TEMPO.CO, Jakarta - Tak hanya orang dewasa, tapi anak-anak pun dapat mendengkur. Perlu dipahami kalau tidur mendengkur bukan berarti tidurnya nyenyak.
Mendengkur merupakan salah satu tanda terjadinya sumbatan jalan napas saat si kecil tidur. Ketika terlelap, otot-otot tubuh menjadi rileks, termasuk otot di saluran pernapasan. Udara pun harus melewati jalan yang lebih sempit. Nah, suara dengkuran berasal dari aliran pernapasan yang mengalami hambatan.
Sebuah penelitian di Amerika Serikat mengemukakan, dengkur pada anak dapat berdampak buruk pada kemampuan akademisnya. Mendengkur juga dapat mempengaruhi kemampuan kognitif anak-anak, mempengaruhi kualitas tidur, dan secara tidak langsung dapat mempengaruhi aktivitas anak.
Beberapa anak memang mendengkur sesekali. Namun, jika terjadi secara teratur, dapat menjadi gangguan yang dikenal sebagai sleep apnea. Gangguan ini dapat mempengaruhi kemampuan belajar dan konsentrasi.
Anak yang mengalami sleep apnea menderita masalah pernapasan saat tidur. Dalam kondisi sleep apnea, kadar oksigen akan berkurang, dan kadar karbon dioksida (CO2) meningkat. Jika hal ini berlangsung lama dan berulang, dapat mengakibatkan gangguan jantung.
Dalam riset tadi, peneliti mengambil sampel dari 1.300 anak dalam rentang usia 5 sampai 7 tahun. Para peneliti mengamati bagaimana mereka tidur, khususnya apakah mendengkur atau tidak, dengan menggunakan alat pengukur kualitas tidur. Penelitian tersebut menyimpulkan, mendengkur dapat mempengaruhi kemampuan kognitif anak-anak.
Sebab, mendengkur menyebabkan berkurangnya oksigen secara perlahan dan lama, sehingga dapat mengganggu pertumbuhan anak. Anak akan merasa mengantuk dan letih di siang hari (saat sekolah) karena kualitas tidur yang tidak baik. Hal ini menyebabkan prestasi menurun akibat konsentrasi belajar berkurang. Sebaiknya konsultasikan dengan dokter THT agar kualitas tidur anak menjadi baik.
