaukoma sedunia, JEC Group mengadakan diskusi media dengan tema "Gerakan Sadar Glaukoma: Guna Menyelamatkan Kualitas Hidup Kita"

Baca Selengkapnya

12 Maret Diperingati Hari Glaukoma Sedunia: Kenali Gejala, Penyebab, dan Pengobatannya

50 hari lalu

12 Maret Diperingati Hari Glaukoma Sedunia: Kenali Gejala, Penyebab, dan Pengobatannya

Peringatan tersebut bertujuan untuk mengingatkan semua orang mengenai faktor risiko glaukoma dan melakukan pemeriksaan kesehatan mata secara teratur.

Baca Selengkapnya

Monyet Ekor Panjang Berkeliaran di Bandung, Pakar ITB: Akibat Habitat Rusak dan Perburuan

50 hari lalu

Monyet Ekor Panjang Berkeliaran di Bandung, Pakar ITB: Akibat Habitat Rusak dan Perburuan

Pakar ITB menengarai kemunculan monyet ekor panjang di Bandung akibat kerusakan habitat asli. Populasi mamalia itu juga tergerus karena perburuan.

Baca Selengkapnya

Serba-serbi Monyet Ekor Panjang, Mengapa Bertindak Agresif ke Manusia?

58 hari lalu

Serba-serbi Monyet Ekor Panjang, Mengapa Bertindak Agresif ke Manusia?

Macaca Fascicularis atau di Indonesia lebih dikenal monyet ekor panjang kerap bertindak agresif pada manusia, apa sebabnya?

Baca Selengkapnya

Kawanan Monyet Ekor Panjang Masuk Pemukiman Warga Kota Bandung, Pertanda Apa?

58 hari lalu

Kawanan Monyet Ekor Panjang Masuk Pemukiman Warga Kota Bandung, Pertanda Apa?

Monyet turun gunung, termasuk monyet ekor panjang ini disebut-sebut menjadi pertanda akan terjadi suatu peristiwa, apa itu?

Baca Selengkapnya